Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Berterima Kasih pada Sampah dengan Mengelolanya

13 Maret 2024   08:11 Diperbarui: 13 Maret 2024   17:01 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah organik yang diolah sangat bermanfaat untuk ketahanan pangan. (Dokumentasi pribadi)

Sadarilah bahwa benda-benda yang selama ini kita sebut sampah adalah penyelamat bagi kita. Plastik pada makanan dan minuman misalnya, telah menyelamatkan 60-70 persen bahan makanan dan minuman kita dari kebusukan. 

Plastik itu juga telah menyelamatkan kita dari makanan dan minuman yang terpapar kotoran yang beterbangan di udara. Dia juga telah menyelamatkan kita dari kerepotan membawa wadah untuk makanan dan minuman kita.

Styrofoam, kaleng, kardus, alumunium, karton dan segala yang menjadi kemasan makanan dan minuman serta peralatan kita, sesungguhnya telah menyelamatkan kita. Tapi kebanyakan kita kemudian tidak tahu berterima kasih pada bekas-bekas kemasan itu. Kemudian membuangnya begitu saja di tempat sampah, kemudian berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) dan bergunung-gunung menumpuk di sana.

Sampah anorganik bisa jadi bahan baku daur ulang jika dipilah sejak dari sumbernya. (Dokumentasi pribadi)
Sampah anorganik bisa jadi bahan baku daur ulang jika dipilah sejak dari sumbernya. (Dokumentasi pribadi)
Demikian juga pada sampah organik. Semua bahan makanan dan minuman yang tersisa karena kita tak kuat lagi melahapnya. Kebanyakan kita membuangnya begitu saja di tempat sampah, tercampur dengan sampah anorganik. Kita sungguh tidak tahu terima kasih pada sisa makanan dan minuman itu yang kemudian berakhir di TPA menjadi beban lingkungan dan masalah di masa depan.

Masyarakat tidak sepenuhnya salah akan perilakunya dalam persampahan. Paradigma Indonesia dalam hal persampahan memang masih sebatas "Buanglah Sampah pada Tempatnya!" Paradigma itu belum bergeser sama sekali sejak 1945.

Proses pemberian insentif pada orang yang melakukan pengurangan sampah dengan mengelola sampah organiknya. (Dokumentasi pribadi)
Proses pemberian insentif pada orang yang melakukan pengurangan sampah dengan mengelola sampah organiknya. (Dokumentasi pribadi)
Sesungguhnya sudah ada regulasi yang mengajak pada pergeseran pengelolaan sampah yang lebih maju daripada sekadar membuang sampah pada tempatnya. Yaitu Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Indonesia telah mencanangkan pengelolaan sampah yang lebih baik, tapi pada kenyataannya di lapangan tidak ada perubahan. 

Bahkan paradigma persampahan yang jadul (jaman dulu) terkesan dipertahankan sehingga penggunaan TPA tak kunjung berhenti. Ada juga yang sudah berupaya menghentikan penggunaan TPA, tapi konsep dan paradigmanya tetap jadul: Buanglah sampah pada tempatnya, nanti kami angkut, dan nanti kami pilah di instalasi.

Paradigma, konsep, dan cara kerja jadul itu dipertahankan demi retribusi persampahan dan biaya-biaya pemeliharaan TPA serta operasional pengangkutan sampah ke TPA atau ke instalasi pengolahan sampah. Masyarakat belum sampai diajak untuk mengelola sampah dengan paradigma, konsep, dan cara kerja baru yang justru memberikan insentif sesuai UUPS.

Stagnansi Pengelolaan Sampah Belum Usai

Penulis mengolah sampah organik jadi pupuk organik secara mandiri dan tetap membayar retribusi sampah. (Dokumentasi pribadi)
Penulis mengolah sampah organik jadi pupuk organik secara mandiri dan tetap membayar retribusi sampah. (Dokumentasi pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun