Mohon tunggu...
Nararya
Nararya Mohon Tunggu... profesional -

Blog pribadi: nararya1979.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Patung "Berhala" Di Negeri Putri Malu

24 Februari 2015   19:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:35 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya tertarik membaca sejumlah reportase di Kompas.com mengenai polemik patung yang didesain oleh seniman rupa Wayan Winten atas sokongan dana dari Corporate Social Responsibility (CSR), perusahaan pakan ternak PT Sekar Laut Sidoarjo.

Di satu sisi, saya menghargai tafsiran sejumlah ormas Islam di Sidoarjo bahwa patung berbentuk manusia itu pasti merupakan berhala. Itu hak mereka. Setiap pemeluk agama berhak meyakini apa pun yang diajarkan agamanya. Dan di dalam Negara penganut sistem demokrasi ini, setiap warga Negara berhak menyuarakan pendapatnya, tentu dalam koridor yang sepatutnya.

Di sisi lain, berangkat dari prinsip demoktratis di atas pula, mestinya diberi ruang ekspresif yang sama bagi warga Negara lainnya untuk menuangkan karya mereka sepanjang itu tidak bertentangan dengan konstitusi dan UU yang berlaku di Negara ini.

Fenomena yang terlihat di Sidoardjo adalah keyakinan dari sejumlah ormas itu kemudian melahirkan tekanan bagi pemerintah, dan mirisnya, pemerintah Sidoarjo sendiri "pasrah" membiarkan diri ditekan. Ini bagi saya merupakan sesuatu yang memprihatinkan.

Sebenarnya saya agak heran, karena jika protes ketidaksetujuan itu dilakukan secara normal, rasanya tidak mungkin menghasilkan efek "pasrah" pada pemerintah. Kalau sekadar mengungkapkan ketidaksetujuan, tidak logis bagi pemerintah Sidoarjo untuk tidak berkutik dalam mengambil perannya guna mengingatkan setiap pihak untuk secara proporsional menggunakan hak suara dan hak berkarya mereka. Para seniman itu bahkan mengkhawatirkan akan terjadi konflik horizontal jika tuntutan ormas-ormas itu tidak dituruti. Apakah ada ancaman atau setidaknya rasa keterancaman dan pemerintah Sidoarjo melempem bak daun putri malu tersentuh? Entahlah!

Dari aspek logika, saya tidak melihat alasan yang rasional di balik protes sejumlah ormas tersebut. Sekali lagi, mereka boleh percaya bahwa patung berbentuk manusia sempurna itu inherently berhala. Tetapi mereka tidak dapat memaksakan pemaknaan tersebut untuk setiap karya seni dalam bentuk seperti itu ketika karya seni itu memang tidak dimaksudkan untuk tujuan pemberhalaan.

Logika yang dibangun oleh ormas-ormas itu dapat direkonstruksi sebagai berikut:


  1. Ormas-ormas itu percaya bahwa A = berhala;
  2. Seniman membuat A BUKAN sebagai berhala;
  3. Ormas-ormas bersikeras A yang dibuat oleh seniman HARUS bermakna berhala;
  4. Kesimpulan: A yang dibuat seniman = berhala.


Ini logika apa? Speechless! Fenomena semacam ini menjungkirbalikkan seluruh pertimbangan akal sehat. Rumusnya adalah: Klaim + protes + segel. Jika tidak diturut, then what? "Then what" di sini inilah yang saya kira yang dikhawatirkan oleh para seniman di atas termasuk juga pemerintah Sidoardjo yang melempem itu. Bukankah ini adalah rasa keterancaman di dalam sebuah Negara di mana hukum adalah panglima?

Saya tidak melihat alasan kepasrahan pemerintah Sidoarjo yang terkesan membiarkan diri tak berdaya. Apakah karena patung itu belum diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah, maka pemerintah kehilangan peran serta otoritasnya untuk memberikan pembinaan pemahaman kepada ormas-ormas itu agar tidak memaksakan kehendak mereka di sana?

Katakanlah benar bahwa Sidoardjo adalah kota santri, tetapi itu tidak merupakan legitimasi bahwa apa pun yang diupayakan di sana harus disetir oleh ormas-ormas itu agar sejalan dengan ideologi dan keyakinan mereka. Ini sama dengan "warung di dalam warung".

Saya kira, mereka semakin berani bersikap demikian karena pemerintah Negara ini PENGECUT + PERMISIF terhadap ketidakrasionalan sikap ormas-ormas semacam itu.

Maka dengan miris kita mestinya mengakui kenyataan ini bahwa di Negara ini, kalau Anda ingin memperjuangkan kepentingan kelompok Anda, jadilah kelompok yang sensitif, kumpulkan massa, teriak-teriak, ancam lakukan penyegelan (bahkan bila perlu lebih daripada itu), maka pemerintah akan menjadi bak putri malu dan Anda mendapatkan apa yang Anda inginkan.

Inilah satu sisi wajah cantik Negeri bernama Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang terkenal konsisten menerapkan hukuman mati bagi para pengedar narkoba. Presiden yang tidak gentar menghadapi protes dunia internasional, sementara kaki tangannya sendiri bak putri malu di hadapan-ormas-ormas.

Sumber Berita:


  1. Polemik Patung "Berhala" di Sidoarjo, Pemkab Cuma Bisa Pasrah.
  2. Monumen Jayandaru Dibilang Berhala, Seniman Sidoarjo Prihatin.

  3. Monumen Jayandaru Dianggap Berhala, Ormas Islam Tuntut Pembongkaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun