Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bahaya Mengolah Sampah Pampers dan Pembalut Tanpa Komposting

31 Oktober 2024   09:51 Diperbarui: 31 Oktober 2024   12:15 2675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah popok bayi di Pantai Kemiren, Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (26/9/2021). (WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO via Kompas.id)

Pampers dan pembalut memang bisa diolah menjadi benda pakai. Tapi mengolah pampers dan pembalut harus melalui proses yang benar supaya patogen pada kotoran mati. Jangan sampai karena ingin lingkungan bersih, yang terjadi justru pengolah sampah pampers dan pembalut terancam kesehatannya.

Di banyak negara, mengelola sampah didasarkan pada kepentingan kesehatan masyarakat. Sebab, sampah memang sangat bisa menjadi media berkembang biaknya vektor jahat yang kemudian dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu, sampah dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi media berkembangnya penyakit.

Selain itu, tentu pengelolaan sampah didasarkan juga pada kepentingan lingkungan. Supaya lingkungan bersih, sampah yang dapat merusak estetika ruang harus dikelola. Karena sebagus apapun suatu tempat, kalau ada sampah berserakan di situ, maka rusaklah pemandangannya.

Hasil dari mengelola sampah selanjutnya berdampak secara ekonomis. Faktanya, sampah yang dikelola memang bisa dijadikan bahan baku ekonomi yaitu sebagai material bahan baku daur ulang. Maka mengelola sampah akhirnya diupayakan juga karena dapat menambah kesejahteraan masyarakat.

Sungai menjadi tempat buang pampers dan pembalut karena mitos. (Foto: LautSehat.id)
Sungai menjadi tempat buang pampers dan pembalut karena mitos. (Foto: LautSehat.id)

Begitu banyak sampah yang harus dikelola. Untuk sampah anorganik seperti plastik, kardus, kaca, logam dan lainnya, kita sudah tahu bahwa banyak yang sudah mengupayakan daur ulangnya. Sampah organik juga begitu. Telah banyak yang mengupayakan daur ulangnya secara biologis untuk dijadikan kompos atau pupuk organik.

Ada pula sampah yang hingga saat ini masih banyak dianggap sebagai residu. Yaitu, bekas pakai pampers atau popok bayi sekali pakai dan pembalut wanita. Dua sampah ini paling banyak dibuang di tempat sampah secara campur dengan sampah lainnya. Banyak juga dibuang ke sungai atau badan air lainnya. Dan banyak dibuang secara ilegal di tempat sampah ilegal.

Yang terbanyak pampers dan pembalut banyak dibuang ke badan air. Itu karena ada mitos kalau pampers dan pembalut dibuang sembarangan atau bahkan dibakar, maka penggunanya akan merasakan panas terbakar juga di bagian sensitifnya. Maka, pampers dan pembalut banyak dibuang ke sungai supaya adem.

Karena mitos itulah, pampers dan pembalut banyak sekali ditemukan di sungai, pantai, danau dan badan air lainnya. Banyak sungai bisa kita dapati ada peringatan agar orang-orang tidak membuang pampers dan pembalut ke sungai tersebut.

Pampers dan pembalut pemakaiannya kontinyu tanpa pengelolaan sampah yang kontinyu. (Foto: Mojokerto.id)
Pampers dan pembalut pemakaiannya kontinyu tanpa pengelolaan sampah yang kontinyu. (Foto: Mojokerto.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun