Tahun 2022 akhirnya berlalu. Penerapan tanggung jawab produsen terhadap sisa produknya atau Extended Producer Responsibility (EPR) di Indonesia yang konon ditarget pelaksanaannya pada 2022 tak terealisasi. Upaya untuk mendorong penerapan EPR pada 2022 menghadapi kebuntuan.Â
Upaya mendorong penerapan EPR di Indonesia antara lain dengan dibentuknya Tim Perumus Program Penerapan (TP3) EPR Indonesia pada pertengahan 2021. Tim yang terdiri dari para akademisi dari Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), praktisi persampahan dan regulasi pengelolaan sampah dari Green Indonesia Foundation (#GiF), dan Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO).
Kerja TP3 EPR telah menghasilkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan EPR Indonesia beserta kelengkapannya. Kelengkapan yang dimaksud antara lain, rumusan program penerapan EPR Indonesia, rumusan penetapan status ramah lingkungan pada sisa kemasan/ sisa produk/ sampah, dan dasar penerapan pelabelan kemasan/ produk.
Usulan TP3 EPR itu kemudian diserahkan legislatif melalui Komisi IV DPR RI dan Badan Legislasi DPR RI, serta diinformasikan pada kementerian terkait. Sayangnya hingga tahun 2022 selesai, belum ada respon soal EPR tersebut. Padahal, penerapan EPR di Indonesia bisa menjadi solusi efektif dalam pengelolaan sampah di Indonesia.
Target EPR 2022 Gagal, Lalu Bagaimana?
Mendiang Asrul Hoesein, Direktur Eksekutif #GiF menyatakan bahwa penerapan EPR adalah target bersama legislatif dan eksekutif pusat ketika pada tahun 2017 dilakukan rapat di DPR RI.Â
Soal target penerapan EPR di Indonesia menjadi risalah rapat pada saat itu. Menurut almarhum, penundaan penerapan EPR pada 2022 dilakukan atas permintaan sejumlah produsen untuk proses persiapannya.
Almarhum yang begitu getol soal regulasi pengelolaan sampah memegang target itu hingga turut serta dalam proses persiapannya. Menyongsong tahun 2022 almarhum yang belum melihat ada instrumen regulasi untuk penerapan EPR, kemudian menginisiasi membentuk tim perumus sebagaimana kemudian terbentuk TP3 EPR.
Namun di tengah perjuangan untuk terus mengawal tata kelola sampah di Indonesia dengan membawa rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penerapan EPR, Asrul Hoesein meninggal dunia pada 26 November 2022.Â
Sebelumnya, almarhum telah berhubungan dengan Kementerian Kemaritiman dan Investasi untuk menindaklanjuti usulan TP3 EPR. Sepeninggal almarhum rencana pertemuan tersebut belum terlaksana meski sudah dikonfirmasi ulang bahwa masih ada tim lain yang masih bisa berkoordinasi.
Tak berhenti di situ, TP3 EPR masih terus berusaha melalui jalur lain untuk tetap memperjuangkan solusi pengelolaan sampah. Meski target penerapan EPR pada 2022 sudah terlewat, TP2 EPR memiliki keyakinan bahwa perjuangan mendorong solusi pengelolaan sampah melalui penerapan EPR masih bisa dilakukan.
Peran almarhum Asrul Hoesein sebagai sentral gerakan upaya penegakan regulasi persampahan sangat besar. Meninggalnya Asrul Hoesein akhirnya menjadi tantangan tersendiri bagi TP3 EPR untuk terus berusaha melanjutkan perjuangan almarhum.
Dampak Gagalnya Penerapan EPR 2022
Ide pokok yang mendasari penerapan EPR di Indonesia adalah meningkatnya kualitas, kuantitas, dan mutu pengelolaan sampah di Indonesia. Di mana selama ini peningkatan-peningkatan tersebut tak dapat dicapai karena terbentur satu masalah, yaitu pembiayaan.
Pemerintah belum bisa meningkatkan pengelolaan sampah sebagaimana target Kebijakan Strategi Nasional (Jakstranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.Â
Di mana target capaian pengelolaan sampah 100% pada tahun 2025 mendatang. Target ini diukur melalui pengurangan sampah sebesar 30%, dan penanganan sampah sebesar 70%.
Target itu jelas tak mungkin tercapai jika tidak ada perubahan sistem yang memenuhi prinsip menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan. Sedangkan untuk mencapai prinsip-prinsip tersebut bisa dipastikan membutuhkan pembiayaan yang besar. Karena pengelolaan sampah yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan menyaratkan pemenuhan aspek-aspek pengelolaan sampah secara simultan.
Pemenuhan aspek-aspek pengelolaan sampah yang antara lain terdiri dari penegakan regulasi, pelembagaan pengelolaan sampah, pengadaan infrastruktur penanganan dan pengolahan sampah, peningkatan partisipasi masyarakat, dan bisnis persampahan 'semuanya membutuhkan biaya besar. Biaya yang secara kasat mata akan berat jika semuanya menggunakan anggaran pemerintah.
Penerapan EPR adalah sistem yang mampu menjawab kesulitan itu sebagaimana telah dirumuskan oleh TP3 EPR. Di mana dalam penerapannya khusus di Indonesia telah diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Rumusan TP3 EPR telah dibuat sedemikian rupa disesuaikan dengan pola dan kondisi Indonesia.Â
Dengan tidak merugikan negara, produsen, maupun konsumen. Justru ketiganya bisa mendapatkan keuntungan secara finansial maupun nonfinansial secara proporsional.
Sejumlah pihak sebenarnya juga telah mengusulkan penerapan EPR di Indonesia sebagaimana di negara lain. Namun, berdasarkan kajian, terapan EPR di luar negeri tak bisa sekonyong-konyong juga bisa diterapkan di Indonesia. Sebab, kondisi Indonesia jelas berbeda dengan negara lain.
Dampak yang akan terjadi karena tidak terwujudnya penerapan EPR di antaranya sulit tercapainya target pengelolaan sampah. Jangankan 100% persen, mencapai 50% pengelolaan sampah saja sulit tercapai.Â
Padahal, berjalannya waktu dan seiring pertambahan penduduk, makin bagusnya infrastruktur transportasi, dan makin beragamnya produk, volume sampah akan terus bertambah besar.
Pada tahun 2022 volume sampah diperkirakan mencapai 70 juta ton. Volume itu akan terus bertambah dari waktu ke waktu jika tidak ada perubahan dalam sistem dan tata kelola persampahan. Tempat-tempat pemroses/pembuangan akhir (TPA) sampah terus mengalami overload karena penanganan sampah mayoritas masih angkut buang ke TPA.
Andai ada peningkatan dalam kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah tentu tak akan ada berita-berita "darurat" sampah di berbagai daerah. Jika masalah sampah terurai, tentu tak akan ada isu evaluasi menteri lingkungan hidup dan kehutanan. Kalau urusan sampah sudah beres, tak mungkin Presiden Jokowi kecewa soal sampah sejak dirinya wali kota sampai jadi presiden yang tak kunjung usai.
Dampak lain dari gagalnya penerapan EPR 2022 adalah semakin abainya berbagai pihak pada persoalan sampah. Banyak pihak akan semakin yakin bahwa pemerintah memang tak punya keseriusan menyelesaikan masalah sampah. Sehingga, para pihak itu juga akan menganggap tidak perlu serius mengurus sampah seperti pemerintah.Â
Berbagai pihak akan menganggap pemerintah memang tidak ingin menyelesaikan masalah sampah. Karena masalah di persampahan bisa jadi proyek abadi sepanjang masa dan selama-lamanya.Â
Sebab, tidak ada sanksi bagi kegagalan-kegagalan program pengelolaan sampah yang menghabiskan uang jutaan, miliaran, ratusan miliar hingga mencapai triliunan. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H