Kemarin saya sudah menayangkan sebuah tulisan berisi argumentasi literer bahwa tokoh di balik akun Pakde Kartono bukanlah seorang lawyer. Juga, saya tidak melihat skill retorika seorang pengacara – apalagi ngakunya pengacara ternama – termasuk pengetahuan hukum yang sama sekali tidak melebih pengetahuan umum masyarakat mengenai hukum dalam seluruh tulisan di akun Pakde Kartono.
Dari aspek argumentasi legal (legal argumentation) sendiri memperlihatkan kejanggalan serius di dalam isi klarifikasi di akun Pakde Kartono bahwa dirinya adalah seorang pengacara ternama. Dalam klarifikasinya, dikatakan bahwa ia mengajak kliennya (Gayus Tambunan) untuk makan siang di restoran di mana ia sebelumnya telah membuat janji dengan Vita Sinaga dan Ifani.
Membaca klarifikasi di atas, saya langsung mempertimbangkan dua kemungkinan. Pertama, jika benar ia adalah seorang pengacara, maka ia adalah pengacara yang bertindak bodoh. Bertindak bodoh karena ia mengetahui bahwa meskipun seorang narapidana dapat meninggalkan Lapas untuk urusan-urusan tertentu (UU No. 12 Tahun 1995), namun di dalamnya tidak terasumsikan bahwa narapidana tersebut dapat melakukan kegiatan “anomali” semisal makan di area publik.
Tidak diperbolehkannya seorang narapidana makan di area publik dapat dideduksi dari isi UU di atas sendiri mengenai “kehilangan kemerdekaan” sebagai “satu-satunya penderitaan” (pasal 5 huruf f) bagi seorang narapidana. Ia memiliki hak perdata untuk makan sebagai bagian dari penghormatan terhadap kemanusiaannya, namun ia kehilangan kemerdekaannya untuk makan di mana saja ia sukai atau di area publik (tempat makan orang-orang yang merdeka).
Di samping itu, membawa Gayus Tambunan untuk makan di area publik merupakan pelecehan terhadap rasa keadilan masyarakat!
Itulah sebabnya, beberapa pegawas Lapas Sukamiskin menerima sanksi dan Gayus Tambunan sendiri harus diisolasi di Lapas Gunung Sindur.
Tetapi karena ia mengaku sebagai pengacara ternama, maka secara logis (berdasarkan the principle of charity) saya harus memberikan benefit untuk “keternamaannya” dengan menolak bahwa ia bukanlah seorang pengacara yang bodoh. Tetapi karena ia bertindak bodoh seperti argumentasi di atas, maka ia kemungkinan besar bukanlah seorang lawyer. Dan ini mengantar kita kepada poin yang kedua, yaitu ia adalah Gayus Tambunan namun karena di ingin “menyelamatkan” Ifani dan Vita Sinaga maka ia sekadar ngaku-ngaku sebagai pengacara. Poin ini men-cover seluruh bukti-bukti yang ada:
- Poin ini menjelaskan secara masuk akal mengenai foto Gayus Tambunan bersama Ifani dan Vita Sinaga;
- Poin ini mencakup keseluruhan fakta yang ada: foto bareng di atas, artikel kopdaran Ifani disertai foto pamer jam tangan; penghapusan seluruh artikel Ifani; menghilangnya Ifani dan Vita Sinaga (walau Vita masih gentayangan untuk vote sejumlah artikel).
- Poin ini secara powerful menjelaskan ketiadaan skill retorika dan pengetahuan seorang lawyer dalam seluruh tulisan Pakde Kartono hingga kini (entah nanti dia bayar pengacara benaran untuk menulis!)
- Poin ini juga terhindar seratus persen dari jebakan ad hoc explanation.
Dalam area pembuktian, para pakar dalam berbagai bidang (sejarah, logika, dll.) menyatakan bahwa sebuah gagasan atau klaim dikatakan tidak terbantahkan jika memiliki:
- Explanatory scope (cakupan penjelasannya mencakup seluruh bukti-bukti yang ada);
- Explanatory power (memiliki kekuatan logis untuk menjelaskan setiap bukti yang ada);
- Plaussibility (masuk akal untuk diterima berdasarkan bukti-bukti yang ada).
- Dan less ad hoc (tidak mengandung unsur ad hoc).
Berdasarkan argumentasi di atas, saya percaya bahwa Gayus Tambunan merupakan tokoh di balik akun Pakde Kartono dan klaim ini merupakan klaim yang tidak terbantahkan karena memenuhi empat kriteria penyelidikan berbasis bukti-bukti di atas!
Implikasinya, pengakuan Vita Sinaga yang membenarkan bahwa Pakde Kartono adalah seorang lawyer merupakan sebuah pengakuan lancung yang sebutan lainnya adalah kebohongan!
Dan tanpa menyalahkan Pepih Nugraha, klarifikasi Pepih Nugraha berdasarkan tulisan klarifikasi di akun Pakde Kartono maupun pengakuan Vita Sinaga (Kompasiana TV, 21/09/2015), merupakan sebuah klarifikasi berbasis informasi yang tidak benar.
Apakah tokoh jurnalis idola saya, Pepih Nugraha, telah kehilangan daya kritisnya – sebuah kemampuan dasar yang menjadi kebanggaan setiap jurnalis? Entahlah! Yang pasti, bagi saya, tidak terbantahkan lagi bahwa Gayus Tambunan adalah pemilik akun Pakde Kartono dan Admins harus segera memberedel akun tersebut atas nama komitmen terhadap anti korupsi dan kesadaran hukum di bawah kedaulatan NKRI.
Salam hormat; love you all!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H