Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Bahaya Mengolah Sampah Pampers dan Pembalut Tanpa Komposting

31 Oktober 2024   09:51 Diperbarui: 31 Oktober 2024   12:15 2665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengolahan pampers dan pembalut tanpa proses komposting sangat berisiko bagi kesehatan. (Foto: jatengprov.go.id)

Pampers dan pembalut memang bisa diolah menjadi benda pakai. Tapi mengolah pampers dan pembalut harus melalui proses yang benar supaya patogen pada kotoran mati. Jangan sampai karena ingin lingkungan bersih, yang terjadi justru pengolah sampah pampers dan pembalut terancam kesehatannya.

Di banyak negara, mengelola sampah didasarkan pada kepentingan kesehatan masyarakat. Sebab, sampah memang sangat bisa menjadi media berkembang biaknya vektor jahat yang kemudian dapat mengganggu kesehatan manusia. Oleh karena itu, sampah dikelola sedemikian rupa agar tidak menjadi media berkembangnya penyakit.

Selain itu, tentu pengelolaan sampah didasarkan juga pada kepentingan lingkungan. Supaya lingkungan bersih, sampah yang dapat merusak estetika ruang harus dikelola. Karena sebagus apapun suatu tempat, kalau ada sampah berserakan di situ, maka rusaklah pemandangannya.

Hasil dari mengelola sampah selanjutnya berdampak secara ekonomis. Faktanya, sampah yang dikelola memang bisa dijadikan bahan baku ekonomi yaitu sebagai material bahan baku daur ulang. Maka mengelola sampah akhirnya diupayakan juga karena dapat menambah kesejahteraan masyarakat.

Sungai menjadi tempat buang pampers dan pembalut karena mitos. (Foto: LautSehat.id)
Sungai menjadi tempat buang pampers dan pembalut karena mitos. (Foto: LautSehat.id)

Begitu banyak sampah yang harus dikelola. Untuk sampah anorganik seperti plastik, kardus, kaca, logam dan lainnya, kita sudah tahu bahwa banyak yang sudah mengupayakan daur ulangnya. Sampah organik juga begitu. Telah banyak yang mengupayakan daur ulangnya secara biologis untuk dijadikan kompos atau pupuk organik.

Ada pula sampah yang hingga saat ini masih banyak dianggap sebagai residu. Yaitu, bekas pakai pampers atau popok bayi sekali pakai dan pembalut wanita. Dua sampah ini paling banyak dibuang di tempat sampah secara campur dengan sampah lainnya. Banyak juga dibuang ke sungai atau badan air lainnya. Dan banyak dibuang secara ilegal di tempat sampah ilegal.

Yang terbanyak pampers dan pembalut banyak dibuang ke badan air. Itu karena ada mitos kalau pampers dan pembalut dibuang sembarangan atau bahkan dibakar, maka penggunanya akan merasakan panas terbakar juga di bagian sensitifnya. Maka, pampers dan pembalut banyak dibuang ke sungai supaya adem.

Karena mitos itulah, pampers dan pembalut banyak sekali ditemukan di sungai, pantai, danau dan badan air lainnya. Banyak sungai bisa kita dapati ada peringatan agar orang-orang tidak membuang pampers dan pembalut ke sungai tersebut.

Pampers dan pembalut pemakaiannya kontinyu tanpa pengelolaan sampah yang kontinyu. (Foto: Mojokerto.id)
Pampers dan pembalut pemakaiannya kontinyu tanpa pengelolaan sampah yang kontinyu. (Foto: Mojokerto.id)

Mendaur Ulang Pampers dan Pembalut

Menurut Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) Pasal 15, sampah pampers dan pembalut adalah tanggung jawab produsennya untuk mengelolanya. Namun, sebagaimana sampah-sampah lainnya di Indonesia, produsen kurang atau bahkan tidak bertanggung jawab pada sisa produknya.

Menariknya, ada sejumlah komunitas atau kelompok yang nekat mengolah pampers dan pembalut. Sebagian kecil ada yang mendapat bantuan dari produsen pampers atau pembalut. Sebagian besar lainnya karena kemauan dan kepeduliannya pada lingkungan.

Namun, nyaris semua yang mencoba mengolah sampah pampers dan pembalut itu salah dalam memprosesnya. Mereka mengumpulkan pampers dan pembalut dari masyarakat atau memungut dari sampah yang tercampur. Kemudian, ada yang langsung merobeknya Pampers dan Pembalut yang kotor itu untuk mengambil gel di dalamnya. Kemudian gel itu dicuci dengan sabun supaya bersih.

Ada juga yang mencuci lebih dulu pampers dan pembalut kotor itu hingga bersih, kemudian merobeknya dan mengambil gel di dalamnya. Gel dari dalam pampers dan pembalut itulah yang kemudian diolah dengan dicampur semen menjadi paving blok, pot, asbak, benda pakai lain yang non-food grade dan campuran media tanam.

Pengolahan pampers dan pembalut tanpa proses komposting sangat berisiko bagi kesehatan. (Foto: jatengprov.go.id)
Pengolahan pampers dan pembalut tanpa proses komposting sangat berisiko bagi kesehatan. (Foto: jatengprov.go.id)

Tapi ada juga yang bulat-bulat memasukkan pampers dan pembalut kotor itu ke dalam adonan semen. Campuran itu kemudian dijadikan balok beton atau bola-bola beton untuk keperluan dipasang di taman-taman atau tempat lainnya.

Mengolah sampah pampers dan pembalut dengan cara tersebut sangat berbahaya dan berisiko bagi kesehatan. Sebab, patogen dari pampers dan pembalut saat dipungut dan dibersihkan itu sangat mungkin masih ada dan berkembang. Terutama pampers dan pembalut baru pakai.

Membunuh Patogen dengan Komposting

Banyak orang mempertanyakan bagaimana membunuh patogen di pampers dan pembalut supaya aman diolah. Pernyataan itu belum banyak terjawab. Tapi banyak yang percaya bahwa patogen sudah mati melalui proses pencucian.

Namun, ada cara yang paling efektif untuk membunuh patogen pampers dan pembalut. Memastikan patogen pada kotoran yang ada di pampers dan pembalut mati adalah melalui proses komposting.

Dengan proses komposting yang benar, patogen pada pampers dan pembalut akan mati melalui proses dekomposisi. Patogen akan lemah dan mati setelah melalui proses dekomposisi oleh mikroorganisme dekomposer. Dalam waktu tertentu (tergantung kuantitas pampers dan pembalut) patogen akan mati.

Jika patogen pada pampers dan pembalut sudah mati melalui proses komposting, maka bisa dipastikan aman untuk diolah. Namun, melalui proses komposting ini, sampah pampers dan pembalut tidak bisa lagi diolah menjadi paving blok, asbak, pot bunga, balok beton atau bola-bola beton lagi. Yang paling tepat adalah dikembalikan ke tanah.

Gel yang ada di dalam pampers dan pembalut wanita baru bisa aman dikeluarkan setelah proses komposting. Gel itu pasti sudah menghitam bersama matinya patogen yang bercampur di antara gel. Oleh karena itu, gel itu bagusnya dijadikan campuran media tanam.

Penelitian telah membuktikan bahwa gel pampers dan pembalut bisa menjadi penahan air jika dicampurkan sebagai media tanam. Tapi, sekali lagi gel pampers dan pembalut yang patogennya sudah mati. Karena jika patogennya belum mati, gel yang masih ada patogennya justru merusak tanaman jika dijadikan sebagai campuran media tanam.

Hal ini semoga menjadi perhatian para komunitas atau kelompok pengolah sampah pampers dan pembalut. Terutama produsen pampers dan pembalut supaya bisa melaksanakan tanggung jawabnya pada sisa produknya tersebut.

Kita harus mengakui bahwa pampers dan pembalut sangat bermanfaat bagi manusia. Sehingga, pemakaiannya bisa dipastikan tidak akan berhenti. Oleh karena itu, penggunaan yang kontinyu harus diiringi dengan pengelolaan sampah yang berkelanjutan pula. Supaya manfaat produk tidak berbanding terbalik dengan kerusakan lingkungan yang disebabkan sisa produk tersebut. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun