Setiap anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrati. Namun sebagian aspek secara genetik mewarisi sifat-sifat orang tua yang disebut hereditas. Di sisi lain, perkembangan anak tidak dapat terlepas dari perilaku orang yang lebih dewasa sebagai role model di lingkungan keluarga. Hal tersebut menunjukkan indikasi bahwa keluarga merupakan faktor dominan di dalam perkembangan anak. Adapun aspek-aspek perkembangan anak sangatlah kompleks, di antaranya perkembangan fisik-motorik, psikososial, moral, kognitif, metakognisi dan sebagainya.
Perkembangan anak merupakan suatu proses kompleks terkait dengan tumbuh kembangnya yang diisi dengan berbagai pengalaman. Ketika terlahir di dunia, seorang anak pada dasarnya seperti kertas putih yang tidak dapat ketahui baik atau buruk. Perkembangan anak pada dasarnya tergantung sepenuhnya pada bagaimana mereka dibesarkan atau pola asuh keluarga dikutip dari BKKBN (dalam Sunarti, 2001).Â
Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga sangat memberikan dampak yang besar bagi perkembangan anak. Proses pembentukan watak dan karakter anak berawal di dalamnya. Lebih spesifik lagi, bahwa perilaku moral anak dan kecenderungan psikososialnya juga terhubung dengan pengalamannya bersama keluarga.
Keluarga memiliki peran penting dalam perkembangan anak, di antaranya yaitu mengajarkan anak bagaimana berinteraksi sosial dengan baik di masyarakat. Namun, beberapa hasil penelitian terdahulu jutru menunjukkan fenomena yang sebaliknya. Keluarga memberikan trauma dan memberikan dampak negatif kepada anak sehingga perkembangan psikososialnya terhambat. Selain itu, kebiasan buruk di dalam keluarga dalam menegakkan aturan terhadap anak juga mendorong terjadinya kegagalan perilaku moral.
Apa pengertian Broken Home ?
Istilah broken home biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang berantakan dan biasanya anak-anak yang broken home biasanya dikaitkan karena kelalaian orang tua dalam mengurus anaknya atau keluarganya . Namun, broken home bisa juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir dengan perceraian.Â
Kondisi inilah yang bisa dibilang menjadi pemicu dan membuat anak menjadi murung, sedih yang berkepanjangan serta malu karena orang tuanya telah bercerai dan yang paling parah bisa membuat mereka melakukan hal-hal negatif seperti mulai mencoba rokok, narkoba dan minuman keras. Hal ini yang akhirnya bisa membuat anak kehilangan pegangan serta panutan dalam masa transisi menuju kedewasaan.
Dikutip dari artikel KOMPASIANA makna dari BROKEN HOME sendiri adalah keadaan penghuni dalam sebuah rumah tangga yang tidak lagi harmonis, tidak nyaman, dan orangtua yang sudah tidak tinggal serumah sehingga anak tidak lagi mendapatkan perhatian langsung dari kedua orangtuanya. BROKEN HOME sendiri lebih ditujukan kepada seorang atau beberapa anak yang tidak lagi mendapatkan perhatian penuh secara bersamaan dari Ayah dan Ibunya yang disebabkan oleh perceraian.
Bahkan anak yang mengalami BROKEN HOME ini lebih sering didapati tidak dapat berprestasi karena mental yang terpengaruh oleh kurangnya kasih sayang kedua orangtua. Tapi tidak sedikit juga anak BROKEN HOME yang justru malah berprestasi, tergantung dari bagaimana kedua orangtua bertanggungjawab atas masa depan, mental, dan kasih sayang untuk anaknya.
Apa penyebab terjadinya broken Home pada keluarga?
Perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari keluarga kepada anak dapat terjadi karena, permasalahankedua orangtua yang sudah tidak dapat diselesaikan secara baik-baiklagi. Permasalahan itu bisa terjadi karena, faktor ekonomi, kekerasan rumah tangga ada orang lain (orang ketiga). Orangtua seharusnya memiliki peran yang paling penting ntuk mendidik anak- anaknya. Agar anak- anak di masa mendatang tidak akan terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Saya telah mewawancarai anak yang terkena broken home. Anak itu mengatakan bahwa broken home terjadi di keluarganya karena ayah dari anak tersebut menikah lagi. Ia tak tau pasti umur berapa ayahnya menikah lagi. Ia mengatakan kira-kira pada saat itu umur ayahnya 39 tahun, anak itu mengatakan bahwa perpisahan orangtuanya terjadi sejak ia duduk dibangku Sekolah Dasar.
Ia mengatakan kedua orangtuanya sering bertengkar. Pertengkaran antara ayah dan ibunya sering terjadi dikarenakan ayahnya ketahuan berbohong. Ia bersyukur tidak pernah menjadi sasaran kemarahan kedua orangtuanya. Namun, ia mengaku pertengkaran itu yang membuatnya sering ketakutan.
Ia mengatakan perubahan terbesar sikap ayahnya ialah ayahnya sudah tidak terlalu dekat dengan mereka, dikarenakan mereka sudah tinggal dengan ibu mereka dikota yang berbeda, ayahnya mulai lepas tangan untuk memenuhi kebutuhan mereka, ia merasa sangat kecewa dengan ayahnya yang mulai lepas tangan dengan mereka, ia sedih dengan ibunya yang sekarang sudah menjadi ibu tunggal yang harus bekerja sendirian.
Ketidak harmonisan sebuah keluarga, terkadang dipicu pihak ketiga, misalnya keluarga suami atau istri. Hal itu ditutur narasumber kepada penulis. Menurutnya, keluarga ayah dan ibunya saling mengadu domba orang tuanya. Hal itulah yang memicu pertengakaran semakin sering terjadi.
Bagaimana mungkin broken home akan sangat mempengaruhi keluarga ?
Broken home akan sangat mempengaruhi keluarga karena broken home adalah permasalahan yang terjadi karena kedua orangtua, hal ini sangat mempengaruhi keluarga dan terutama akan berdampak negatif kepada anak. Anak yang terkena broken home akan memiliki perasaan bahwa dia adalah anak yang tidak memiliki keluarga utuh, dia akan merasa terintimidasi oleh teman- teman sekitarnya, karena teman- temannya memiliki keluarga yang utuh.
Seperti pengakuan anak korban broken home yang penulis wawancarai. Anak itu mengatakan dampak dari perpisahan orangtuanya ia menjadi anak yang mudah marah, egois, dan keras kepala.
Siapa yang akan terkena dampak besar terhadap broken home ?
Yang terkena dampak besar terhadap broken home adalah anak, dimana anak akan merasa terkucilkan dikalangan masyarakat, anak akan malu karena berasal dari keluarga yang berantakan. Dikutip dari Skripsi Meydina Syaputri Riami dampak terbesar broken home terhadap anak adalah membuat anak merasa syok, panik, kebingungan, tidak yakin, salah paham, dan menimbulkan kemarahan pada orang tua, sehingga saat anak-anak tumbuh menjadi dewasa maka dia akan menolak hubungan dekat dengan pasangan karena mereka menduga bahwa pasangannya akan meninggalkannya sewaktu-waktu atau secara tiba-tiba seperti yang terjadi pada orang tuanya.
Meski anak selalu menjadi korban broken home, namum tidak semua anak membenci orang tuanya. Seperti dituturkan narasumber kepada penulis.
Ia mengatakan bahwa ia tidak membenci ayahnya, tetapi ia sangat kecewa terhadap perilaku ayahnya.
Dia juga mengatakan bahwa yang terkena dampak terbesar dari perpisahan bukan hanya dia tetapi juga adik perempuannya, ia mengatakan bahwa keluarga yang dia harapakan adalah keluarga yang bisa saling mengerti satu sama lain, keluarga yang menolong saat jatuh, keluarga yang saling menguatkan dan lain sebagainya, ia mengatakan jika bisa dia ingin ayah dan ibunya kembali lagi.
Bagaimana solusi dari permasalahan broken home
1. Menjaga Komunikasi antara Keluarga
2. Waktu Orangtua yang seharusnya lebih banyak untuk anak
3. berpikiran Positif dalam segala masalah, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan Broken home sangat berpengaruh besar pada mental seorang anak. Hal inilah yang mengakibatkan seorang anak jadi tidak ingin beprestasi. Hal ini juga merusak jiwa anak secara perlahan-lahan dan membuat mereka menjadi susah untuk diatur, tidak disiplin dan brutal. Mereka juga bisa dibilang menjadi pemicu dari suatu kerusuhan karena mereka ingin mencari simpati dari teman-temannya bahkan dari para guru. Untuk menyikapi hal ini perlu diberikan perhatian dan pengerahan yang khusus agar mereka mau sadar dan mau berprestasi. Masa remaja merupakan masa transisi atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan . Pada masa inilah remaja akan mulai melakukan banyak hal-hal yang negative pada umumnya. Mereka akan mulai lebih mendengarkan teman-temannya daripada orangtua atau keluarga.
Mereka akan lebih percaya perkataan orang lain daripada perkataan orang tuanya. Jika tidak disikapi dengan benar, hal ini dapat membuat anak lebih merasa tidak nyaman di keluarga dan yang akhirnya membuat mereka bisa kabur dari rumah karena keluarga merupakan tempat pertama bagi seorang anak untuk belajar berinteraksi sosial. Jadi , di sini keluargalah yang bertanggung jawab dalam perkembangan sosial anak. Pada hakekatnya, keluargalah wadah pembentukan masing-masing anggotanya terutama anak remaja yang masih berada dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya , selain sebagai pembentukan masing -- masing anggota terutama anak peranan terpenting dalam keluarga memenuhi kebutuhan anak baik kebutuhan fisik maupun psikis.
Tidak luput dari kenyataan yang ada bahwa semakin hari semakin banyak keluarga yang mengalami broken home. Beberapa kasus diantaranya mungkin disebabkan oleh perselingkuhan , perbedaan prinsip hidup atau sebab-sebab lainnya yang bisa disebabkan oleh masalah internal maupun eksternal dari kedua belah pihak.
Pastinya, kasus-kasus broken home itu sama halnya dengan kasus -- kasus sosial lainnya. Inti dari permasalahan ini adalah komunikasi yang baik antar anggota keluarga dan yang terutama adalah suami-istri, karena memburuknya komunikasi diantara suami -- istri ini seringkali menjadi pemicu utama dalam keluarga broken home. Oleh sebab itu , sangatlah penting rasa saling percaya, saling terbuka diantara keduanya agar terjadi komunikasi yang efektif. Dalam keadaan ini, kematangan kepribadianlah yang menentukan penerimaan peran dari pasangan komunikasinya.
Dampak dari Broken Home ini adalah hancurnya keluarga yang diakibatkan perpisahan kedua orang tua. Perpisahan ini bisa terjadi karena salah satu orang tua mencari pasangan lain. Faktor lain perpisan ini, karena orang ketiga, seperti keluarga suami atau istri. Perpisahan ini mengakibatkan dampak buruk yang besar terhadap anak. Anak akan cenderung mempunyai trauma akan pernikahan, karena yang ia tahu pernikahan akan berakhir dengan perceraian.
Semua manusia tentu tidak ingin lahir dan tumbuh, berkembang dari keluarga broken. Namun, tidak ada yang dapat menghindari jika sudah terjadi. Karena itu, saran dari penulis, walaupun terlahir menjadi anak broken home kita seharusnya selalu menanamkan dihati kia bahwa anak broken home bukanlah anak yang berantakaan, ataupun anak yang egois. Kita harus membuktikan kepada orangtua bahwa kita pasti sukses dimasa mendatang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H