Optimisme Dalam Membangun Negara
Dewasa Ini, terdapat berbagai macam persoalan di negeri Ini diantaranya: soal daya beli yang menurun, pekerjaan yang makin sulit didapat atau dipertahankan, isu tenaga kesenjangan yang makin lebar ditambah isu tenaga kerja asing; berkurangnya rasa aman; korupsi, kriminalitas, narkoba dan perilaku seks bebas yang terasa ada dimana-mana; penegakan hukum dan keadilan yang hanya tajam untuk golongan tertentu saja, maraknya tenaga kerja asing dan seterusnya.
"Tapi berkeluh kesah saja tidak menyelesaikan persoalan. Saya ingat ungkapan yang pertama kali muncul tahun 1907 dari William L. Watkinson, jauh lebih baik menyalakan sebatang lilin, daripada mengutuk kegelapan." tegas AHY dalam suatu kesempatan.
Dalam pendidikan dan penugasan militer dahulu, AHY menegaskan bahwa beliau belajar dan berlatih untuk optimis dalam menghadapi kondisi sesulit apapun, yang bahkan mungkin nyaris tidak mungkin. Pengalaman, yang dibuktikan berbagai riset, menunjukkan bahwa optimisme merupakan faktor penting, yang membedakan pemenang dari pecundang. Sebaliknya, optimisme menimbulkan kemauan, dan kemauan membuka jalan. Seperti kata ungkapan yang masyhur: dimana ada kemauan, di situ ada jalan.
"Kita adalah bangsa yang besar, bangsa yang besar harus memiliki optimisme," kata AHY di depan lebih dari seribu mahasiswa dan civitas akademika Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh Utara, "Kualitas orang diukur ketika dia gagal dan seberapa cepat dia bangkit seberapa cepat dia move on dan terus maju ke depan." Sambung AHY.
Bermimpi dan berusaha realisasikan sesuai bidang dan keahlian masing-masing
Dalam berbagai kesempatan, AHY selalu menganjurkan agar anak-anak muda Indonesia berani bermimpi besar dan kemudian berikhtiar keras mewujudkannya. Jika mimpi saja tidak berani, bagaimana kita akan melakukan lompatan-lompatan besar untuk menuju puncak pencapaian? Sejarah mengajarkan pada kita bagaimana kejadian-kejadian yang mengubah arah sejarah atau bahkan peradaban manusia, seringkali dimulai oleh mimpi yang dianggap mustahil.Â
Mulai dari penemuan listrik, pesawat terbang, telepon, hingga berakhirnya perbudakan, kolonialisme, yang diikuti oleh kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah. Tanpa mimpi para Bapak Bangsa kita, niscaya tanggal 17 Agustus 1965 kita belum akan memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Mimpi besar kita semua, Indonesia emas tahun 2045," kata AHY di depan ribuan mahasiswa/i di Universitas Hasanudin, Sulawesi Selatan, bulan Oktober 2017 lalu. "Tentu ini diawali dari hal--hal kecil, tidak mungkin mimpi besar akan terjadi begitu saja. Kita harus bekerja keras, work hard, untuk bisa mewujudkannya. Mulai step by step, dari yang kecil kemudian yang besar, dan ketika dalam perjalanan itu dalam perjuangan dan prosesnya, kita menemui kegagalan seperti ketika saya gagal dalam pilkada Jakarta yang lalu, jangan pernah putus asa, never give up." sambung AHY.
AHY melanjutkan, bahwa anak muda harus berani, berani untuk mengambil keputusan yang besar. Berani untuk menghadapi tantangan dan konsekuensi. Berani untuk menghadapi kegagalan dan kekalahan. Tapi yang paling penting dari itu semua adalah, berani untuk bangkit kembali dari jatuh kita, move on dan maju terus ke depan. Dream big, work hard, never give up.
Kapasitas Intelektual dan Kepemimpinan Efektif dalam Rangka Pembangunan Karakter
Setelah tahu potensi yang bisa kita raih untuk mencapai Indonesia Emas 2045, para anak muda ini rata-rata kemudian bertanya, apa yang mesti mereka siapkan untuk bisa menyongsong peluang ini? Studi apa yang harus mereka tempuh? Teknologi apa yang mesti mereka kuasai? Dan seterusnya. Menurut AHY, ada beberapa yang hal lebih mendasar dari semua itu, yang mesti dikuasai anak-anak muda guna mengawaki Indonesia menuju kejayaannya, antara lain:
Kapasitas intelektual: merupakan kemampuan untuk cepat belajar dan beradaptasi dengan perubahan, karena sekarang kita hidup dalam era perubahan. Ada banyak hal baru, pengetahuan baru, pekerjaan baru dan tantangan-tantangan baru yang 10 atau bahkan lima tahun lalu belum terlihat, misalnya soal big data, bussiness intelligence, kecerdasan buatan, teknologi robotik, internet of things (IoT), rekayasa genetik, mobil otonom dan lain-lain.
Sulit mengharapkan sistem pendidikan yang ada sekarang untuk beradaptasi secepat perkembangan zaman. Cara yang lebih praktis adalah membekali diri dengan kemampuan untuk dengan cepat belajar hal-hal baru dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Internet menyediakan sumber pembelajaran yang luar biasa, termasuk akses belajar dan akses perpustakaan ke universitas-universitas top dunia, dengan biaya sangat murah atau bahkan gratis. Ponsel cerdas yang kita genggam sekarang punya kemampuan komputasi yang jauh lebih kuat ketimbang super computer yang digunakan untuk mendaratkan manusia di bulan. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak membangun kemampuan swa-belajar (self-learning) guna terus menyesuaikan diri.
Kepemimpinan yang Efektif: Tidak mungkin Indonesia bisa mencapai kejayaannya tanpa kepemimpinan yang efektif, melibatkan seluruh komponen bangsa. Memang lebih mudah mengucapkannya, ketimbang mempraktekkannya, apalagi dalam situasi sekarang, saat dinamika perubahan muncul dari segala penjuru, terjadi 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 'berkat' teknologi.
Kita membutuhkan kepemimpinan yang visioner, yang mampu melihat masa depannya, peluang dan tantangan. Selain itu penting kemampuan untuk mewujudkan itu semua menjadi langkah-langkah nyata. Kepemimpinan belumlah efektif jika baru masih di atas kertas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H