Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Banyak Edukasi Sampah tapi Tidak Berubah

11 September 2024   20:05 Diperbarui: 12 September 2024   11:37 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Shutterstock/BELL KA PANG via KOMPAS.com)

Pertanyaan murid sekolah itu mestinya bisa menjadi sinyal bagi semua pihak. Terutama pihak-pihak yang selama ini hanya melakukan edukasi dan sosialisasi tentang pengelolaan sampah. Anak-anak sekolah sudah melihat ketidakseriusan dari kegiatan edukasi tersebut. 

Selama ini masyarakat sering dipersalahkan karena tidak kunjung berubah perilakunya pada sampah. Padahal sudah sering diedukasi dan disadarkan melalui seminar dan kegiatan lainnya. Menyalahkan masyarakat karena tidak mengelola sampah secara regulasi jelas keliru.

Dalam pasal 13 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) sudah jelas bahwa penyediaan fasilitas pengelolaan sampah dilakukan oleh pengelola kawasan.

Siapa pengelola kawasan itu?

Rujukannya adalah pemerintah. Baik itu Pemerintah RT, RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi hingga Pemerintah Pusat. Jika pemerintah telah menyediakan sistem yang di dalamnya ada regulasi, fasilitas, pembiayaan, kelembagaan, dan bisnis, maka perilaku masyarakat pun akan berubah pada pengelolaan sampah. 

Warga Jepang Memilah Sampah Manual 

Jawaban untuk pertanyaan kedua. Jepang adalah negara yang sangat serius mengelola sampah. Berdasarkan literatur, Jepang sangat serius karena menjadikan sampah sebagai bahaya bagi kesehatan. Keberadaan sampah dinilai sebagai sumber berkembangnya vektor jahat yang bisa merusak kesehatan warga. 

Jika warga Jepang sakit, maka produktivitas menurun. Jika produktivitas menurun, ekonomi lemah. Kelemahan ekonomi akan menyebabkan masalah yang lebih besar lagi bagi Jepang. Oleh karena itu, sampah harus diurus dengan serius.

Menurut orang Jepang yang saya kenal dan orang Indonesia yang lama tinggal di Jepang, di sana tidak ada teknologi pemilahan sampah. Sampah dipilah di setiap rumah di Jepang. Orang Jepang membeli dua kantong sampah di toko-toko dekat rumah mereka. Satu kantong untuk wadah sampah anorganik, dan satu kantong lagi untuk wadah sampah organik.

Pengangkutan sampah di Jepang ada jadwalnya. Ada waktu untuk khusus mengangkut sampah anorganik, dan waktu lainnya untuk mengangkut sampah organik. Sampah diangkut dari titik tertentu di setiap kampung atau distrik. 

Ketika akan diangkut, petugas memeriksa setiap kantong. Apakah sudah sesuai dengan jadwal pengangkutan sampah. Jika ada yang tidak sesuai, misalnya ada yang membuang sampah organik saat pengangkutan sampah anorganik, maka semua sampah di distrik itu tidak akan diangkut oleh petugas. Demikian juga jika adalah salah satu saja kantong yang di dalamnya masih ada sampah tercampur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun