Penangkapan terorisme oleh Densus 88 telah mengungkapkan titik terang, latar belakang aksi gerakan terorisme yakni  terduga teroris Jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD), ISIS yang gagal menunggangi gerakan people power. Ciri khas terorisme identik dengan ideologi penebar ketakutan yang merongrong kedaulatan negara.
Sebagian dikupaskan, tapi sekeranjang kasus lainya masih banyak lagi bila ditelusuri, haruskah pengertian dan kenyataan seperti ini dipelihara atau disikapi secara bijak? Jawabanya ialah satu pertanyaan ulang, apakah masyarakat itu sendiri menghendaki?
Sebab, selama masyarakat itu sendiri  menggangap bahwa hakikat dari kehidupan berpolitik itu harus demikian itulah, dengan sendirinya arena dan situasi hidup dari masyarakat itu tidak akan mengalami perubahan apa-apa. Penjahat, penipu, pemberontak dan pengambilan hak orang lain tetap akan dapat hidup selama masyarakat itu sendiri masih rela dan pasrah menerima.
Satu keyakinan yang selalu ada dalam pandangan etika ialah bahwa pada dasarnya manusia itu baik, politik dalam pandangan etika tidak lebih dari suatu instrument/alat, sama dengan Negara itu sendiri. Hanyalah suatu alat yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia, berada dalam planet bumi, bersandar pada cita-cita bersama.
 Etika sebagai suatu pengetahauan, fungsinya adalah alat membantu menyadarkan orang-orang yang dipercayakan, memegang salah satu tugas pemerintahan, supaya bersedia dan selalu siap siaga melandasi kekuasaanya dengan rasa etik, demikian rasa etik yang dimaksud tidak lain dari etika pancasila.
Etika yang dijiwai oleh falsafah Negara Pancasila, disebut etika pancasila yang meliputi.
Etika yang berjiwa Ketuhanaan Yang Maha Esa, orang yang beretika seperti ini, pada prinsipnya adalah mereka yang percaya akan adanya Tuhan Yang Maha Esa. Artinya mereka yang percaya dan patuh pada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.Â
Mudah kedengarnya, namun berat untuk dipraktekan, apalagi gaung dari Ateisme sedikit mempengaruhi masyarakat Indonesia dengan doktrin yang keliru dan menyesatkan.
Etika yang berprikemanusiaan yaitu etika yang menilai harkat kemanusiaan tetap lebih tinggi dari nilai kebendaan. Praktenya, etika kemanusiaan ini tidaklah dapat membedakan adanya rasialisme, sikap membeda-bedakan manusia berdasarkan warna kulitnya.Â
Segoyanya perbedaan hanyalah keunikan dari ciptaan Tuhan yang tidak mungkin untuk disingkirkan, sebab perbedaan yang ada telah mendarah daging dan melekat pada semua ciptaan-Nya, lalu masikah untuk memperdebatkan perbedaan yang dimiliki oleh bangsa kita sendiri?. Jawabanya ada pada Bhineka Tunggal Ika.