Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peluang UMKM Pengelola Sampah Naik Kelas Bersama BRI

5 Desember 2022   08:54 Diperbarui: 5 Desember 2022   09:17 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas bisnis pengelolaan sampah skala kecil yang dijalankan masyarakat bisa naik kelas bersama BRI. (Dokumentasi pribadi)

Bisnis sampah adalah salah satu bisnis unlimited. Bisnis ini tak ada matinya. Karena setiap dibuat barang baru, bisa dipastikan akan ada barang lama yang tak terpakai. Sampah ada di setiap sendi kehidupan.

Sampah berasal dari barang yang tak terpakai karena rusak atau usang secara model atau teknologi. Meski demikian, barang-barang tersebut sebenarnya bukan sama sekali tak bisa dipakai. Sejak konsep sirkular ekonomi lahir, model produksi dan konsumsi berkelanjutan yang mencerminkan kehidupan alami menjadi sangat dianjurkan.

Model produksi dan konsumsi yang berkelanjutan itu diimplementasikan dengan adanya sistem daur ulang. Di Indonesia, sistem daur ulang mulai bergeliat sejak tahun 1950-an. Di masa itu mulai banyak produk pakaian, makanan, dan minuman dibungkus plastik atau kaleng.

Bungkusan sisa dari produk-produk tersebut dibuang dan mulai menyebabkan masalah lingkungan. Namun, sebagian orang kemudian melihat sampah itu masih memiliki nilai dan dapat menghasilkan uang. Maka sejak itulah muncul usaha-usaha kecil pengelolaan sampah yang terus bertahan dan berkembang hingga saat ini.

Pengelola Sampah Menjamur

Kian hari makin banyak pengelola sampah bermunculan. Kini hampir semua orang tahu sampah ada nilainya. Namun belum maksimal dalam sistem collecting-nya. Urat nadi daur ulang adalah pemilahan dan pengumpulan (sorting and collecting).

Bisnis sampah rumahan dijalankan ibu-ibu pengelola sampah kawasan desa di Pasuruan. (Dokumentasi YAKSINDO)
Bisnis sampah rumahan dijalankan ibu-ibu pengelola sampah kawasan desa di Pasuruan. (Dokumentasi YAKSINDO)

Di antara pengelola sampah itu ada yang sudah berbadan hukum, namun banyak juga yang belum. Tuntutan untuk berbadan hukum masih belum besar. Karena mereka belum tahu atau belum bisa mengakses permodalan dari perbankan.

HUT127BRI dapat menjadi momentum yang baik bagi perkembangan para pengelola sampah dan manfaatnya bagi lingkungan. Supaya dapat berkembang lebih besar dan menjangkau lebih luas untuk meningkatkan volume sorting and collecting sampah sebagai bahan baku daur ulang.

Di mana-mana kini lahir para pengelola sampah. Namun, masih sangat sedikit di antaranya memiliki modal kuat untuk meningkatkan volume daur ulang. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020 mencatat volume daur ulang sampah Indonesia baru mencapai 3 persen saja.

Volume itu sangat jauh dari potensi sampah yang ada. Menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (Ditjen PSLB3) KLHK pada tahun 2021, volume sampah di Indonesia tercatat 68,5 juta ton dan tahun 2022 naik mencapai 70 juta ton. 

Dari potensi volume sampah yang besar itu, sebenarnya 70-90 persennya bisa didaur ulang secara teknis, biologis, dan energi. Jika pengelolaan sampah optimal dan kemampuan finansial permodalan pengelola sampah mumpuni.

Transformasi BRI sangat berpeluang mendorong kelahiran BRILianpreneur di bidang lingkungan, utamanya pengelola sampah. Sehingga para pengelola sampah dapat bekerjasama dengan kawasan-kawasan timbulan sampah untuk mengelola sampah secara optimal, 90 persen.

Pengelola Sampah Harus Bankable

Bisnis sampah sebagai bisnis unlimited pada dasarnya sama dengan bisnis lain yang menuntut profesionalisme. Tentu belum bisa dikatakan profesional usaha pengelolaan sampah tanpa badan hukum usaha yang legal.

Sangat bisa dipahami bahwa belum bisa optimalnya pengelolaan sampah di Indonesia jika manajemennya belum profesional. Tujuan sirkular ekonomi di antaranya adalah untuk meningkatkan profesionalisme pengelolaan sampah agar meningkat volume collecting dan recycle-nya.

Profesionalisme dapat meningkatkan kepercayaan diri pengelola sampah dan pihak lain. Khususnya pihak yang berpeluang memberikan perbantuan modal. Dalam hal ini perbankan pun akan percaya jika pengelola sampah memiliki perencanaan dan proyeksi yang jelas dan cemerlang.

Untuk itu pengelola sampah harus berbenah diri menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang bankable. Agar UMKM pengelolaan sampah dapat naik kelas dan menjadi mitra BRIPahlawanFinansial dan berkolaborasi dalam meningkatkan kualitas lingkungan dalam sistem yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.

Perbankan seperti BRI yang juga merupakan bagian dari Pemerintah juga pasti akan dengan tangan terbuka bekerjasama mendukung pengelola sampah berkembang. Dengan catatan, segala persyaratan legal dan sistem bisnis yang profesionalisme dipenuhi dan bisa dipertanggungjawabkan.

Pertumbuhan Ekonomi Pemicu Sampah

Sistem daur ulang dalam pengelolaan sampah adalah solusi terbaik untuk mengatasi problem lingkungan karena sampah. Sebab, pertumbuhan ekonomi dan segala efeknya akan menjadi pemicu sampah yang paling utama. Konsumsi akan meningkat dan sulit ditekan.

Pertumbuhan ekonomi menyebabkan tumpukan sampah juga terjadi di pelosok desa. (Dokumentasi pribadi)
Pertumbuhan ekonomi menyebabkan tumpukan sampah juga terjadi di pelosok desa. (Dokumentasi pribadi)

Untuk mengimbangi peningkatan konsumsi maka produksi barang dan jasa juga akan tumbuh. Konsekwensi dari kedua aktivitas ekonomi itu adalah sampah. Penumpukan sampah tak akan hanya terjadi di perkotaan tapi juga di desa dan pelosok desa seiring berkembangnya infrastruktur dan jangkauan transportasi.

Potensi sampah yang kian beragam dan kian meluas dampaknya harus diatasi dengan sistem pengelolaan sampah yang baik dan sesuai regulasi. Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) jelas menyebutkan manfaat ekonomi sebagai asas pengelolaan sampah. Karena itu, pengelolaan sampah yang profesional juga harus lahir dan tumbuh di semua tempat yang terjangkau produk konsumsi.

Volume sampah yang ditimbulkan manusia relatif stabil antara 0,7-1 kilogram (kg) per kepala setiap hari. Peningkatan volume sampah umumnya terjadi karena adanya peningkatan jumlah manusia yang tinggal dan beraktivitas di lokasi tersebut. Telah diketahui bersama bahwa populasi manusia cenderung bertambah terus.

Hingga saat ini kampanye pengurangan konsumsi dan guna ulang (reduce dan reuse) barang-barang yang mestinya jadi sampah belum terbukti  berjalan. Volume sampah setiap tahun sejak 2016 (pertama kali kampanye reduce, reuse, dan recycle muncul di Indonesia) masih terus meningkat hingga kini. Terlihat dari kian banyaknya kabupaten/kota terancam dan mengalami overload TPA (tempat pemrosesan/pembuangan akhir) sampah.

Semua produk dan kemasannya kini berpotensi jadi sampah dan merusak lingkungan jika tak dikelola. (Dokumentasi pribadi)
Semua produk dan kemasannya kini berpotensi jadi sampah dan merusak lingkungan jika tak dikelola. (Dokumentasi pribadi)

Hal itu disebabkan perilaku masyarakat dalam geliat pertumbuhan ekonomi. Konsumsi masyarakat semakin meningkat dan  usia produk kian instan. Peningkatan daya beli membuat masyarakat semakin sulit bertahan pada gaya hidup reduce dan reuse.

Kini yang relatif bisa diharapkan adalah sistem daur ulang (recycle) karena ada potensi ekonominya. Masyarakat pun bisa lebih leluasa untuk mengkonsumsi apapun, tapi mereka harus mengelola sampahnya. 

Sayangnya, kinerja daur ulang Indonesia masih sangat rendah. Kebijakan pemerintah dalam sistem pengelolaan sampah masih belum kompatibel untuk meningkatkan volume collecting bahan baku daur ulang. Selain itu kemampuan dan profesionalisme pengelola sampah dan pelaku daur ulang pada umumnya masih di bawah standard. Padahal peluang bisnis daur ulang sampah akan terus cemerlang.

PKPS Surabaya memproduksi pupuk kompos berbahan sampah organik domestik dari sampah rumah tangga. (Dokumentasi PKPS Surabaya)
PKPS Surabaya memproduksi pupuk kompos berbahan sampah organik domestik dari sampah rumah tangga. (Dokumentasi PKPS Surabaya)

Pelaku bisnis pengelolaan sampah merupakan harapan bagi Indonesia. Kendati kebijakan pemerintah dalam persampahan belum totalitas pada ranah daur ulang, pelaku bisnis pengelolaan sampah seperti Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) dapat bergerak mandiri. 

PKPS dengan sumber daya manusia (SDM) yang profesional dan program kerja yang komperhensif sangat bisa diandalkan untuk meningkatkan volume collecting bahan baku daur ulang. Sistem koperasi dapat menjangkau seluruh masyarakat dan pengelola sampah lain untuk menjadi anggotanya dan bersama-sama menyelamatkan lingkungan dari sampah dengan metode bisnis skala industri.

Kemitraan pengelola sampah dengan perbankan juga dapat meningkatkan kinerja bank. Contohnya, dengan program menabung sampah. Di mana setiap orang dapat menjadi nasabah bank untuk penyimpanan insentif hasil transaksi dari sampah yang dikelolanya. 

Jika peluang itu dapat ditangkap dan dikelola BRI sebagai implementasi transformasinya, maka BRI bisa menjadi bank dengan nasabah terbanyak di Indonesia. Sebab, setiap orang adalah sumber timbulan sampah. (nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun