Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pepih Nugraha: "Benar-Tidaknya Analisa, Urusan Belakang"

31 Desember 2014   03:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:08 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Contoh Kasus: Kecelakaan Pesawan Airasia

Pertama-tama saya mengucapkan turut berduka atas para korban kecelakaan pesawat AirAsia pada hari Minggu kemarin. Sekaligus, saya juga mengucapkan terima kasih untuk kerja keras Basarnas serta semua pihak yang sudah terlibat hingga mulai ditemukan serpihan serta sejumlah jenasah korban pesawat naas itu.

Ijinkan saya menggunakan peristiwa ini untuk memperjelas maksud saya di atas. Sebelum ditemukannya pesawat itu, kita hanya memiliki sejumlah serpihan fakta:


  • Nomor penerbangan pesawat naas itu dengan nama seluruh awak dan penumpang; jam penerbangan; dan rutenya.
  • Waktu kontak terakhir antara pilot pesawat naas itu dengan pihak pihak pengawas arus penerbangan bandara;
  • Isi komunikasi dalam kontak terakhir tersebut;
  • Koordinat terakhir dari pesawat naas itu sebelum hilang sama sekali dari pantauan.


Anda bisa menambahkan beberapa fakta lain. Tetapi itu adalah serpiha-serpihan fakta yang di atasnya nanti orang mulai menggunakannya untuk menjawab sejumlah pertanyaan:


  • Apa penyebab kecelakaannya;
  • Di mana lokasi persisnya pesawat itu jatuh;
  • Mengapa ELT pesawat itu tidak memancarkan signal emergensi; dsb.


Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas bisa sangat beragam, bergantung rekonstruksi dan analisis seseorang terhadap fakta-fakta yang ada beserta kemungkinan-kemungkinannya. Tetapi perhatikan satu hal, fakta-faktanya tidak berubah.

Kembali ke Pernyataan Pak Pepih

Sekarang menjadi jelas bahwa pernytaan Pak Pepih di atas sebenarnya tidak perlu disalahpahami sama sekali. Analisis itu memang bisa benar atau tidak benar bergantung perkembangan temuan akan fakta-fakta selanjutnya. Misalnya, dugaan paling umum hingga saat ini adalah bahwa pesawat tersebut mengalami kecelakaan karena menabrak awan berbahaya. Tetapi, ini hanya hasil analisis sementara berdasarkan rekonstruksi terhadap fakta-fakta yang ada serta kemungkinan-kemungkinan yang biasanya menjadi penyebab kecelakaan sebuah pesawat.

Soal Referensi: Waspadai Appeal to Authority Fallacy

Untuk isu-isu yang penting dan cenderung kontroversial, saya memang memilih untuk menulis dengan menyertakan referensi-referensi. Dalam pemilihan serta pencantuman referensi pun kita harus hati-hati untuk tidak jatuh pada appeal to authority fallacy. Kesalahan ini terjadi ketika kita mencantumkan referensi dari non-pakar dalam kaitan dengan isu yang sedang dibahas. Misalnya saya menulis tentang sejarah kelahiran Yesus, referensi-referensi yang saya cantumkan haruslah berasal dari para pakar yang berjibaku dengan studi mengenai the historical Jesus. Kalau saya menggunakan referensi dari para penulis dogmatika atau doktrin, saya justru mem-violate perspektif sejarah menjadi perspektif teologis.

Atau misalnya Anda menulis tentang masalah ekonomi atau politik, sepatutnya ada menggunakan referensi-referensi baku dari para pakar di bidang ini.

Mengapa referensi itu harus berasal dari para pakar yang sebidang dengan isu yang Anda bahas? Karena ada kompleksitas isu di sekitar sebuah isu di mana diasumsikan bahwa para pakar di bidang itu bukan hanya menyadari akan kompleksitas tersebut, namun juga memberikan opini-opini yang representatif dengan memperhitungkan semua kesulitan-kesulitan yang ada. Sumber-sumber non-pakar sering kali terlalu naif plus berngotot ria tanpa memperhitungkan berbagai kesulitan di sekitar sebuah isu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun