Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kiai yang Melarang Orang Khusuk Menjadi Sok Suci Sendiri

8 April 2022   14:57 Diperbarui: 8 April 2022   14:59 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Santai, sederhana, dan mudah diterima. Detil, logis, dan mudah diingat. Senantiasa mengingatkan muhibbin atau pecintanya agar tidak merasa benar sendiri, khusuk sendiri sehingga merasa suci sendiri lalu mudah menyalahkan orang lain.

Demikianlah kesan yang bisa ditangkap dan diterima dari KH. Bahaudin Nursalim. Sosok kiai yang lebih dikenal sebagai Gus dan akrab disapa Gus Baha. Kiai yang begitu terkenal di jagat internet melalui pengajian Al-Qur'an dan kitab-kitab lainnya yang bertebaran di semua media sosial. 

Dalam berbagai kajian Al-Qur'an maupun kitab-kitab karangan ulama besar, Gus Baha seantiasa menjelaskan, mengingatkan, bahkan menyindir dan mewanti-wanti agar seorang muslim tidak merasa suci sendiri. "Jangan sok suci. Meskipun banyak ilmunya, jangan sok suci. Biasa saja," tegasnya.

Santri kesayangan mendiang KH. Maimun Zubair itu kerap menyampaikan bahwa orang-orang sok suci yang paling berbahaya di dalam Islam. Dalam sejarah, orang sok suci lah yang justru merusak agama karena merasa benar sendiri dan selalu menyalahkan orang lain.

Gus Baha khususnya memperingatkan pada orang atau santri yang terlalu khusuk dalam menjalankan agama. Karena mereka bisa terjerumus menjadi orang yang sok suci, tidak mau bersosialisasi, merasa selain dirinya adalah salah, sehingga akhirnya menjadi kelompok khawarij.

"Khawarij itu menganggap semua dosa besar itu murtad, karena saking khusuknya. Tidak ada dosa kecil, semua dianggap dosa besar karena dianggap pelanggaran pada perintah Allah. Tidak ada dalam sejarah yang mengalahkan khusuknya orang khawarij," jelas Gus Baha.

Saking khusuknya, sambungnya, orang-orang khawarij itu kemudian menganggap Ali bin Abi Thalib salah dan menghalalkan darahnya. Hal yang sama juga dilakukan pada Muawiyah (baca sejarah perpecahan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah). Khawarij tidak mau pada kedua sosok sahabat Rasulullah Muhammad itu, lalu membunuh keduanya.

Kelompok khawarij itulah pihak yang paling tidak konsisten dan merusak agama Islam. Di satu sisi mereka mengharamkan dosa besar lalu kemudian disebut murtad, namun di sisi lain mereka menghalalkan pembunuhan pada para sahabat Rasulullah.

Khawarij kemudian tumbuh dan menjalar sampai ke kehidupan sekarang. Di mana orang-orang karena memiliki ilmu agama kemudian merasa berhak menilai orang lain salah dan menyalahkan. Kemudian dengan ringan mengkafirkan orang lain yang tidak sependapat dengan pemikirannya.

Menurut Gus Baha, pelaku-pelaku pembunuhan atas nama agama, pemboman, atau gerakan membahayakan lain dengan misi religius pada dasarnya disebabkan oleh sifat khawarij itu. Di mana sifat-sifat itu kerap muncul pada seseorang karena terlalu khusuk sendiri dan sok suci dalam menjalankan aktivitas religiusnya.

Orang sok khusuk dan sok suci itu biasanya selalu menyalah-nyalahkan orang lain. Sementara orang berjuang demi agama dengan membangun pesantren, mengajari masyarakat mengaji dan memahami Al-Qur'an, orang sok khusuk dan sok suci hanya menyendiri. Dia merasa asyik dengan Tuhannya saja tanpa berbuat lebih untuk agama dan masyarakat. 

Justru orang yang banyak berbuat untuk agama dan masyarakat dinilai salah oleh orang sok khusuk dan sok suci, karena membangun masjid, musala, madrasah atau lainnya dari dana yang kemungkinan subhat bahkan haram. Tapi orang sok suci itu tetap tidak bisa membangun masjid, musala atau madrasah dengan dana yang 100% halal. 

Paling banter orang sok suci hanya punya niat mau membangun masjid, musala, dan madrasah saja. Itu pun tidak mungkin terwujud karena dirinya enggan bergaul dengan orang-orang tidak suci dan tidak khusuk yang kerjanya hanya menumpuk harta benda.

Untuk itu Gus Baha senantiasa selalu mengingatkan pada masyarakat dan muhibbinnya untuk menghindari sifat sok suci itu. Baik pada mereka yang telah memiliki banyak ilmu, atau yang baru belajar sama sekali tidak boleh merasa suci karena akan terjerumus pada perilaku sok suci.

Sok suci akan mengubah seseorang menjadi berbeda. Menganggap selain dirinya kotor dan salah. Secara extrem bahkan bisa menciptakan kerusakan demi memuaskan perasaan sok sucinya tersebut.

Dilarang Sok Suci saat Ramadhan

Gus Baha juga senantiasa mengajak masyarakat dan muhibbinnya untuk menghargai realitas di kehidupan. Salah satu contohnya di saat Bulan Suci Ramadhan. 

Pengasuh Pondok Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan Pendidikan Pengembang Ilmu Al-Qur'an (LP3IA), Rembang, Jawa Tengah itu kerap berpesan agar beribadah dengan baik di Bulan Ramadhan. " Tidak usah mentang-mentang terus bilang bulan puasa setahun sekali saja harus maksimal ibadahnya," ujarnya.

Jangan, sambungnya, tidak usah seperti itu. Kasihan pada orang-orang yang tidak bisa jalankan puasa secara maksimal. Misalnya seperti kuli pengangkut barang, pekerja bangunan, sopir kendaraan umum, satpam, dan lain-lainnya.

Menurut Gus Baha, mereka yang tidak bisa menjalankan ibadah puasa secara maksimal sesungguhnya tidak ingin demikian. Tapi tuntutan pekerjaannya tidak memungkinkan mereka untuk maksimal berpuasa dan beribadah lain saat Ramadhan. Sementara mencari nafkah juga merupakan ibadah yang diperintahkan Allah.

"Makanya biasa saja. Jangan semua orang disuruh maksimal saat Ramadhan. Mana bisa maksimal kalau kerjanya sopir, kuli, satpam atau lainnya. Nggak bisa semua orang seperti kamu," tutur Gus Baha dalam sebuah kajian membahas Ramadhan.

Sekali lagi dalam hal ini Gus Baha mengingatkan agar tidak sok suci di Bulan Ramadhan. Di mana membuat diri merasa lebih baik, khusuk, dan lebih suci dibanding mereka yang belum dapat menjalankan ibadah secara maksimal di Ramadhan karena sebab pekerjaan atau lainnya. Mengajari kita agar senantiasa menahan diri dari sifat sombong karena telah beribadah dengan baik. 

Sebab, sesungguhnya tidak ada satu ibadah pun yang bisa disombongkan. Karena kita tidak akan bergerak beribadah pada-Nya jika tidak mendapat hidayah dan pertolongan dari-Nya. Jadi sebenarnya atas kehendak-Nya lah kita beribadah dan menyembah-Nya. Yang harus kita lakukan adalah bersyukur atas nikmat iman dan Islam pada Allah, bukan justru menyombongkannya pada orang lain. 

Wallahu'alam bishawab. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun