Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mendeteksi Pemalsuan Produk melalui Pengelolaan Sampah

12 Januari 2022   16:09 Diperbarui: 13 Januari 2022   10:01 1552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polda Banten saat pers rilis pengungkapan kasus pemalsuan produk shampoo, sabun, dll. awal Januari 2022. (Sumber foto kompas.com/Rasyid Ridho)

Sistem pengelolaan sampah yang benar sesuai regulasi pada dasarnya sangat serbaguna. Tidak hanya efektif untuk menyelamatkan lingkungan dari masalah sampah, tapi bisa menyelamatkan banyak pihak dari masalah. Termasuk masalah pemalsuan produk oleh pihak lain yang tidak berhak.

Akhir tahun 2021 lalu Kepolisian Daerah (Polda) Banten mendapat tangkapan besar. Sebuah pabrik yang memproduksi kosmetik palsu digerebek polisi pada Jumat, 31 Desember 2021. Pabrik itu berlokasi di Kecamatan Paku Haji, Kabupaten Tangerang, Banten.

Dari hasil penggerebekan polisi mengetahui pabrik itu memalsukan produk shampoo, sabun, dan minyak rambut. Terungkap juga bahwa pabrik itu sudah beroperasi dan mengedarkan produk-produk palsu selama tiga tahun terakhir. Produk palsu itu tak hanya dijual di wilayah Banten, tapi meluas hingga Lampung dan Palembang.

Penggerebekan itu berawal dari ditemukannya shampoo palsu merek Sunsilk di salah satu warung di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang, tiga hari sebelum dilakukan penggerebekan.

Dari hasil penggerebekan, polisi mendapatkan ratusan produk palsu menggunakan merek terkenal terutama dari PT Unilever. Yaitu, Pantene, Clear, Sunsilk, Dove, Head and Shoulder serta Gatsby.

Dari hasil penjualan produk palsu itu, pelaku mengaku mendapatkan keuntungan Rp 200 juta per bulan. Bisa dibayangkan betapa banyaknya keuntungan produsen aslinya setiap bulannya. 

Kelola Sampah Cegah Pemalsuan Produk

Pengelolaan sampah yang benar sesuai regulasi bisa digunakan untuk mendeteksi produk palsu. Sehingga kejadian pemalsuan dari produk-produk seperti yang terjadi di Banten bisa dicegah sejak awal. Sebab, di dalam pengelolaan sampah seluruh potensi sampah sudah diketahui sejak sebelum sampah itu menjadi sampah. 

Dengan mengetahui jumlah sisa produk atau sampah sebelum produk itu diedarkan, maka produsen akan dengan sangat mudah mendeteksi pemalsuan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi salah satu konsentrasi konsep polluters pay principal. Yaitu, supaya produsen memasukkan semua siklus produknya hingga menjadi sampah ke dalam sistem produksi dan distribusi, bahkan jika perlu hingga promosinya.

Konsep tersebut mestinya juga menjadi dasar dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) Pasal 15. Isi pasal tersebut:

Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

Jika semua dipahami dengan benar dan hati yang terbuka, sesungguhnya peraturan itu bertujuan untuk menjaga semua pihak dari potensi kerugian. Terutama dari upaya pemalsuan-pemalsuan yang mungkin terjadi.

Pemalsuan Produk Merugikan Banyak Pihak

Pemalsuan produk sangat merugikan banyak pihak. Bukan hanya pihak produsen pemilik produk asli dan konsumen, tapi juga merugikan negara dan lingkungan. 

Pihak produsen jelas dirugikan karena akan mengurangi jumlah produk asli yang terjual.

Di sisi lain, produsen asli akan dirugikan jika produk palsunya menyebabkan masalah kesehatan bagi konsumennya. Konsumen bisa menggugat produsen asli yang merek dan nama perusahaannya tertera dalam wadah produk palsu itu.

Produsen produk asli bisa saja mengelak dari gugatan konsumen produk palsu. Produsen bisa membalik keadaan dan menyalahkan konsumen karena tidak jeli membeli sehingga salah membeli produk palsu.

Konsumen bisa saja kalah dalam gugatannya, tapi dampak publikasi kekalahan itu akan meluas. Konsumen lain akan terpengaruh berpikir bahwa produsen asli tidak peduli pada konsumennya yang bermasalah karena mengkonsumsi produk palsu. 

Selain itu konsumen lain akan berpikir bahwa produsen asli terkesan membiarkan ada pemalsuan atas produknya dengan meminta konsumennya lebih jeli dalam membeli. Demi keamanan, konsumen bisa sama sekali meninggalkan produk tersebut yang asli maupun yang palsu.

Di sisi konsumen, kerugiannya terkait kualitas dan kuantitas. Konsumen mengharapkan kualitas produk dalam membeli produk tertentu dengan harga tertentu. Jika harga tidak sesuai dengan kualitasnya, tentu konsumen rugi. Kualitas produk palsu dipastikan berbeda jauh dari kualitas produk aslinya.

Pada negara, produk palsu adalah potensi yang jelas-jelas merugikan negara dari sisi perpajakan. Setiap produk mengandung pajak yang dibayarkan konsumen pada negara melalui pembelian produk. Produk palsu pasti tidak terdeteksi pajak karena memang tujuannya mendapatkan keuntungan secara tidak benar. Termasuk mengemplang pajak.

Akhirnya, sisa produk palsu terutama yang berupa sampah kemasan juga akan merugikan lingkungan. Karena tidak akan ada pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban atas sampah-sampah produk palsu tersebut. Bahkan produsen produk aslinya pun bisa berbunyi di belakang kasus produk palsu jika sisa produknya sudah menjadi masalah bagi lingkungan.

Berdasarkan inilah kemudian sistem pengelolaan sampah memang harus diatur sejak awal. Supaya semua potensi kerugian sebagaimana dipaparkan sebelumnya bisa direduksi sekecil-kecilnya

 Dengan mengelola sampah, produsen bisa tenang karena pemalsuan produk bisa dengan mudah dideteksi dan diketahui, konsumen tenang karena ada jaminan keaslian, negara tidak rugi dalam perpajakan, dan lingkungan bisa terhindar dari masalah sampahnya. Karena pengelolaan sampah yang baik dan benar pasti menganut sistem ekonomi sirkular. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun