Mohon tunggu...
Kicau Kacau
Kicau Kacau Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Bintang

Seorang petani yang gemar memasak, penikmat petualangan yang gemar pamer foto, pemilik kedai kopi yang gemar menulis, penggemar film yang terobsesi pada Kubrick dan Tarkovsky, belakangan menjadi penikmat dan pecinta bintang. Kontak saya di: hello@ruangwaktu.id Blog: https://ruangwaktu.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Keberhasilan Kebijakan "Ganjil-Genap" di Ruas Tol

22 April 2018   11:36 Diperbarui: 23 April 2018   12:35 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas 18/4/2018

Beberapa bulan belakangan, bak tikus-tikus laboratorium, publik diharuskan ikut dalam percobaan sebuah sistem baru yang diterapkan pada beberapa ruas jalan tol. Kebijakan itu adalah pembatasan kendaraan berdasarkan plat nomor yang mana pada tanggal-tanggal ganjil, hanya kendaraan berplat nomor ganjil yang boleh melintas, sedangkan pada tanggal-tanggal genap kendaraan berplat nomor genaplah yang boleh melintas.

Awalnya percobaan kebijakan ini diterapkan pada satu ruas jalan tol saja, tapi karena dianggap berhasil menurunkan jumlah kendaraan yang melintas, maka kebijakan ini langsung dilanjutkan dan malah di-copy-paste ke beberapa ruas jalan tol lainnya.

Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya percobaan (dan akhirnya pelaksanaan) kebijakan ini ditakar keberhasilannya? Kalau memang takarannya hanyalah bahwa kendaraan yang melintas di ruas-ruas tempat kebijakan ini dilaksanakan dan juga pada jam-jam di mana kebijakan ini diterapkan menurun (bahkan beberapa bilang "drastis") maka menurut saya ukuran tersebut sangatlah naif.

Kebijakan pembatasan kendaraan berdasar plat nomor adalah sebuah paket kebijakan yang tidak berdiri sendiri. Di dalamnya selain pembatasan juga ada penyiapan kendaraan umum "mewah" yang disiapkan di beberapa titik bagi mereka yang mobilnya hari itu kena pembatasan. 

Di titik-titik itu juga konon disiapkan lahan untuk memarkir kendaraan. Idenya memang bagus. Tapi apa iya semudah itu memindahkan cara masyarakat bertransportasi? Apa iya mereka yang belasan tahun terbiasa naik mobil akan dengan mudah beralih ke bus-bus yang tersedia itu?

Ada atau tidaknya kendaraan umum yang akan mengangkut mereka saat pulang beraktivitas saja belum tentu semua tahu.

Sebuah kebijakan sebelum diterapkan tentu memerlukan sosialisasi. Tanpa sosialisasi yang baik, maka kebijakan itu akan jadi tidak bijak dan malah dianggap menyusahkan masyarakat.

Dalam hal kebijakan "ganjil-genap" ini yang gembar-gembor sosialisasinya paling kencang hanyalah pembatasannya. Itupun dari sejumlah wawancara pada para pengendara, terlihat banyak yang belum mengerti bahkan beberapa mengaku belum mendengar tentang kebijakan ini. Sisi lain bahwa terdapat kendaraan umum yang siap menanti mereka yang hendak beralih ke angkutan umum masih sangat minim sosialiasi. 

Jangan tanya masalah jadwal keberangkatan kendaraan umum yang disediakan dalam paket kebijakan ini, tanyakan saja hal sederhana seperti di mana titik-titik kendaraan umum itu menunggu mereka, maka saya yakin lebih banyak yang tidak tahu daripada yang tahu. Apalagi kalau ditanyakan jadwal kendaraan-kendaraan umum ini akan mengangkut mereka saat pulang nanti. Ada atau tidaknya kendaraan umum yang akan mengangkut mereka saat pulang beraktivitas saja belum tentu semua tahu.

Sumber: Kompas 19/4/2018
Sumber: Kompas 19/4/2018
Menurut saya, apapun kebijakan yang dikeluarkan dalam rangka transportasi di Ibu Kota dan wilayah-wilayah sekitarnya haruslah memakai bingkai berpikir pengalihan cara bertransportasi masyarakat dari kendaraan pribadi (baik mobil maupun motor) ke kendaraan umum.  Dalam bingkai berpikir itulah maka bagi saya kebijakan ganjil-genap hanyalah salah satu cara, bukan tujuan. Karena tujuannya haruslah tetap pada beralihnya masyarakat pemakai kendaraan pribadi ke angkutan umum. 

Jangan-jangan kebijakan ini hanyalah membuat para pemakai kendaraan pribadi berangkat lebih pagi alias memindahkan jam kemacetan  atau membuat para pemakai kendaraan pribadi mencari-cari jalan alternatif demi menghindari ruas jalan yang dibatasi alias memindahkan lokasi kemacetan.

Karenanya, menilai keberhasilan penerapan kebijakan "ganjil-genap" haruslah dengan melihat berapa banyak orang yang benar-benar beralih dari kendaraan pribadi mereka ke kendaraan umum. Hitunglah berapa banyak mobil yang biasanya melintas di jalan itu, lalu lihat berapa yang sekarang melintas saat ruas jalan itu dibatasi, bandingkan dengan berapa banyak mobil yang kemudian terparkir di titik-titik tersedianya kendaraan umum, dan berapa pula orang yang naik ke kendaraan umum itu. 

Bila tak sebanding, maka jangan-jangan kebijakan ini hanyalah membuat para pemakai kendaraan pribadi berangkat lebih pagi alias memindahkan jam kemacetan  atau membuat para pemakai kendaraan pribadi mencari-cari jalan alternatif demi menghindari ruas jalan yang dibatasi alias memindahkan lokasi kemacetan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun