Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Hindari Sesat Pikir Subjektivisme dalam Membangun Opini Publik - Catatan Kritis Untuk Penulis UGM

26 Februari 2014   17:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:27 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita ketahui bersama, akun "Penulis UGM" menayangkan sebuah [atau mungkin: satu-satunya] tulisan di Kompasiana untuk "menghantam" integritas Anggito Abimayu yang berujung pengunduran diri Abimayu. Secara pribadi, saya menyatakan salut untuk kejelian dan keberanian Penulis UGM dalam menyingkap plagiarisme yang dilakukan oleh Abimayu. Tentu darinya, kita sekalian beroleh pelajaran berharga, entah itu bersifat introspektif, maupun dorongan untuk berkarya secara orisinil.

Tetapi, saat mencermati tulisan Penulis UGM secara keseluruhan, saya mendapati bahwa maksud baik dan hasil baik yang dicapainya, tidak didukung oleh standar integritas yang sama yang ia sedang gugat dari isi tulisan copasan Abimayu. Saya tidak menyatakan bahwa Penulis UGM melakukan copas sebagaimana Abimayu. Term "integritas" itu sendiri memiliki cakupan pengertian yang sangat luas (lih. definisinya di sini), di dalamnya tercakup juga integritas dalam hal mengemukakan penalaran yang sehat. Bahkan menurut T. Edward Damer, penalaran yang fallacious merupakan salah satu bentuk imoralitas [Attacking Faulty Reasoning, 6]. Dan by definition, imoralitas - sebagaimana kasus Abimayu - itu mutually exclusive dengan integritas.

Saya sengaja mengutip Dalmer di atas, karena omelan Penulis UGM pada paragraf awal tulisannya merepresentasikan sebuah penalaran yang fallacious dan akan saya perlihatkan di bawah ini.

Tulisan Penulis UGM diawali dengan semacam omelan yang ia tujukan kepada Kompas bahwa Kompas lebih tergiur melihat gelar para akademisi ketimbang isi tulisan mereka. Menurut Penulis UGM,

... tulisan para akedemisi bikin pusing, membosankan, kaku dan sering tidak kontekstual dengan kebutuhan dan permasalahan sehari-hari (di masyarakat & negara).

Dengan kata lain, tulisan para akademisi dianggap tidak memiliki relevansi dengan kehidupan ini. Singkatnya, teoritis tapi tidak memiliki nilai praktis. Maka, ia mempertanyakan kebijakan Kompas untuk lebih "tergiur" mempublikasikan tulisan-tulisan para akademisi ketimbang para penulis non akademisi.

Terlepas dari akurat atau tidaknya penilaian Penulis UGM terhadap kebijakan Kompas tersebut, namun penilaian Penulis UGM terhadap natur dari tulisan para akademisi seperti yang terekspresi dalam kutipan di atas hanyalah sebuah klaim tanpa argumen. Dan klaim tanpa argumen ini justru memperlihatkan bahwa Penulis UGM mengasumsikan sebuah standar subjektif, di mana Penulis UGM merasa [bisa juga diganti: menilai, menganggap]bahwa tulisan para akademisi demikian maka memang demikianlah tulisan para akademisi tersebut. Ini adalah fallacy of subjectivism. Sadarkah Anda, bahwa hal-hal yang "praktis" bagi kehidupan ini, sebenarnya bila dipaparkan justru bagi kita yang menikmati manfaatnya akan merasa "ngomong apa sih nih orang". Contoh sederhana, saat ini saya mengetik menggunakan sebuah laptop. Katakanlah, salah seorang programer diminta memaparkan sistem kinerja program yang saya gunakan sekarang. Sangat mungkin saya akan pusing dan merasa orang ini ngomong atau menulis sesuatu yang tidak relevan bagi saya padahal pada saat yang sama saya menikmati hasil praktis dari "omongan" yang saya anggap "bikin pusing, tidak relevan, dan kaku" itu. Saya pusing dan merasa itu adalah tulisan atau omongan yang kaku karena memang subjek itu bukan bidang saya dan saya tidak menguasai bidang itu, tetapi itu akan menjadi fallacious kalau karena saya tidak tertarik, tidak mengerti, dan menganggapnya kaku, maka saya menilainya tidak kontekstual dan tidak relevan. Hal inilah yang dilakukan oleh Penulis UGM dalam omelannya di paragraf awal tulisannya.

Jadi, sekalipun saya setuju dengan maksud baik dan hasil baik dari Penulis UGM yang membawa ke hadapan kita sebuah pelajaran berharga dan bermanfaat, namun atas dasar argumen di atas, saya menganggap bahwa Penulis UGM sendiri perlu dikritisi, khususnya dalam hal omelan subjektifnya yang berkesan ofensif terhadap kebijakan Kompas.

Terima kasih; Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun