Meski kental dengan nilai-nilai religius Islam, bukan berarti tidak ada toleransi beragama di Pulau Madura. Pulau Garam ini tidak hanya dihuni oleh pemeluk agama Islam, tapi juga agama lain. Dan semuanya hidup berdampingan dengan damai.
Bangkalan adalah salah satu kabupaten di Madura yang menghidupkan toleransi antar umat beragama. Di kabupaten tempat lahirnya ulama besar Syaichona Muhammad Cholil, juga hidup masyarakat pemeluk agama Kristen, Konghucu dan Budha. Selain tempat ibadah masjid, di pusat kabupaten juga terdapat beberapa gereja dan kelenteng.Â
Hidup dan besar di Bangkalan, sejak kecil toleransi beragama sudah menjadi bagian dari kehidupan saya dan keluarga. Sebab, rumah tempat kami tinggal berlokasi di belakang Gereja Pantekosta yang ada di Jl. Trunojoyo. Jika ada teman atau orang bertanya alamat rumah, kami selalu sampaikan bahwa rumah kami ada di belakang gereja.Â
Saking seringnya kami menyampaikan hal itu, orang kadang mengira agama kami sekeluarga Kristen. Tentu saja tidak. Kami hanya kebetulan tinggal di rumah yang di depannya ada bangunan gereja. Gereja itu lebih dulu ada daripada rumah kami.
Nah, karena bertetangga dengan gereja, tentu kami bisa mendengarkan ceramah pendeta di setiap hari minggu sore atau hari-hari besar Kristen lainnya. Kami juga bisa mendengar nyanyi pujian jamaah gereja itu yang diiringi dengan band setiap waktu peribadatan mereka.
Sebagai tetangga, jika Natal tiba kami sering dapat bingkisan. Saat itu saya dan 4 kakak perempuan saya masih kecil, tentu senang mendapat bingkisan yang isinya makanan ringan dan mie instan. Sering kami diperingatkan teman bahwa sebenarnya bingkisan itu diberikan supaya kami pindah agama. Tapi kami tahu mereka mengatakan itu karena iri tidak kebagian bingkisan dari gereja.
Gereja Dibakar Perusuh
Pernah ada kejadian yang membuat kami sekeluarga ketakutan karena bertetangga dengan gereja. Itu pada saat terjadi kerusuhan tahun 1998. Di Bangkalan juga pecah kerusuhan. Gereja, kelenteng, toko-toko milik non-muslim dirusak dan dibakar. Tak terkecuali Gereja Pantekosta tetangga depan rumah kami.
Malam itu saya masih ingat, ribuan orang memenuhi jalanan di Bangkalan merusak dan bahkan membakar apa yang jadi target mereka. Di antaranya gereja di depan rumah kami. Pintu gereja lebih dulu dirusak kemudian banyak orang masuk ke dalam gereja dan mengobrak-abrik isinya.
Kami dari dalam rumah mendengar perusuh yang masuk membanting isi gereja. Kursi dan alat-alat musik di dalam gereja di obrak-abrik. Tak lama kemudian api pun berkobar dari dalam gereja. Kami dan beberapa tetangga lainnya tentu bingung harus bagaimana. Namun, sungguh beruntung api tak sampai membesar hingga merembet ke bangunan lain. Pemadam kebakaran datang.