Terdapat beberapa hadis dalam setiap kisah Hikayat Prang Sabi yang tak sempat penulis jelaskan semua dalam artikel ini. Jika melirik lebih dalam lagi, status hadis-hadis yang terdapat dalam Hikayat Prang Sabi masih banyak yang berstatus dha'if dan bahkan dapat dihukumi sebagai hadis maudhu'. Menurut penulis, rakyat Aceh sebagai pembaca/pendengar tidak memperdulikan terhadap status hadis tersebut, namun lebih melihat kepada siapa sosok orang yang menyampaikanya.
Seperti kita ketahui bahwa Tengku Chiek Pante Kulu merupakan seorang ulama karismatik Aceh, rakyat Aceh lebih percaya pada apa yang ia sampaikan. Ditambah lagi pengarang menjelaskan dan menafsirkan teks hadis tersebut dengan menggunakan bahasa Aceh yang memudahkan masyarakat untuk memahami dan mengingat apa yang disampaikannya. Pengaruh pensyarah sangat menonjol, orang tidak mau tau hakikat isinya tapi lebih kepada orang yang menyampaikannya.
Melalui konteks sejarah, jika dianalisis lebih dalam pesan yang ingin disampaikan teks hadis dalam Hikayat Prang Sabi berpacu pada satu tujuan yaitu menegakkan nilai-nilai Islam yang sudah diatur oleh Allah Swt yang mengisyaratkan seorang hamba untuk mengorbankan dirinya baik itu nyawa maupun harta yang dimilikinya di jalan Allah. Inilah pesan atau ajaran yang ingin disampaikan oleh teks dan hadis berbasis jihad.
Pada akhirnya kita menyadari bahwa masih banyak hal yang harus kita telusuri dalam karya sastra legendaris ini. Jika dulu Tengku Chiek Pante Kulu telah menyumbang sebuah hikayat untuk membangkitkan semangat perang, kini saatnya kita yang membangkitkan kesadaran untuk mengenang karya sastra legendaris ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H