Tidak ada daerah sekuat Kota Bekasi. Sebab, kota inilah satu-satunya daerah di Indonesia yang paling berat beban lingkungannya. Setiap hari dia harus menghadapi kurang lebih 10.000 ton sampah.Â
Yaitu, 8.500-an ton sampah dari warga Jakarta dan 1.700-an ton sampah dari warga Kota Bekasi sendiri. Selain kuat, Kota Bekasi tentu memiliki kesabaran yang besar untuk menanggun beban lingkungan yang sedemikian besar itu.
Sampah dengan volume 10.000 ton per hari itu mengalir ke dua tempat pembuangan/pemrosesan akhir (TPA) sampah. Yaitu, ke TPA Bantar Gebang dan ke TPA Sumur Batu.Â
TPA Bantar Gebang menampung 8.500-an ton per hari sampah dari Jakarta dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Sementara TPA Sumur Batu menampung sampah dari warga Kota Bekasi sebanyak 1.700-an ton per hari.
TPA Bantar Gebang sejatinya bukanlah TPA. Statusnya TPA Bantar Gebang itu sesungguhnya Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST). Banyak mesin dan peralatan di sana yang mengupayakan untuk mempertahankan status Bantar Gebang sebagai TPST. Namun, apa boleh buat, sebagian besar mesin dan alat pengelolaan sampah itu tak bisa bekerja optimal bahkan ada yang mangkrak.
Sebagai TPST, inovasi di Bantar Gebang antara lain dibangun instalasi untuk Refused Derived Fuel (RDF). Hasilnya, target produksi 2.000 ton per hari meleset jadi hanya 700 ton per hari. Itu pun berdasarkan pengakuan dari pihak pengelola RDF sendiri. Jika ditelusuri kemungkinan produksinya lebih kecil dari 700 ton per hari.
Ada juga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Pengolah Sampah jadi Energi Listrik (PSEL) Merah Putih. Kabarnya, PLTSA atau PSEL ini bakal bisa mengubah 1.000- 1.500 ton sampah menjadi energi listrik. Namun, akhirnya pasti hanya bisa mengolah 50-100 ton sampah setiap hari untuk jadi listrik 400 kWh. Tapi sampai sekarang pun belum optimal, masih terus uji coba dan pengembangan.
Lain lagi, di Bantar Gebang juga ada program Power House. Yaitu, pemanfaatan sampah menjadi energi. Caranya dilakukan penangkapan gas untuk energi listrik yang terkoneksi dengan PLN. Dari program ini diharapkan tercipta listrik mencapai target 26 Megawatt, tapi hanya mampumenghasilkan 1-5 Megawatt.
Lanjut lagi ada program komposting dan pengolahan sampah kresek. Program ini termasuk yang awal-awal dibuat. Dimulai tahun 2008 tapi kini sudah tak terlihat kegiatan itu lagi.
Akhirnya, apa boleh buat. Terpaksa Bantar Gebang yang statusnya TPST itu, lebih dekat fungsinya sebagai TPA. Itupun bukan TPA yang "P-nya" mengandung frasa "pemrosesan". Tapi "P" yang difrasanya "pembuangan".Â