Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon, Sang Debator Jempolan!

4 Juni 2014   06:07 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1401814879996358297

Bagaimana pun juga, ketiga "sumber" di atas secara logis harus diasumsikan kredibel. Karena secara umum, kita memiliki acuan untuk mengasumsikan kredibilitas sumber-sumber ini. Jadi, beban pembuktian (burden of proof) untuk membuktikan ketidakhandalan sumber-sumber ini, bukan ada pada pihak Sirait, melainkan ada pada pihak Fadli Zon. Dengan kata lain, Fadli Zion meracuni sumber-sumber ini dengan membalikkan asumsi seakan-akan Sirait harus memberikan bukti bagi kredibilitas ketiga "sumber" di atas untuk dijadikan sebagai acuan berargumen (shifting the burden of proof fallacy).

Keempat, Fadli Zon menganggap Jokowi itu pemimpin yang ambisius karena belum menyelesaikan tugasnya di Jakarta tetapi sudah menginginkan tugas yang lain (presiden). Sirait mengingatkan bahwa justru Gerindra yang mendukung Jokowi sebagai Gubernur Jakarta ketika ia masih menjabat sebagai walikota Solo untuk periode yang kedua.

Argumen Fadli Zon di atas mengacu kepada kriteria yang ia ciptakan sendiri mengenai "ambisius", yaitu "menyelesaikan masa jabatan". Konklusi implisitnya adalah Jokowi ambisius karena belum menyelesaikan masa jabatannya di DKI namun sudah menginginkan posisi Presiden. Dan ini adalah serangan terhadap karakter Jokowi.

Sayang sekali, kriteria di atas bermasalah dalam tiga hal:


  1. Kriteria yang diciptakan Fadli Zon di atas menjadi bumerang bagi Gerindra sendiri karena faktanya, Jokowi didukung oleh Gerindra ke Jakarta tatkala Jokowi masih menjabat sebagai walikota Solo untuk yang kedua kalinya. Sirait benar bahwa ini kriteria yang inkonsisten! Tetapi, inkonsistensi dari kriteria itu belum membuktikan bahwa kriteria itu salah! Misalnya, saya menyatakan "Jangan mencuri", padahal saya mencuri, itu berarti saya tidak konsisten. Tetapi, ketidakkonsistenan saya tidak membuat pernyataan saya mengenai jangan mencuri itu salah!
  2. Ketika diserang inkonsisten oleh Sirait, Fadli Zon mengubah kriteria di atas dari "menyelesaikan masa jabatan" menjadi "menyelesaikan masa jabatan yang pertama" [ini implisit dari jawaban Fadli]. Artinya, dengan mengubah definisi ini, Fadli Zon ingin melepaskan diri dari inkonsistensi pada poin pertama di atas! Sayangnya, dengan mengubah cakupan kriteria itu, Fadli Zon telah melakukan sebuah sesat pikir bernama ekuivokasi. Sesat pikir ini terjadi, ketika seseorang berargumen dengan mengubah definisi awalnya hanya untuk mencocokkan dengan posisinya sendiri.
  3. Tidak ada alasan objektif untuk menjadikan kriteria "menyelesaikan masa jabatan" sebagai acuan untuk menilai karakter Jokowi. a) Tidak ada UU yang mendukung kriteria tersebut; b) pencapresan Jokowi bukan semata-mata keinginan Jokowi tetapi keinginan masyarakat yang melihat kinerja bagus Jokowi baik di Solo mau pun di Jakarta. Artinya, perihal pencapresan Jokowi tidak boleh semata-mata dilihat sebagai sebuah keinginan pribadi! Dengan kata lain, Fadli Zon menciptakan sebuah kriteria palsu (false criteria). Dan kebetulan sekali kriteria palsu ini juga memiliki tempat dalam jejeran sesat pikir dengan nama yang sama yaitu false criteria fallacy.


Nah, sekarang mengapa saya memberi judul: Fadli Zon Debator Jempolan? Jelas beliau adalah debator jempolan! Jempolan dalam hal melakukan banyak sesat pikir dalam satu sesi perdebatan. Itulah sebabnya, saya sangat setuju bahwa Fadli Zon seorang cerdas yang membungkam Maruar Sirait (bnd. tulisan ini). Betul sekali, Fadli Zon cerdas dan jempolan dalam hal mengggunakan argumen-argumen fallaious! Dan entah bagaimana caranya saya bisa membuktikan kesetujuan saya bahwa Fadli Zon adalah orang yang cerdas yang membungkam Maruar Sirait, ketika orang yang cerdas ini jempolan dalam hal melakukan sesat pikir!

Anda paham sekarang mengapa saya menjuluki Fadli Zon debator jempolan? Kalo belum juga gpp.

Ya udah, gitu aja. Selamat malam; Salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun