Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Peluang Sektor Sampah dalam Carbon Trading

5 Agustus 2023   06:00 Diperbarui: 7 Agustus 2023   10:25 1028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Carbon trading. (Dok Shutterstock via Kompas.com)

Bulan depan. Tepatnya September 2023. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Maritim dan Investasi akan meluncurkan Bursa Karbon yang akan dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hingga saat ini sektor pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) masih terbatas pada kehutanan dan energi. Sektor lain masih belum terdeteksi menjadi penyumbang pengurangan emisi GRK meskipun sebenarnya sudah berkontribusi. Atau belum dianggap berkontribusi karena belum terverifikasi.

Ini akan menjadi peluang bagi sektor lain. Terutama sektor pengelolaan sampah yang volumenya di Indonesia begitu besar. Per tahun 2022, sampah di Indonesia mencapai 70 juta ton. Jika semua atau setidaknya seperempat volume sampah itu dikelola, pasti sangat signifikan dampaknya terhadap pengurangan emisi GRK.0

Direktur Jendral Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, pada Senin, 31 Juli 2023 menyatakan sektor sampah selanjutnya memang sangat diharapkan berkontribusi besar pada pengurangan emisi GRK. 

"Saya tidak akan membahas detil bagaimana teknis pengelolaan sampahnya. Tapi dalam waktu dekat instrumen lengkap tentang sampah untuk kontributor pengurangan emisi GRK akan diterbitkan," ujarnya di Surabaya.

Lebih lanjut Laksmi menjelaskan bahwa pada sektor sampah atau limbah kini telah ada metodologi untuk menghitung ekuivalen pengurangan emisi GRK. Sehingga para pengelola sampah sudah bisa secara aktif mulai berorientasi pada pengurangan emisi GRK. 

"Metodologi itu masih terbuka. Kalau ada yang mau mengusulkan metodologi konversi pengelolaan sampah pada emisi GRK disilahkan," paparnya.

Seminar sosialisasi Carbon Trading di Surabaya, 31 Juli - 1 Agustus 2023. (dokumentasi pribadi)
Seminar sosialisasi Carbon Trading di Surabaya, 31 Juli - 1 Agustus 2023. (dokumentasi pribadi)

BPDLH Membuka Skema Pembiayaan Persampahan

Berkaitan dengan peluang pengelolaan sampah sebagai sektor yang akan berkontribusi terhadap pengurangan emisi GRK, Direktur Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Joko Hendratto menyatakan, BPDLH telah menyiapkan skema pembiayaannya. 

"Kami tinggal menunggu surat dari Dirjen PSLB3 (Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Berbahaya Beracun) untuk merealisasikan itu," ungkapnya.

Menurut Joko, skema pembiayaan untuk sektor persampahan berbeda dengan sektor lainnya. Sebab, pembiayaannya tidak hanya mengakomodir sisi hulu pengelolaan sampah tapi juga di sisi hilirnya. Sehingga sektor persampahan bisa benar-benar optimal dalam pengurangan emisi GRK. 

Adanya kesempatan dari BPDLH itu seharusnya bisa menjadikan sektor pengelolaan sampah sebagai sektor terbesar yang dapat berkontribusi pada target pengurangan emisi GRK di Indonesia. Sebab, keberadaan sampah yang volumenya begitu besar, ada di mana-mana, dan banyak orang bisa terlibat di dalamnya.

Skema BPDLH Bisa jadi Pengganti EPR

Peluang ekonomi di bursa karbon ini dapat menjadikan sektor pengelolaan sampah yang selama ini lesu karena hanya mengandalkan nilai daur ulang. 

Begitu kecilnya nilai daur ulang dari bahan baku sampah membuat pengelolaan sampah sangat tidak optimal. Kuantitas daur ulang baru menyentuh angka 5% - 7% saja. Mayoritas sisanya masih di tumpuk di TPA atau berserakan di mana-mana.

BPDLH bisa diharapkan menjadi saluran pendanaan terutama bagi perusahaan-perusahaan polutan sampah merealisasikan polluters pay principle. Yaitu dana itu seharusnya disalurkan dengan skema Extended Producers Responsibility (EPR). Sementara rencana penerapan EPR di Indonesia sudah sangat tenggelam dan tak jadi perbincangan lagi.

Bursa karbon mestinya linier antara target net zero emision dengan net zero waste. Sehingga pembiayaan untuk pengurangan emisi GRK mungkin bisa didapatkan dari EPR perusahaan polutan sampah di Indonesia yang jumlah ratusan atau bahkan ribuan.

Dana itulah yang bisa diharapkan pada BPDLH untuk dihimpun dan selanjutnya diberikan pada para pengelola sampah untuk pengurangan emisi GRK. 

Selain itu, bursa karbon dapat menggeliatkan kembali upaya-upaya pengelolaan sampah yang sesuai dengan kaidah lingkungan. Karena, pada bursa karbon setiap kilogram (kg) pengurangan emisi GRK dihargai cukup tinggi. 

Di dunia, saat ini pengurangan emisi GRK dipatok pada harga 2 USD atau Rp 30.000 per kg. Sedangkan di Indonesia hingga kini masih pada tataran isu Rp15.000 per kg pengurangan emisi GRK.

Harga konversi pengurangan emisi GRK akan ditetapkan oleh Pemerintah pada harga terendahnya. Yang selanjutnya akan berkembang sesuai dengan mekanisme pasar. Sehingga, harga per kg pengurangan emisi GRK bisa naik hingga nilai tertinggi tergantung suply and demand. 

Melalui sistem bursa karbon ini, pengelola sampah bisa meningkat taraf hidupnya tanpa perlu stress karena fluktuasi harga sampah sebagai bahan baku daur ulang.

Triple Klaim Pengurangan Emisi GRK dari Sampah

Hanya pengelola sampah yang bisa banyak menyelamatkan polutan-polutan emisi GRK seperti perusahaan tambang, manufaktur, transportasi, perbankan, dan lain sebagainya. Terutama polutan yang sama sekali tidak bisa berkutik menghadapi kewajiban mengurangi emisi GRK diproses produksinya. 

Sebab, mengurangi emisi GRK di proses produksi bukan perkara mudah. Mesti ada perombakan kecil atau besar di sistem-sistem yang selama ini sudah dijalankan oleh para polutan. Itu terkait penggunaan bahan bakar, energi, mesin, bahan baku produksi, hingga distribusinya.

Maka dari itu, jangankan menjual surplus dari pengurangan emisi GRK-nya, untuk memenuhi kewajibannya saja para polutan itu harus pontang-panting. Karena mereka perlu mengubah sistem, dan itu berarti pendanaan besar harus dikeluarkan.

Pada akhirnya, para polutan yang cerdas mestinya menoleh pada pengelola sampah untuk mendukungnya melakukan pengurangan emisi GRK. Sebab, hanya melalui sistem pengelolaan sampah klaim pengurangan emisi GRK bisa dilakukan sampai tiga kali. 

Yaitu pada sisi pengurangan emisi GRK atas penumpukan sampah di TPA, peningkatan kuantitas dan kualitas daur ulang, dan hasil akhir dari pengolahan sampah organik menjadi pupuk organik yang selanjutnya dipakai untuk pemupukan pertanian, perkebunan dan kehutanan.

Sistem pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang menggunakan pupuk organik dari sampah akan mengurangi emisi GRK melalui pengurangan penggunaan pupuk kimia dan makin luasnya lahan hijau yang memproduksi oksigen (O²). 

Rantai pengelolaan sampah hingga hasil akhir dari pengelolaan sampah secara akumulatif akan sangat signifikan dalam pengurangan emisi GRK.

Pengelola Sampah Jangan Terjebak Greenwashing

Kita harus belajar dari Uni Eropa ya g telah memberlakukan bursa karbon jauh lebih dulu dari Indonesia. Di sejumlah negara Eropa, bursa karbon justru blunder karena marak terjadi Greenwashing (laporan palsu pengurangan emisi GRK). Hal itu disebabkan jual-beli pengurangan emisi GRK yang serampangan.

Di Eropa, banyak perusahaan mengklaim telah melakukan pengurangan emisi GRK karena bisa dengan mudah mendapatkan atau membeli "dokumen" dari pihak lain yang memproduksi O². Namun, kenyataannya setiap tahun Uni Eropa masih terus mendapat ancaman perubahan iklim ekstrem dan pemanasan global seolah tak ada hasil mitigasi emisi GRK yang sudah berjalan.

Nah, Indonesia yang juga akan memberlakukan bursa karbon pun bisa mengalami kondisi yang sama. Para polutan akan terus menyebabkan emisi karbon karena mampu membeli "dokumen" pengurangan emisi GRK dari pihak lainnya. Dan pihak yang paling berpeluang memainkan game seperti itu adalah pengelola sampah.

Solusi agar tidak sampai terjadi greenwashing sebagaimana terjadi di Uni Eropa, maka pemerintah benar-benar harus menata pengelolaan sampah agar tidak bermain data dan dokumen saja. Verifikasi dari pengurangan emisi GRK yang dilakukan pengelola sampah harus ketat. 

Bisa dipastikan, jika pengelola sampah tidak berbasis kawasan, maka mereka tidak akan lolos verifikasi. Sebab, akan sangat sulit menghitung pengurangan emisi GRK jika pengelolaan sampah dilakukan mengelola sampah dalam kesatuan kawasan. Dan sangat mudah terjadi manipulasi data jika pengelolaan sampah yang berorientasi pengurangan emisi GRK tidak berbasis kesatuan kawasan.

Maka ke depan, jika ada pengelola sampah menyatakan bisa melakukan pengurangan emisi GRK tanpa basis kawasan, bisa dipastikan itu bohong. Bahasa kerennya Greenwashing. Karena tuntas tidaknya pengelolaan sampah di satu kawasan akan menjawab secara empiris kebenaran adanya pengurangan emisi GRK itu sendiri. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun