Saya ada beberapa catatan penting untuk Armand terkait isi tulisannya:
- Saya tidak menafikan teori psikologis yang secara spesifik digunakan Armand sebagai lensa untuk membedah sikap Ahok. Saya percaya teori tersebut bermanfaat.
- Namun, saya percaya Arman mengaplikasikan teori tersebut secara salah dalam konteks Ahok. Misalnya, dalam konteks rapat mediasi kemarin. Saya menonton rekaman rapat tersebut dari awal hingga selesai dan mendapati bahwa pada penghujungnya, Ahok memang sudah dipersilakan oleh pimpinan rapat untuk berbicara. Awalnya Ahok menjelaskan dengan nada normal membantah tudingan "diskriminasi" yang dilontarkan oleh Haji Lulung sebelumnya. Sementara berbicara, berkali-kali Haji Lulung memotong pembicaraan Ahok disertai tantangan terhadap Ahok: "Ini hasil pembahasan. Mau sewenang-wenang atau pake hukum." Tantangan ini beberapa kali coba ditepis oleh Ahok dengan beberapa ujaran "betul..betul..betul". Tetapi Haji Lulung terus memprovokasinya dengan memotong-motong pembicaraan dan tantangan yang sama. Ahok pun bersuara keras meminta Walikota untuk berbicara soal UPS yang kemudian langsung berujung kisruh.
- Terkait poin di atas. Armand tidak konsisten dengan mengarahkan pisau bedahnya hanya kepada Ahok sementara mengabaikan Haji Lulung yang tidak beretiket memotong giliran berbicaranya Ahok berkali-kali dengan nada menantang.
- Juga Armand lupa bahwa teriakan itu bukan teriakan yang out of context. Ahok menaikan suaranya, tetapi substansinya adalah meminta testimoni Walikota untuk membantah Haji Lulung bahwa itu "hasil pembahasan"
- Saya tidak setuju dengan solusi Armand di atas yang bagi saya tidak ada bedanya dengan mengatakan hal bohong kepada anak. Saya justru menganjurkan untuk mengatakan apa adanya kepada anak sambil memberikan pemahaman bahwa ada hal substansial yang sedang dibicarakan dan itu dapat saja melibatkan emosi. Dan dalam konteks seperti itu terdapat strong human dimension yang tidak dapat kita tuntut untuk menjadi setara dengan malaikat tanpa emosi di sana. Anak tidak perlu dicekoki dengan solusi manipulatif yang diusulkan Armand. Anak harus diajarkan untuk berhadapan dengan realitas kehidupan yang sesungguhnya dan dengan informasi yang otentik!
Kisruh itu sendiri adalah bagian dari kerja!
Tidak masuk akal untuk orang berujar: "Kalau ribut terus kapan kerjanya?" Ini digarisbawahi dalam tulisan Ryan. Ujaran seperti ini mungkin benar dalam konteks yang lain tapi tidak dalam konteks kisruh Ahok vs DPRD. Justru kisruh sekarang adalah bagian dari kerja itu sendiri. Ahok sedang menjalankan tugasnya sebagai seorang pejabat pemerintahan yang tidak menginginkan ada dana siluman di RAPBD. Dan itu harus dilihat sebagai bagian dari kerja.
Asumsi-asumsi terkait penggunaan kata-kata negatif, sudah saya bahas pada tulisan saya yang linknya ditautkan di atas. Di sini, saya ingin menggarisbawahi lagi sebuah gagasan yang juga sudah sering saya tandaskan. Jangan fokus pada pohonnya lalu kehilangan hutannya. Hal-hal detail semisal yang disorot kedua Kompasianers di atas adalah hal-hal yang non esensi dalam kisruh ini bahkan kontribusinya minim untuk kisruh ini. Esensi dari kisruh ini adalah perjuangan untuk menolak upaya-upaya memasukkan dana menggelembung ke dalam RAPBD. Dan ini, saya kira yang perlu menjadi fokus kita bersama.
Berhentilah menjadi orang yang kelewat sopan padahal sopan-santun Anda tidak pada tempatnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H