Mohon tunggu...
Nareswari
Nareswari Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Penyintas

'Pada genggaman himada, aku berpegang. Entah bara, entah kuntum bunga. Hakikat keindahan berada di dalamnya"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebelum Kau Mengetahui Namaku (part II)

30 Maret 2020   20:33 Diperbarui: 1 April 2020   12:21 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa aku mengetahui namamu, hatiku begitu saja merindukanmu

Meskipun bibirmu masih enggan menyebut nama dari semua keindahan yang mengusik ketenangan malamku, namun hatiku tidak gentar.

Esok aku akan datang dengan pertanyaan dan harap yang sama, bunga

Demikian pesan mas Tulus dari Game Station RX untuk Caramel Machiato di kafe Coffeelicious cabang kompleks perkantoran. Pesan tersebut adalah pengantar lagu penutup segmen kita kali ini. Saya undur diri dulu para pendengar. Sampai ketemu esok hari. Ini dia "1000 tahun lamanya" yang di-request mas Tulus dari Game Station RX"

Ia benar-benar datang keesokan harinya. Si pria lesung pipit itu nampaknya benar-benar orang bernama Tulus yang kemarin mengirimkan pesan pada  Caramel Machiato di tempatku bekerja. Jantungku mendadak seolah ditabuh keras sekali, berulang-ulang kali dengan cepat, seakan-akan ada festival di dalam tubuhku. Aku tidak menyiapkan diri jika dia benar-benar yang menitipkan pesan itu di radio. Aku tidak menyiapkan diri atas "...pertanyaan dan harap yang sama".

Dia kini berada tepat di depanku. Dengan raut wajah ceria layaknya anak kecil yang menatap etalase mainan kesukaannya, ia menyebutkan pesanannya, "Caramel Machiato 1, dine in". Ketika aku sedang memproses pesanannya di komputer, ia bertanya "Apakah anda mendengar pesan saya di radio?". Jantungku serasa putus saat itu. Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Aku setengah mengangguk. "Bolehkah kali ini saya mengenal anda?".

"Bu...nga. Nama saya Bunga" jawabku ragu.

Setelah mengetahui namaku, lesung pipit pria itu terbit. Rona kelegaan terpancar jelas di wajahnya. Senyumannya seakan berkata 'kini aku tahu disebut apa semua keindahan yang membuat tidurku tidak nyenyak'.

Tidak ku sangka, seolah-olah ia dapat membaca pikiranku, Tulus berujar "Kini aku tahu kesukaanku bernama apa".

END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun