Mohon tunggu...
Narendra S. Herman
Narendra S. Herman Mohon Tunggu... -

human being

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Revolusi Mental Dimulai dari Keluarga yang Utuh dan Kuat

11 Juni 2014   01:16 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:20 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memiliki pemimpin yang lahir dan tumbuh dari keluarga yang sehat, hangat, penuh kasih sayang dan rukun merupakan hal yang sangat penting. Sama pentingnya dengan memiliki pemimpin yang terbukti sanggup menjadi kepala keluarga yang baik dan bertanggungjawab. Kenapa?

Pertama, Indonesia memang menjunjung tinggi peran penting keluarga dalam program pembangunan nasional. Sejak negara ini berdiri, tidak pernah ada presiden yang meremehkan dan menyepelekan peran penting keluarga sebagai fondasi pertama dan utama dari pembangunan manusia Indonesia. Keluarga adalah inti dari pranata sosial yang terlembagakan dalam kebudayaan nasional Indonesia.

Kedua, karena pemikiran itulah maka negara Indonesia ini sampai merasa perlu mengalokasisikan hari khusus untuk menghormati dan mengingatkan kembali peran penting keluarga. Ya, setiap 29 Juni, pemerintah Indonesia selalu merayakan Hari Keluarga Nasional (Harganas).

Karena sangat pentingnya peran sebuah keluarga dalam masyarakat maka pemerintah sejak tahun 1994, tepatnya tanggal 29 Juni 1994, memperingati hari keluarga secara nasional. Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) oleh pemerintah diadakan untuk mengajak seluruh keluarga Indonesia agar melakukan introspeksi dan berbenah diri guna berbuat yang terbaik bagi keluarganya.

Berbuat yang terbaik bagi keluarga adalah tindakan etik yang selalu menjadi nilai penting dalam semua kebudayaan dan ajaran agama. Ini adalah nilai-nilai yang agaknya berlaku universal di belahan dunia mana pun. Tidak ada kebudayaan dan agama di dunia ini yang menganggap remeh peranan keluarga.

Semua orang dari berbagai bangsa mana pun paham dan tahu bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi utama bagi tumbuh–kembangnya setiap individu. Sebelum seorang individu memasuki kehidupan sosial, dia mula-mula tumbuh dan berkembang dalam keluarganya. Keluarga menjadi begitu vital bagi terbentuknya karakter dan kepribadian seseorang. Normalnya, setiap anak pasti belajar dari orang tuanya lebih dulu, sebelum belajar dan melihat gurunya di sekolah, temannya di luar atau pemimpinnya di level negara dan bangsa.

Keluarga menjadi institusi sosial pertama yang membentuk kepribadian, menumbuhkan dan memupuk jiwa besar, berdisiplin serta bertanggung jawab. Keluarga, khususnya orangtua, menjadi sosok utama yang ditauladani seorang anak. Maka sudah seharusnya orangtua memiliki kepribadian yang baik menyangkut sikap, kebiasaan, perilaku dan tata cara hidupnya.

Tumbuh di dalam keluarga yang sehat, penuh kasih sayang, dan hangat akan menjadi modal mendasar bagi pembangunan bangsa yang sangat efektif. Terlebih di era globalisasi yang penuh tantangan dan resiko, keluarga yang kuat dan bermutu sangat bisa diandalkan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang tangguh, berdisiplin, punya etika dan semangat bersaing yang mumpuni. Di era globalisasi, keluarga menghadapi tantangan yang tidak mudah. Derasnya arus informasi dan budaya buruk dari luar seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, telahmenyebabkan ketahanan keluarga mulai goyah.

Wakil Presiden Boediono, pada sambutannya dalam acara Hari Keluarga Nasional 2013 tahun lalu, misalnya, juga menyinggung soal hal ini. Di dalam keluarga, kata Wapres Boediono, kualitas manusia warga suatu bangsa dibentuk. Keluarga adalah tempat berseminya kasih sayang, saling asih, saling asah, saling asuh, sikap dan perilaku saling menghormati, singkatnya tempat tumbuhnya nilai-nilai luhur kemanusiaan.

Maka benarlah, kualitas keluarga menentukan kualitas bangsa. Dan kita tahu dari sejarah bangsa-bangsa bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh kualitas manusianya. Jadi betapa pentingnya kualitas keluarga dalam menentukan kemajuan bangsa. Oleh karena itu, mari kita semua yang bercita-cita memajukan bangsa kita ini selalu ingat akan dalil ini.

Dalam artikel Revolusi Mental yang tayang di harian Kompas (Sabtu, 10 Mei 2014), Jokowi mengungkapkan bahwa keluarga memegang peran krusial dalam membangun perubahan mental yang dibutuhkan oleh Indonesia. Revolusi mental, kata Jokowi, tidak bisa tidak harus dimulai dari diri sendiri dan dari lingkungan terdekat dan terkecil. Dan itu artinya: keluarga.

Jokowi sendiri sudah memberi contoh dengan sebaik-baiknya bagaimana upaya meniti karir dalam bisnis maupun politik sama sekali tidak membuatnya lupa dan abai pada pentingnya keluarga. Di sela-sela kampanye Pilpres 2014, setelah berkunjung ke Papua dan ke beberapa wilayah lainnya, akhir pekan lalu Jokowi pulang ke Solo dengan alasan yang sangat manusiawi: kangen keluarga.

Ini manifestasi dari sikap Jokowi sebagai manusia yang tidak pernah sedetik pun menyepelekan dan meremehkan peranan keluarga. Di samping sebagai tokoh penting yang sedang bersiap memimpin bangsa Indonesia yang kaya dan besar ini, Jokowi sampai sekarang tetaplah seorang ayah, suami dan kepala keluarga. Karir politiknya yang melesat bak meteor, tak pernah membuatnya menjadi lupa diri dan meremehkan keluarga. Dia selalu menyempatkan diri, sesempit apa pun waktu yang dimilikinya, untuk berkumpul dan bercengkerama dengan keluarga.

Andai Jokowi gagal menjadi kepala keluarga, dia pasti tidak mungkin mengkampanyekan pentingnya peran krusial keluarga dalam pembangunan manusia Indonesia. Jika Jokowi gagal membina rumah tangga, dia pasti akan kekurangan legitimasi moral untuk berpidato di Hari Keluarga Nasional yang akan terus diperingati setiap 29 Juni setiap tahunnya.

Hanya seorang kepala keluarga yang rukun dan utuh yang bisa berbicara dengan penuh legitimasi tentang peran penting keluarga. Seorang pemimpin yang gagal membina keluarga dan rumah tangganya, akan sulit diharapkan bisa memimpin pembangunan manusia Indonesia yang seutuhnya.

Pemimpin harus punya latar belakang yang sukses dalam keluarga sebab keluarga adalah fondasi inti, fondasi pertama sekaligus fondasi utama, sebuah bangsa yang besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun