Sudah hampir dihapuskan dari ingatanku betapa pedihnya saat awal itu, menerima kenyataan sebagai seorang yang hidup dengan hiv. Hampir 5 (lima) tahun berlalu dan saya tetap memilih untuk setia dengan pengobatan ARV secara konsisten. Kini tidak ada yang berbeda dengan saya, masih sehat, masih produktif dan bahkan mungkin tidak ada orang yang curiga dengan status kesehatan saya. Melalui pasang surut kehidupan, ARV ini sudah menjadi teman setia saya selama lebih dari 4 (empat) tahun dan tidak ada masalah apapun dengan tubuh saya.
Saya masih aktif bekerja setidaknya 8 jam sehari, 40 jam dalam satu minggu di sebuah perusahaan swasta dengan status kepegawaian sebagai karyawan tetap. Walau bukan perusahaan yang mampu memfasilitasi saya dengan harta dunia yang melimpah yang suatu saat akan saya tinggalkan tetapi setidaknya saya telah berhasil memiliki gubug kecil sendiri dari hasil jerih payah saya.
Memang kenapa kalau saya seorang pengidap hiv? Saya tidak mau menyerah kalah dalam pertempuran hidup ini. Sampai suatu saat Tuhan berkata telah selesai perjuangan saya, maka saya akan tetap menjalani hidup sebaik mungkin.
*****
Dokter : "Masih rutin terapi ARV?"
Saya : "Masih, dokter."
Dokter : "Sudah berkeluarga?"
Saya : "Belum dokter, sepertinya tidak."
Dokter : "Ngga papa, yang penting bahagia ya."
Saya : "Amin dokter, terimakasih."
*****
Saya bersyukur walau kini usia saya hampir 31 tahun tetapi banyak orang yang mengira saya masih kuliah. Tidak ada beban bagi saya untuk berkeluarga juga karena keluarga saya sudah tahu status hiv saya.Â
Yup, yang penting saya bahagia. Karena saya tahu bahwa hati yang gembira adalah obat, tetapi semangat yang patah membuat sengsara. Selagi saya hidup, selagi saya mampu, selagi saya masih diberikan berkat maka saya akan berjuang untuk menjadi berkat bagi orang lain juga.
Seandainya saja saya tidak hidup dengan hiv, tentu saya tidak akan memahami arti bersyukur.
Bersyukur bahwa sekalipun pernah pada level stadium 3 tetapi kini saya membaik di level stadium 1 dengan status viral load undetect.Â
Bersyukur sekalipun saya mengidap hiv tetapi saya masih bisa produktif.Â
Bersyukur sekalipun saya mengidap hiv tetapi keluarga saya menerima keadaan saya.Â
Bahkan bersyukur sekalipun saya pernah hidup tidak benar di hadapan Tuhan, tetapi kasih-Nya tidak berkesudahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H