Jika demikian, beberapa poin kritisnya adalah:
- Menurut konteksnya, dan juga menggunakan the principle of charity, argumentasi HB tidak boleh sekadar dipahami semata-mata merujuk kepada niat (yang bersifat batiniah dan tentu tidak bisa dibuktikan), melainkan niat yang sudah ada indikasi permulaannya.
- Jika begitu, apakah "tindakan awal" di atas sudah dapat tergolong sebagai perbuatan materil yang menjadi poin argumentasi EA atau tidak?
- Untuk rekan EA: atas inferensi logis yang bagaimanakah Anda mengklaim bahwa RAPBD itu harus disetujui terlebih dahulu baru boleh disebut mengandung pelanggaran hukum di dalamnya? Saya belum melihat argumen Anda untuk klaim krusial dari posisi Anda ini.
- Argumen rekan EA yang dalam bantahannya terhadap bantahan HB yang menyatakan bahwa tidak ada unsur niat yang di atur dalam UU Tipikor yang mendukung poin HB, sebenarnya merupakan klaim yang tidak perlu. Klaim ini tidak memperhitungkan argumen HB mengenai "niat" dan sinonim-sinonimnya seperti yang sudah dicantumkan di atas.
- Saya kira, CMIW, rekan HB mengasumsikan teori conditio sine qua non dalam legal argumenation maupun logical argumenation yang belum diperhitungkan dalam bantahan-bantahan rekan EA terhadap HB.
Demikian review dan sejumlah catatan kritis saya untuk dipertimbangkan  oleh kedua Kompasianers di atas jika masih ingin melanjutkan perdebatan. Ditunggu lanjutannya!
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!