Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Bu Susi Merokok" di Mata Feminisme; Hati-hati, Anda Bisa Ditelanjangi!

30 Oktober 2014   13:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:11 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="562" caption="http://chsaplitprideandprejudice.weebly.com/"][/caption] Sejarah munculnya feminisme bisa ditelusuri hingga abad ketujuh belas di Perancis. Dalam perkembangannya hingga kini, feminisme bukanlah sebuah mashab yang monolitik. Ia beragam, penuh warna, serta plural dalam intonasinya. Namun, secara umum, bisa dikatakan bahwa feminisme berurusan dengan perjuangan demi "pembebasan wanita" (liberation of women) dari penindasan (oppresion) kaum pria (patriachy) serta kesetaraan (equality) kaum wanita dan pria dalam segala lini kehidupan ini. Meski di negara-negara Barat suara feminisme sudah sangat kencang bahkan bisa dikatakan telah merembes masuk ke dalam berbagai disiplin ilmu serta kebijakan-kebijakan publik, namun di Indonesia suaranya masih terdengar samar. Memang, sudah ada sebuah yayasan yang mengusung perjuangan feminisme bahkan menerbitkan jurnal serta literatur-literatur feminisme dalam bahasa Indonesia. Namun ia belum mendapat tempat yang sangat strategis, bisa dikatakan begitu, di Indonesia. Umumnya, bukan hanya kaum awam, kaum akademisi pun belum mengenal baik mashab ini. Itulah sebabnya, saya sengaja memberikan introduksi singkat di atas sebelum mencoba melihat isu Bu Susi merokok (sebagai wanita Indonesia) yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan. Sebagai penegasan, saya melihat sejumlah aspek yang perlu dibenahi dalam tatanan masyarakat sebagai kontribusi positif dari mashab ini. Tetapi saya bukan penganut feminisme dalam bentuk spesifik mana pun. Tiga tahun lalu, saya sudah mempublikasikan dua atau tiga artikel yang isinya kritikan terhadap pandangan ini di jurnal-jurnal akademis. Jika saya bukan penganut feminisme, mengapa saya menyorot isu di atas dari perspektif feminisme? Umumnya orang menulis sesuatu sesuai dengan pemahaman yang dianutnya. Tetapi tidak selalu begitu. Pertimbangkan hal ini. Anda tidak memiliki hak intelektual untuk mengkritik pandangan apa pun, kecuali kalau Anda mengetahui dengan baik pandangan tersebut dan mengenal isu-isu fundamental yang menjadi landasan konseptualnya. Anda wajib mempresentasikan ulang pandangan yang Anda kritik dengan setepat-tepatnya. Jika tidak, Anda hanya akan menghasilkan kritikan-kritikan straw man. Saya mengenal baik feminisme. Dan saya, melalui tulisan ini, ingin sekadar memberikan pencerahan, bagaimana pandangan seorang feminis terhadap berbagai kritikan terhadap Bu Susi? Apa yang dikatakan seorang feminis terhadap kritikan-kritikan tersebut? Di sini saya hanya akan fokus pada stigma negatif di sekitar perempuan yang merokok. Radar seorang feminis akan segera berdiri jika Anda menyatakan bahwa "perempuan seharusnya tidak merokok". Mereka bukan hanya bertanya: mengapa seorang perempuan tidak boleh merokok? Lebih fundamental lagi mereka akan bertanya: apa asumsi Anda mengenai PEREMPUAN? Dan mengapa asumsi itu penting untuk teraplikasi dalam kritikan Anda bahwa "perempuan tidak boleh merokok". Dengan sangat gampang seorang feminis akan menelanjangi asumsi Anda mengenai perempuan melalui kritikan Anda di atas. Mereka akan memperlihatkan dengan gamblang bahwa Anda mengasumsikan patriachy (dominasi pria atas wanita), sesuatu yang mutually exclusive (berkontradiksi) dengan perjuangan mereka (lih. paragraf pertama di atas)! Anda percaya bahwa perempuan itu "lemah, harusnya dilindungi, makhluk yang rentan menjadi 'nakal', dsb.". Mereka akan mengucapkan terima kasih kepada Anda sambil mengingatkan Anda bahwa mereka dapat melindungi diri mereka sendiri; mereka setara dengan Anda (kaum pria!) dalam segala aspek jadi Anda tidak perlu GR merasa sebagai pelindung dan pengayom mereka (kaum perempuan)! Dan dari orang-orang seperti Andalah, mereka harus membebaskan kaum perempuan! Tunggu dulu. Apa hubungan paragraf di atas dengan kritikan "perempuan koq merokok!"? Anda belum melihat korelasinya? Untuk membuka mata Anda, coba ajukan pertanyaan ini: Mengapa Anda tidak pernah menyatakan laki-laki koq merokok? Mengapa Anda HANYA dapat menyatakan: perempuan koq merokok? Mengapa Anda tidak pernah mengkritik PRIA karena ia merokok, tetapi Anda membuang banyak waktu untuk mencuap-cuap soal ketidaksetujuan Anda terhadap PEREMPUAN yang merokok? Anda bisa tidak mau mengaku, tetapi Anda jelas mengasumsikan patriachy (dominasi pria atas wanita). Kritikan Anda adalah ekspresi nyata dari hidden assumption itu! Anda adalah penindas kaum perempuan! Maksud saya melalui tulisan ini adalah mengingatkan kita bahwa kritikan di atas terhadap Bu Susi dapat memicu isu gender dan sudah bisa dipastikan, Anda yang mengusung kritikan di atas, akan mencium kanvas pada ayunan pertama dari seorang feminis. Hati-hati!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun