Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Level Pemerhati dan Pegiat Persampahan

26 Desember 2021   07:00 Diperbarui: 27 Desember 2021   08:39 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan kerelawanan membersihkan sampah biasanya menjadi awal bagi seseorang menjadi pemerhati dan pegiat persampahan. (Dokumentasi pribadi)

Dalam dunia persampahan, pemerhati dan pegiat bisa dibagi-bagi levelnya. Berdasarkan kesadarannya, perhatiannya, kegiatannya, pemahamannya pada regulasi, cara pandangnya, penanganannya, dan pengolahan sampahnya.

Perlu juga dipahami bahwa mengelola sampah adalah berarti dua kegiatan. Yaitu, kegiatan menangani sampah dan kegiatan mengolah sampah. Menangani sampah merupakan kegiatan linear, sedangkan mengolah sampah adalah kegiatan sirkular.

Level Pemula

Pada level ini pemerhati dan pegiat lingkungan hanya tertuju pada "tulang-tulang" sampah. Yaitu, sampah yang tidak ada nilainya. Sampah yang sudah jatuh di tanah dan berada di hilir. Di level ini seseorang memiliki kesadaran yang tinggi bahwa sampah akan merusak lingkungan. 

Pemahamannya pada regulasi pengelolaan sampah sangat rendah. Bahkan sama sekali tidak tahu bahwa tata kelola sampah diatur oleh negara. 

Mereka yang hidup pada level ini hanya punya idealisme yang menggebu-gebu membersihkan lingkungan. Yang penting dan pokoknya lingkungan bebas dari sampah. Ini adalah pemerhati lingkungan yang bisa dibilang kelompok garis kerasnya.

Pemerhati dan pegiat sampah pada level inilah yang kerap mengadakan kegiatan-kegiatan kolosal. Membersihkan sampah di sungai, pantai, laut, danau, lapangan, hutan sampai ke gunung-gunung.

Pada level ini juga pemerhati dan pegiat lingkungan sangat getol melakukan pelarangan-pelarangan pada apa saja yang berpotensi jadi sampah dan membebani ekologi. Fokusnya hanya pada penyelamatan ekologi.

Level Menengah

Kadang pemerhati dan pegiat sampah di level menengah ini berasal dari level pemula. Namun banyak juga yang langsung duduk di level tengah ini karena langsung tahu nilai ekonomis dari sampah.

Pada level menengah ini pemerhati dan pegiat sampah tertuju pada "daging-daging" sampah. Sering orang tidak setuju jika orang-orang ini dimasukkan pada kelompok pemerhati dan pegiat persampahan. Karena sesungguhnya mereka didorong oleh cuan di bisnis pengolahan sampah, bukan karena cinta lingkungan. 

Bisnis sampah menjadi penggerak ekonomi sirkular di persampahan juga menarik banyak orang.  (Dokumentasi pribadi)
Bisnis sampah menjadi penggerak ekonomi sirkular di persampahan juga menarik banyak orang.  (Dokumentasi pribadi)

Tapi bagaimanapun mereka bagian dari upaya pengelolaan sampah yang tidak bisa diabaikan sumbangsihnya. Sebab, mereka ini mengisi di ruang lingkup daur ulang dalam prinsip pengelolaan sampah.

Mereka tahu bahwa ada bagian sampah yang bisa didaurulang secara teknis. Menjadi barang/benda yang sama atau turunannya. Dalam siklus daur ulang itulah ada perputaran cuan yang "gila".

Begitu menggiurkannya bisnis sampah ini sehingga cukup banyak orang tertarik magnetnya. Sampai-sampai hanya terfokus pada nilai ekonomis sampah saja. Mayoritas lalu tidak peduli pada "tulang-tulang" sampah, yang terpenting untung dari "daging-daging" sampah.

Saking menariknya bisnis sampah, pemerintah sampai menganggap hal itu sebagai solusi masalah sampah. Semua orang didorong untuk berbisnis sampah. Tapi apa boleh buat, akhirnya terhenti pada satu titik lagi. Di mana sampah yang dianggap tidak menghasilkan uang masuk ke tempat pemrosesan akhir sampah (TPA). Di mana hampir semua TPA hanya menumpuk sampah dan dijadikan gunung-gunung sampah. 

Umumnya mereka di level ini memahami regulasi. Tapi dalam bisnis tentu regulasi merupakan ganjalan yang bisa jadi beban bisnis. 

Maka untuk kepentingan bisnis, seringkali regulasi hanya dipakai seperlunya saja untuk keuntungannya.  Padahal, sejak awal regulasi dibuat agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam lingkup peraturan itu.

Level Pengelola

Yang ketiga ini bisa dikatakan level tertinggi dalam memberikan perhatian dan berkegiatan terkait sampah. Mereka mengelola sampah, yang berarti menangani dan mengolah sampah.

Menghadapi persoalan sampah perlu sistematika yang baik, selain butuh kerapian struktural, dan gerakan yang terukur. 

Kata kunci dalam pengelolaan sampah adalah menyeluruh, sistematis, dan berkelanjutan. 

Pengelolaan sampah sesuai regulasi memerlukan koordinasi dan konsolidasi berbagai pihak. (Dokumentasi pribadi?
Pengelolaan sampah sesuai regulasi memerlukan koordinasi dan konsolidasi berbagai pihak. (Dokumentasi pribadi?

Level ini merupakan komposisi terbaik antara kesadaran penyelamatan lingkungan, pemahaman regulasi dan penanganan sampah berbasis ekologi, ekonomi dan sosial. Semuanya diramu menjadi satu sehingga muncul konsep pengelolaan yang tepat.

Pengelolaan sampah yang baik dan benar sesuai regulasi adalah gotong royong. Itu berarti kolaborasi besar dengan konsep pengelolaan sampah yang efektif, efisien, terstruktur, sistemik, massif, komperhensif,  proporsional dan berkelanjutan. Dalam pengelolaan sampah tidak boleh ada satu pun yang lepas dari tanggung jawab.

Semua pihak dalam pengelolaan sampah harus menjadi subjek, objek, dan aktif. Keterputusan satu pihak saja dalam lingkaran subjek pengelolaan sampah, maka terlepas semuanya. 

Ini persis sebagaimana pasal 13, 15, 21, 44 dan 45 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) yang mengamanatkan semua pihak agar berjalan beriringan mengelola sampah. 

Banyak Orang Stagnan di Level Pemula dan Menengah

Semua level pemerhati dan pegiat persampahan ada orang dan masanya. Masing-masing level memiliki daya tariknya sendiri-sendiri. Namun, banyak orang stagnan pada level pemula dan menengah, alih-alih terjebak di level itu.

Orang normal tentu tidak mau terus menerus ada pada level pemula pada bidang apapun. Namun, di dunia persampahan tidak begitu. Orang bisa berada di level pemula bahkan sampai akhir usianya. Dan itu bukan masalah yang besar, bahkan justru menjadi kebanggaan.

Demikian juga pada level menengah. Mereka yang ada di level ini sebenarnya sama saja dengan pemulung, pengepul, pelapak dan perosok. Yang membedakan hanya label "peduli lingkungan".

Kalau bisnisnya sama saja. Justru mereka yang berbisnis sampah dengan embel-embel "peduli lingkungan" ini bisa lebih banyak untungnya. Karena ada trik lain yang bisa dipakai pada level menengah ini. Mereka berbisnis tapi merengek minta bantuan pada pemerintah dan donatur lainnya karena mengaku sudah "peduli lingkungan"

Level pemula dan menengah pada dunia sampah ini memang punya potensi menjebak orang-orang. Namun yang sesungguhnya, orang-orang suka menjebakkan dirinya dalam dua level itu. Mereka tidak mau masuk ke level pengelolaan sampah karena sejumlah faktor.

Terutama karena hilangnya sentralisasi pengelolaan sampah. Carut-marutnya masalah sampah justru menjadi potensi menghasilkan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.

Dari sini kita tahu bahwa memang ada pihak yang tidak suka kalau sampah sudah tak lagi menjadi masalah. Karena kondisi keruh persampahan mengandung keuntungan pihak-pihak tertentu. (nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun