Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sungai Penuh Sampah, Masyarakat Selalu Disalahkan

25 September 2022   10:51 Diperbarui: 26 September 2022   13:00 1874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) di salah satu desa Jawa Tengah. (Dokumen pribadi)

Setiap hari Minggu keempat di bulan September diperingati sebagai Hari Sungai. Hari Sungai tahun ini jatuh pada hari ini - Minggu, 25 September 2022.

Yang paling mengemuka di Hari Sungai tahun ini berkaitan dengan pencemaran sungai. Terutama karena pencemaran sampah. 

Masalah sampah di sungai, masih saja masyarakat yang jadi sasaran untuk disalahkan. Hampir semua pihak menyalahkan masyarakat sebagai penyebab sungai penuh sampah.

Sama sekali tidak adil jika hanya masyarakat yang disalahkan sebagai pencemar sungai dengan sampah. Seolah-olah pihak lain bebas dari kesalahan dan suci dari dosa lingkungan. Sehingga yang selalu didengungkan adalah punishment, sanksi, dan hukuman untuk masyarakat yang membuang sampah ke sungai.

Jika diurai, jatuhnya sampah ke badan air terutama sungai adalah kontribusi banyak pihak. Masyarakat adalah pemakai akhir yang menimbulkan sampah. Tentu saja sampah akan jatuh ke sungai jika tidak ada pengelolaan yang menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan.

Memang paling mudah menyalahkan masyarakat dalam masalah persampahan. Bahkan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang seharusnya membela masyarakat ikut-ikutan juga menyalahkan masyarakat. Media juga tak jarang ikut menyalahkan masyarakat. Yang lucu, antar masyarakat juga saling menyalahkan.

Semua yang menyalahkan masyarakat itu sebenarnya terjebak dalam narasi yang dibangun pemerintah. 

Karena pemerintah sendiri tidak menjalankan regulasi tentang pengelolaan sampah. Sesekali bukalah  Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Bacalah setiap pasalnya agar bisa insyaf dari selalu menyalahkan masyarakat untuk masalah sampah.

Coba baca Pasal 11 ayat (1) di UUPS tentang hak-hak setiap orang dalam persampahan. Lalu silahkan munculkan pertanyaan : Apakah pemerintah sudah memenuhi hak-hak masyarakat dalam persampahan?

Kemudian baca Pasal 12 ayat (1), lalu munculkan pertanyaan : Bisakah masyarakat memenuhi kewajiban mengurangi dan menangani sampah tanpa difasilitasi sarana-prasarananya oleh pemerintah?

Lanjut ke Pasal 13, kemudian bertanyalah : Apakah pemerintah sebagai pengelola kawasan tempat masyarakat tinggal dan hidup sudah memenuhi kewajibannya untuk menyediakan fasilitas pemilahan sampah?

Geser ke Pasal 15, tanyakanlah : Sudahkah pemerintah menuntut produsen bertanggung jawab pada sisa produk/sampahnya yang tidak bisa diurai secara alami?

Lalu Pasal 21 ayat (1): Pernahkah pemerintah memberikan insentif pada orang yang melakukan pengurangan sampah?

Besar kemungkinan dari setiap pertanyaan itu, semua jawabannya adalah tidak dan belum. Karena pada umumnya belum dilaksanakan pasal-pasal tersebut di atas, maka akibatnya adalah masalah lingkungan karena sampah.

Nasib masyarakat sebagai user atau pengguna akhir dari suatu produk dan hasil produksi memang sangat empuk sebagai sasaran tudingan untuk disalahkan. 

Produsen sebagai pembuat barang-barang yang kemudian jadi sampah setelah dipakai masyarakat seolah suci bebas dari kesalahan. 

Dan pemerintah sebagai regulator yang tidak menegakkan dan menjalankan regulasi seolah cuci tangan dengan menunjuk masyarakat sebagai biang kerok masalah sampah.

LSM, aktivis, pemerhati lingkungan, media hingga akademisi pun ikut-ikutan menyalahkan masyarakat. 

Alih-alih mendorong pemerintah memenuhi hak-hak masyarakat dalam persampahan dan menegakkan regulasi serta menuntut produsen bertanggung jawab, mereka malah ikut menyatakan masyarakat tidak sadar lingkungan karena buang sampah di sungai.

Tak jarang, produsen yang seharusnya bertanggung jawab pada sisa produk/sampahnya juga ikut menyalahkan masyarakat. Sungguh sebuah ironi. 

Mereka yang mestinya sadar bahwa dirinya telah melanggar undang-undang malah membalikkan keadaan dengan menyalahkan masyarakat. Dan narasi itu sering didukung oleh pihak lainnya seperti disebut di atas.

Apakah masalah sampah di sungai adalah kesalahan pemerintah? Sebenarnya tidak perlu mencari siapa yang salah dalam kasus sungai yang banyak sampahnya itu.

Yang perlu dijawab: bisa tidak pemerintah menjalankan regulasi persampahan?

Dalam hal persampahan sesungguhnya hanya komitmen pemerintah yang diperlukan. Yaitu, komitmen untuk tegas melaksanakan dan melaksanakan regulasi. Jangan menjadikan regulasi persampahan hanya tajam ke masyarakat tapi tumpul pada produsen.

Nah, seharusnya LSM, aktivis, pegiat lingkungan, media, dan akademisi mendorong pemerintah untuk tegas melaksanakan regulasi, buka. Malah ikut-ikutan menyalahkan masyarakat.

Kalau pemerintah menjalankan regulasi, sampah tidak akan tercecer ke mana-mana. Sampah tidak akan bergeser dari sumber timbulannya. Jangankan ke badan air sungai, sampah tercecer di jalanan saja tidak akan terjadi.

Bagaimana sampah akan tercecer jika pemerintah sudah penuhi hak-hak masyarakat dalam persampahan, infrastruktur dan sarana prasarana pemilahan sampah dipenuhi di setiap rumah, produsen membeli kembali sisa produk/sampahnya, dan pemerintah memberikan insentif pada setiap orang melakukan pengurangan sampah?

Kalau semua yang dibutuhkan masyarakat dalam pengelolaan sampah sudah dipenuhi pemerintah sesuai regulasi, barulah terapkan sanksi dan hukuman yang tinggi dan berat pada pelanggarnya.

Jangan seperti sekarang ini, belum ada apa-apa masyarakat mau disanksi dan dihukum jika melanggar. Sementara jika pemerintah yang melanggar dengan tidak menjalankan regulasi persampahan tidak ada yang menghukumnya.

Terakhir, agar tidak selalu menyalahkan masyarakat atas banyaknya sampah di sungai, laut, danau, pantai, gunung, dan tempat lainnya, mohon ingatlah bahwa produsen sampah sebenarnya adalah pabrik-pabrik perusahaan-perusahaan produk. Masyarakat hanyalah penimbul sisa produk/sampah setelah pemakaian.

Kalau produsen bertanggung jawab pada sisa produk/sampahnya, maka benda itu tidak akan tercecer di mana-mana. 

Dan, kalau pemerintah tegas menjalankan regulasi pengelolaan sampah, maka tidak akan ada seorang pun berkeberanian untuk tidak menyimpan sampahnya dan tidak bertanggung jawab pada sisa produk/sampahnya. (nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun