Kondisi saat pandemi, ketika orang lebih banyak berkegiatan dari rumah menyebabkan timbulan sampah dari rumah meningkat. Kemungkinan besar, timbulan sampah di masa depan Metaverse kondisinya sama seperti saat pandemi.
Kemajuan Teknologi versus Pengelolaan Sampah
Secara teknologi mungkin orang-orang sudah siap. Jika masih ada yang tidak siap, maka lingkungan yang akan memaksanya untuk siap. Seperti orang-orang gagap teknologi yang kini mayoritas sudah menggunakan smartphone.
Tidak ada yang bisa membayangkan betapa cepatnya perkembangan teknologi sejak mesin uap ditemukan. Perjalanan waktu revolusi industri 1.0 sampai revolusi industri 5.0 hanya butuh waktu 2,5 abad. Padahal masa-masa sebelum tahun 1769, kemajuan teknologi berjalan sangat lambat.
Dampak positif dari dunia baru yang akan kita songsong pasti banyak. Meskipun dampak negatifnya Metaverse juga pasti banyak juga. Salah satunya dampak negatif yang akan terjadi adalah tren peningkatan timbulan sampah di rumah tangga.
Sama seperti kebutuhan pokok dan dasar manusia lainnya, timbulan sampah tidak bisa dibereskan dengan VR atau AR. Jika sampah tak dikelola sejak dari sumbernya, maka semua sampah akan berujung di pembuangan dan akan jadi musibah.
Namun, jika sampah dikelola dengan baik dan benar justru akan mendatangkan keuntungan. Karena semua bisa diolah menjadi bahan baku daur ulang.Â
Di masa depan mungkin konsep reduce, reuse dan recycle (3R) sudah tidak bisa dipakai lagi. Hanya tinggal satu "R" saja relatif relevan hingga masa depan yang Metaverse atau Multimetaverse.
Harapannya, percepatan teknologi bisa pararel dengan terwujudnya tata kelola sampah yang baik dan benar. Yakni, pengelolaan sampah yang tidak berdampak negatif pada lingkungan, manusia, dan ekosistem lainnya di sekitar kita. (nra)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H