Hingga saat ini stagnansi pengelolaan sampah masih berlanjut. Setelah kejadian kebakaran TPA-TPA di hampir seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat dan Daerah terus berupaya mencari solusi. Tapi solusi itu belum didapat. Tetap pada paradigma, konsep, dan kerja jadul.Â
Karena pemerintah masih terus ingin memberlakukan paradigma lama, maka sulit ditemukan solusi di mana masyarakat mau bekerja mengelola sampah tapi tetap mau membayar retribusi persampahan. Keduanya tidak akan bertemu di satu titik. Terlebih UUPS memerintahkan supaya pemerintah memberikan insentif pada orang yang melakukan pengurangan sampah.
Karena stagnansi itu masih belum akan berakhir, maka terpaksa masyarakat yang harus sadar dan kreatif. Mengalah dengan cara melakukan pengelolaan sampah sesuai kaidah lingkungan dan sesuai regulasi. Yaitu dengan melakukan pengelolaan sampah sebagai bentuk terima kasih pada benda-benda yang selama ini kita sebut sampah.
Caranya dengan memilahnya sesuai jenisnya. Jangan mencampuri sampah organik dengan anorganik jadi satu. Sekali lagi masyarakat harus mengalah atas nama berterima kasih pada benda-benda yang telah menyelamatkannya dari kerugian karena telah ada kemasan. Dan berterima kasih pada sisa makanan dan minuman yang tidak dihabiskan karena telah mencukupi kebutuhan mereka.
Kendati telah memilah sampah, masyarakat terpaksa harus tetap membayar retribusi sampah. Itulah bentuk mengalahnya masyarakat pada pemerintah. Tidak apa-apa, perilaku itu pasti akan mendapatkan balasan yang baik. Apalagi di Bulan Suci Ramadan ini.
Maka sampah anorganik seperti plastik, kardus, kaleng, karton, dan lain-lain sebaiknya dibersihkan dan dipilah dengan baik. Masukkan dalam satu wadah seperti trashbag atau karung. Jika ada bank sampah di sekitar, setorkan barang-barang itu ke bank sampah. Jika tidak ada bank sampah, berikan pada pengangkut sampah di lingkungan Anda.Â
Pengangkut sampah itu akan senang karena tidak perlu lagi mengorek-ngorek dan mengambilnya dari bungkusan sampah tercampur Anda. Toh itulah tambahan penghasilan mereka selain dari iuran sampah yang Anda bayarkan setiap bulan.
Untuk sampah organiknya, kalau bisa dapatkan lah komposter. Tapi jangan sembarang komposter. Karena banyak komposter salah desain dan strukturnya. Sehingga sampah organik yang masuk ke dalamnya tidak terdekomposisi dengan baik.Â
Selain komposter dapatkan lah juga bakteri dekomposisi sampah dan supplement dekomposisi yang benar. Jangan sampai salah bakteri dan supplement, karena sampah organik Anda tidak akan bisa jadi pupuk organik jika salah dalam mengaplikasikan tiga unsur itu (komposter, bakteri dekomposisi, dan compost supplement).
Dengan komposter itu Anda bisa menyimpan sampah organik hingga 30 hari. Setelah 30 hari Anda bisa memanennya dan menjadikannya pupuk organik yang baik untuk tanaman di sekitar. Anda bisa memakai pupuk organik itu untuk tanaman hias atau sayuran.
Jika kita melakukan hal di atas, berarti bentuk terima kasih kita pada benda-benda yang menyelamatkan kita telah terwujud. Tidak perlu iri pada tetangga yang tidak mengelola sampahnya. Tidak perlu iri juga pada pihak yang terus meminta pembayaran retribusi atau iuran sampah sementara Anda sudah mengurangi pembuangan sampah karena sudah mengelolanya sendiri.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya