Dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) ada Pasal 15 yang merupakan salah satu inti dari regulasi tersebut. Isinya tentang kewajiban produsen untuk bertanggung jawab mengelola sampah dan sisa produk yang diproduksinya.
Direktur Green Indonesia Foundation (GIF), Asrul Hoesein, mengungkapkan Menteri Negara Lingkungan Hidup Indonesia, Rachmat Witular awalnya mengajukan pembuatan regulasi tentang tanggung jawab produsen ke DPR RI. Namun, DPR RI tak menyetujuinya karena regulasi induk tentang pengelolaan sampah belum ada.
Rachmat Witular akhirnya kembali dengan rancangan undang-undang yang sekarang kita sebut UUPS. Tanggung jawab produsen terhadap sampah dan sisa produknya tercantum pada pasal 15. Bunyinya: Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
Pasal 15 inilah yang populer dalam bahasa asing sebagai Extended Producer Responsibility (EPR). Untuk mendetailkan Pasal 15 itu, UUPS mengamanahkan untuk membuat Peraturan Pemerintah (PP).
Namun, hingga saat ini PP itu tak kunjung ada. Namun, Tim Perumus Program Penerapan (TP3) EPR Indonesia yang dibentuk di Yogyakarta telah menginisiasi pembuatan PP tersebut dalam bentuk rancangan.
Begitu pentingnya pelaksanaan kewajiban produsen untuk bertanggung jawab mengelola sampah dan sisa produknya sampai-sampai UUPS diinisiasi karenanya. Sebab, sampah di lingkungan kita semuanya diproduksi oleh industri atau pabrikan. Terutama sampah-sampah berupa kemasan yang tidak bisa terurai secara alami maupun yang bisa terurai, dan sampah yang bisa didaur ulang maupun yang tidak bisa didaur ulang.
Sebagai negara besar dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar raksasa untuk berbagai produk. Dampaknya, tingkat konsumsi tinggi dan potensi sampah juga tinggi. Semua bahan/barang konsumsi akan dikemas untuk menjaga kondisi supaya tidak rusak. Semua bahan/barang konsumsi ada usia pakainya, semua akan rusak pada masanya.
Di banyak negara, para produsen sudah dengan konsisten bertanggung jawab pada sampah dan sisa produknya. Produsen tidak bisa main-main dan membiarkan sampah atau sisa kemasannya tercecer di mana-mana, karena pemerintah setempat akan menindak dengan memberi sanksi.
Hal itulah yang diharapkan juga berlaku di Indonesia. Yaitu, penegakan hukum dan regulasi atas penerapan tanggung jawab produsen. Toh, pembiayaan dari kewajiban itu bukan dibayar perusahaan, tapi dibayar oleh masyarakat yang membeli produk.