Namun, pekerjaan menyadarkan rakyat itu hanya sekadar edukasi dan sosialisasi saja. Selanjutnya, pemerintah tetap mengangkut sampah, tetap tidak memfasilitasi pemilahan sampah, tetap memungut retribusi pembuangan sampah, tetap mengangkut sampah, tetap mengelola sampah secara sentralistik, dan tetap mempertahan serta terus memperluas TPA.
Lalu, ketika TPA sudah overload, sudah penuh dan daya tampungnya sudah habis, rakyat yang disalahkan karena tidak sadar mengelola sampah. Para aktivis, akademisi, bahkan bagian-bagian rakyat juga ikut-ikutan menyalahkan rakyat. Sebab, mereka hanya melihat akibat dan bukan penyebab dari masalah sampah. Jika penuding kesalahan itu berdasar pada regulasi dan penyelenggaraan urusan persampahan, mereka akan bertaubat dari menyalahkan rakyat.
Tidak mau dipersalahkan, pemerintah kemudian membuat jargon-jargon membiaskan tanggung jawab. Dikampanyekan bahwa masalah sampah adalah masalah bersama dan tanggung jawab bersama. Produsen juga ikut-ikutan membiaskan tanggung jawab. Mereka yang memproduksi sampah dan seharusnya bertanggung jawab pada sisa produk atau kemasannya, membuat kampanye "sampahmu tanggung jawabmu".
Tidaklah salah bahwa rakyat memang harus ikut bertanggung jawab pada sampahnya. Tapi pemerintah juga harus menyelesaikan tanggung jawabnya. Swasta, pengusaha, dan produsen juga harus menunaikan tanggung jawabnya juga.
Pemerintah Kunci Perubahan Pengelolaan Sampah
Untuk mengejawantahkan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan sampah sebenarnya sangat mudah. Dan itu semua sudah ditegaskan dalam regulasi. Terutama dalam regulasi induk pengelolaan sampah, UUPS.
Diurut dari tanggung jawab rakyat. Rakyat bertanggung jawab untuk mengelola. Yaitu memilah sampah yang ditimbulkannya hasil dari membeli produk yang dibuat oleh produsen. Minimal rakyat bisa memilah sampah ke dalam dua golongan sampah. Sampah organik dan anorganik.Â
Untuk memilah sampah organik dan organik, maka rakyat membutuhkan dua jenis tempat sampah. Trash bag untuk sampah anorganik dan komposter untuk sampah organiknya.
Lanjut, masuk ke tanggung jawab pemerintah. Penyediaan fasilitas pengelolaan sampah untuk pemilahan itu wajib disediakan oleh pemerintah. Itu jelas dinyatakan di UUPS Pasal 13. Bahwa pengelola kawasan wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.
Pengelola kawasan di sini bisa kepala sekolah, rektor, pengasuh pondok pesantren, direktur perusahaan, kepala rumah sakit, manajemen hotel/restoran/apartemen, ketua RT, ketua RW, lurah, camat, bupati, gubernur, hingga presiden. Setiap kawasan pasti ada pimpinannya. Maka dialah yang wajib memenuhi kebutuhan fasilitas pemilahan sampah untuk rakyat.