Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Pemerintah yang Harus Ubah Cara Urus Sampah Bukan Rakyat

14 September 2024   10:19 Diperbarui: 14 September 2024   16:39 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rakyat pasti mau mengelola sampah jika difasilitasi dan diberi insentif sesuai UUPS. (Dokumentasi pribadi)

Produsen yang mau membeli atau lebih lanjut mengelola sampah sisa produk atau kemasannya juga wajib mendapatkan insentif dari pemerintah. Bentuk insentifnya tentu beda dengan insentif untuk rakyat. Bagi produsen insentif yang cocok misalnya kemudahan perizinan, diskon pajak, predikat atau penghargaan bertema lingkungan.

Setidaknya begitulah rincian tanggung jawab bersama dalam pengelolaan sampah. Semua untung dan senang. Tidak seperti sekarang. Di mana hanya rakyat yang dipaksa mengelola sampah. Meski sudah memilah sampah masih diminta bayar retribusi. Sedangkan sampahnya nanti dijual oleh yang mengangkut sampah. Sementara produsen, sama sekali tidak tampak aksi tanggung jawabnya dalam sistem tersebut.

Sekali lagi, kunci perubahan dalam pengelolaan sampah ada pada pemerintah. Kalau pemerintah tidak berubah ya semuanya tidak akan berubah. Rakyat dan produsen jangan diharap tanggung jawabnya. Karena sistemnya tidak ada. Jika rakyat terus dipaksa berubah sementara pemerintah dan produsen tidak berubah, maka yang terjadi adalah banjir sampah. Di mana-mana akan ada sampah.

Pemerintah menjadi kunci perubahan karena di tangan pemerintah kebijakan bisa berubah dan sistem bisa dibangun. Seharusnya bertahun-tahun terakhir sudah jadi pelajaran. Bahwa janji mesin-mesin berteknologi untuk memilah sampah tidak bekerja maksimal. Buktinya, sedemikian banyak program dijalankan dan sedemikian banyak mesin dibeli, nyatanya keluhan TPA overload dan ancaman darurat sampah terus terjadi.

Jangan karena hilangnya fee pengadaan atau pembelian mesin pengolah sampah lingkungan dan masa depan generasi muda dikorbankan. Jangan karena takut kehilangan pendapat asli daerah (PAD) dari retribusi, masalah sampah terus stagnan seperti saat ini. Semua yang hilang itu pasti tergantikan dengan sistem pengelolaan sampah yang benar secara regulasi dan kaidah lingkungan. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun