Memang ada pengelolaan sampah yang akhirnya bergerak ke arah ekonomi melalui bank sampah dan 3R. Hanya, kenyataan membuktikan volume sampah masuk ke TPA berkurang hanya sangat amat sedikit. Bank sampah dan TPS 3R hanya mengelola "daging" sampah saja. "Tulangnya" tetap menuju TPA.
Dari 29 persen sampah tertangani, bertambah 3 persen sampah diolah sejak adanya bank sampah dan TPS 3R. Berarti hanya meningkat 3 persen sampah terkelola (ditangani dan diolah). Sementara 68 persen sampah tercerai berai di mana-mana karena keterbatasan layanan pemerintah.Â
Bank sampah yang sifatnya komunal akhirnya banyak yang mati syahid. Maksudnya, mati dalam perjuangan mengelola "daging" sampah namun pemasukan tidak tentu hingga akhirnya berhenti.
TPS 3R relatif bertahan. Namun 3R-nya sedikit sekali yang berjalan. Ribuan TPS 3R yang dibangun pemerintah sangat kecil menjalankan prinsip 3R. Kebutuhan sumber daya manusia untuk memilah sampah di TPS 3R tidak sebanding dengan sampah yang terus menerus datang.
Belum lagi adanya persaingan antara pemulung dengan bank sampah dan TPS 3R. Bank sampah dan TPS 3R sering mengeluhkan banyaknya pemulung sehingga "bisnis" mereka tidak berjalan. Padahal, pemulung jauh lebih dulu ada dibanding bank sampah dan TPS 3R.
Dari semua itu, intinya masyarakat tetap membuang sampah. Setiap hari. Tiada henti.Â
Wajib Laksanakan Protokol Pengelolaan Sampah
Kondisi ini jika terus terjadi, persoalan sampah tidak akan ada habisnya. Tata kelola sampah harus dijalankan sebagai protokol pengelolaan sampah. Semacam protokol kesehatan yang menjadi kewajiban setiap orang di masa pandemi.
Sebenarnya, pengelolaan sampah sebagai kewajiban setiap orang, pengelola kawasan, pemerintah, dan produsen produk sudah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Hanya belum dilaksanakan saja.
Anehnya, pihak yang mendorong pelaksanaan regulasi pengelolaan sampah justru di-alienasi, dianggap tukang protes, dan sok idealis. Seolah-olah persoalan sampah di Indonesia memang dilanggengkan oleh oknum-oknum dari pemerintahan, aktivis lingkungan, pegiat persampahan, dan dunia usaha.Â
Padahal, sangat gampang menyelesaikan persoalan sampah di Indonesia. Dengan catatan semua pihak sportif dan siap menjalankan regulasi pengelolaan sampah. Tidak akan ada pihak yang dirugikan. Justru untung jika regulasi persampahan diimplementasikan. Yang paling diuntungkan adalah lingkungan.