Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas sedang viral gara-gara Surat Edaran(SE) Nomor: SE. 05 Tahun 2022 tentangPedoman Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid dan Musala. SE itu ditujukan pada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama provinsi;Kepala Kantor Kementerian Agama kabupaten/kota;Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan; Ketua Majelis Ulama Indonesia; Ketua Dewan Masjid Indonesia; Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Islam; danTakmir/Pengurus Masjid dan Musala di seluruh Indonesia.
Yang paling utama dipermasalahkan dalam SE itu ada pada poin 2. Yaitu tentang pemasangan dan penggunaan pengeras suara. Isinya:
a. pemasangan pengeras suara dipisahkan antara pengeras suara yang difungsikan ke luar dengan pengeras suara yang difungsikan ke dalam masjid/musala;
b. untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya dilakukan pengaturan akustik yang baik;
c. volume pengeras suara diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel); dan
d. dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, dan bacaan akhir ayat, selawat/tarhim.
Anda harus membaca SE itu secara keseluruhan untuk melihat niat baik di dalamnya. Karena jika Anda hanya membaca dan mendengar selentingan saja, Anda pasti akan ikut-ikutan mem-bully Menteri Agama. Dan makin membenci Menteri Agama yang mencontohkan, menganalogikan, membandingkan (atau apapun namanya) suara azan dengan suara guk-guk yang mengelilingi rumahnya.
Percayalah, yang utama hendak diselamatkan Menteri Agama terletak pada poin 4 SE tersebut. Isinya, suara yang dipancarkan melalui pengeras suara perlu diperhatikan kualitas dan kelayakannya, suara yang disiarkan memenuhi persyaratan:
a. bagus atau tidak sumbang; dan
b. pelafazan secara baik dan benar.
Jika masjid dan musala mengeluarkan suara tidak bagus atau sumbang, pelafazannya tidak baik dan salah, jangankan orang lain, orang Islam sendiri saja tidak akan berani menegur. Hal inilah yang sebenarnya ingin dikendalikan oleh Menteri Agama.
Mestinya, SE itu tidak perlu ada jika masing-masing masjid dan musala mau mawas diri, bijaksana dan introspeksi diri. Tapi kondisinya kan tidak seperti itu. Semua justru berlomba-lomba meninggikan volume pengeras suara dengan alasan supaya banyak orang mendengarkan siar azan, tanda sebelum azan, pengajian, atau lainnya.
Anda tahu sendiri betapa power full-nya takmir masjid dan musala. Jika suara azan tidak enak didengar, pengeras suara terlalu tinggi, pelafazan salah tapi dimasukkan ke pengeras suara, siapa yang berani menegur? Siapa yang berani mengecilkan volume pengeras suara di masjid atau musala? Siapa yang berani mematikan pengeras suara?
Tidak akan ada yang berani. Sebelum ada maupun setelah SE Menteri Agama, mungkin tetap tidak akan berani menegur, mengecilkan volume, atau sampai mematikan pengeras suara masjid atau musala. Karena jika Anda melakukan itu, maka Anda bukan hanya akan berhadapan dengan takmir masjid atau musala, tapi juga akan berhadapan dengan masalah lain.
Anda mungkin akan berhadapan dengan warga yang fanatik pada pengeras suara di masjid atau musala. Anda akan menghadapi fitnah anti suara azan atau suara siar masjid dan musala. Selanjutnya, anda akan difitnah anti Islam meskipun Anda Islam, apalagi jika Anda bukan Islam.
Ketidakberuntungan akan berlanjut. Anda dan keluarga juga mungkin akan terusir dari kampung Anda sendiri gara-gara keberanian Anda itu meskipun berbekal SE Menteri Agama. Itulah risiko jika Anda berani mengoreksi takmir masjid atau musala terkait pengeras suara.
Maka, SE Menteri Agama tersebut sebenarnya adalah untuk melindungi kita semua dari kemungkinan yang terjadi atas pengeras suara masjid atau musala di sekitar kita. Setelah adanya SE Menteri Agama tersebut, Anda harus tahu bahwa tidak perlu lagi mengoreksi takmir masjid atas pengeras suaranya. Sebab, setiap masjid dan musala sudah menerima SE Menteri Agama itu.
SE Menteri Agama itu telah memberikan ruang pada takmir masjid atau musala untuk mengoreksi pengeras suaranya sendiri. Jika tak ada perubahan berarti ya begitulah hasil koreksinya. Jika berubah, berarti itu juga hasil koreksinya.
Lalu, karena SE Menteri Agama itu tidak dilengkapi dengan sanksi, maka jika Anda kurang cocok dengan pengeras suara di musala atau masjid, saat ini Anda hanya punya dua pilihan. Pertama, Anda harus bersabar sekuat-kuatnya tanpa batas. Kedua, pindahlah.Â
Hanya dua langkah itu yang bisa Anda lakukan setelah terbitnya SE Menteri Agama itu. Sama juga jika rumah Anda dikelilingi oleh suara anjing. Jika Menteri Agama sudah mengeluarkan SE tentang suara anjing, langkahnya juga tinggal dua. Bersabar mendengarkan suara anjing-anjing itu, atau pindah dari lingkungan itu. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H