YOGYAKARTA - Deputy Managing Editor Surat Kabar Harian (SKH) Kompas Haryo Damardono berbicara mengenai Jurnalisme Multimedia di Kompas.Id melalui video konferensi bersama mahasiswa S1 dan S2 Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada Rabu Siang (15/04/2020).Â
Hal ini berdampak pada sisi bisnis dari media yang membuat terjadinya perebutan iklan digital sebesar 10-20% oleh 40.000 media daring di Indonesia. Â
Apakah ini akan menurunkan kualitas jurnalistik?
Bila kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme runtuh maka demokrasi juga runtuh. Sebaliknya, makin bermutu jurnalisme dalam masyarakat, makin bermutu pula masyarakat tersebut. --Andreas Harsono-
Pengerjaan berita di era digital ini sangat berbeda dengan zaman dulu. Saat ini, jurnalis tidak hanya menulis, akan tetapi dituntut untuk serba bisa dalam mengambil gambar dan membuat video.Â
Selain itu, jurnalis kini harus mengerjakan berbagai platform media perusahaannya, mulai dari media visual (cetak) hingga media audiovisual (tv). "Ya, ini sesuai dengan konsep yang telah diusung Kompas, yaitu 3M ada Multimedia, Multichannel dan Multiplatform," kata Haryo.
Kompas.id menyajikan berita berkualitas yang terbit di harian Kompas setiap hari dalam platform digital, sedangkan Kompas.com merupakan portal berita daring yang menyajikan berita dengan pemutakhiran terkini.Â
Haryo mengatakan, "Berita di Kompas.Id harus tayang paling lama empat jam setelah proses liputan untuk menjaga keaktualitasannya".
Langkah yang berani dipilih Kompas.Id dalam menciptakan gebrakan baru sebagai surat kabar yang menerapkan model digital subscription pertama di Indonesia.Â
Alasannya, karena media di Indonesia terpengaruh clickbait dengan membuat berbagai macam pemberitaan yang bombastis untuk mendapatkan iklan.
Mereka tak lagi menaruh kepedulian pada kepentingan publik, berita di media daring gratis didominasi oleh berita menarik dan mengesampingkan berita yang penting diketahui publik.