Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bisnis Sampah adalah Bisnis Unlimited

16 Desember 2021   07:54 Diperbarui: 18 Desember 2021   08:23 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat sampahpun akhirnya jadi sampah yang bisa didaur ulang dan diolah dengan metode bisnis profesional. (Dok.Pribadi)

Bisnis di dunia ini bisa dibagi menjadi  dua kategori saja. Bisnis produk apa saja dan bisnis sampah. Sebab semua dan apapun yang diproduksi industri maupun non-industri, massal maupun handmade pada akhirnya akan jadi sampah.

Ini menunjukkan bahwa bisnis sampah adalah bisnis istimewa yang keberlanjutannya bisa dibilang paling meyakinkan karena memenuhi faktor utama dalam bisnis. Yaitu, terjaminnya ketersediaan bahan baku. Maka tak berlebihan jika dikatakan bahwa pengelolaan sampah adalah bisnis yang tak terbatas. Unlimited business.

Sebagai bahan baku bisnis, ketersediaan sampah pasti ada. Sepanjang ada kehidupan dan peradaban, maka di situlah sumber sampah. Sementara, bisnis selain sampah bahan bakunya belum tentu ada di dalam populasi atau pun komunitas yang hidup dan beraktivitas.

Dengan kategori tersendiri, bisnis sampah akhirnya memiliki keunikannya sendiri pula. Sampah memang terjamin ketersediaannya sebagai bahan baku, namun tidak bisa dalam jumlah tertentu. Sampah menyebar ada di mana-mana. Sampah timbul dari kehidupan di pesisir hingga puncak gunung. Ada kehidupan pasti ada sampah.

Di setiap kehidupan itu sampah sangat beragam. Bisnis sampah secara sederhana bisa digolongkan menjadi dua atau paling banyak tiga jenis sesuai output dan inputnya. Yakni, bisnis sampah biologis, teknis atau energi. Ketika sudah ditentukan akan berbisnis sampah pada jenis yang mana, upaya selanjutnya adalah proses pemilahan saja.

Karena demikian banyak dan tersebarnya keberadaan sampah sebagai bahan baku, maka bisnis sampah tak bisa lepas dari cara kerja berjejaring. Dalam bisnis sampah jenis apapun, pola kerja tersebut sangat dibutuhkan. Sebab, jumlah sampah di satu tempat tidak bisa ditentukan. Hanya bisa dihitung potensinya namun tidak bisa dipastikan volumenya.

Kadang di satu tempat timbulan sampah sangat banyak. Namun di waktu yang lain bisa jadi di tempat itu hanya ada sedikit sampah. Kondisi seperti itu bisa terjadi di mana pun. Volume sampah di satu waktu dan tempat bisa berubah-ubah. Tapi selama di tempat itu ada kehidupan, pasti ada sampah.

Jejaring dalam bisnis sampah dibutuhkan untuk bisa menangkap sampah di semua waktu dan tempat. Dalam perjejaringan itu juga diperlukan perjenjangan pengelolaan sampah. Di mana semuanya dapat menjadi basis informasi timbulan sampah yang relatif riil.

Ya, berbisnis sampah juga butuh  keseriusan. Sudah banyak yang serius berbisnis sampah dan berhasil. Tapi ada juga yang tidak serius berbisnis sampah dan banyak yang gagal. Kegagalan dalam berbisnis sampah menimbulkan sakit yang berbeda dengan kegagalan bisnis lainnya. Sekali lagi karena bisnis sampah ini gila.

Bisnis Yang Kental Nilai Sosial

Letak lain dari kegilaan bisnis sampah adalah nuansa sosial yang tidak bisa ditinggalkan. Tidak bisa seseorang berbisnis sampah murni sebagai bisnis. Selalu ada nilai sosial yang melekat dalam bisnis sampah. Dan selalu ada bisnis dalam sosialnya pengelolaan sampah.

Tempat sampahpun akhirnya jadi sampah yang bisa didaur ulang dan diolah dengan metode bisnis profesional. (Dok.Pribadi)
Tempat sampahpun akhirnya jadi sampah yang bisa didaur ulang dan diolah dengan metode bisnis profesional. (Dok.Pribadi)

Tipisnya sekat antara sosial dan bisnis inilah yang kerap membuat orang terjebak. Lalu mengatasnamakan sosial dalam berbisnis sampah. Dan berbisnis sampah dengan cara sosial dalam arti yang konyol. 

Yang pertama terjebak dalam "dosa" membohongi publik untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari sampah. Yang kedua terjebak dalam kata-kata sosial sehingga tak mendapat hasil apa-apa.

Dua kondisi di atas sama-sama tidak benar dalam bisnis sampah. Yang satu mengharap hasil untung yang sebanyak-banyaknya. Dan yang lain tidak mendapat untung sedikit pun. Maka dua-duanya akan berhenti pada waktunya sendiri-sendiri. Hanya pebisnis sampah dengan hati dan jiwa bersih yang akan berhasil. Yaitu mereka yang berjiwa entrepreneurship sesuai kaidah yang baik dan benar.

Jenjang dan jejaring dalam bisnis sampah memang tidak bisa dibangun dengan mudah. Membutuhkan waktu, tenaga dan pikiran. Proses ini senyatanya adalah membangun sistem bisnis yang riil dan kokoh. Di mana hasil akhirnya adalah adanya sistem bisnis yang terencana dan teratur dengan baik.

Bisnis Di Indonesia Masih Parsial

Sudah adakah di Indonesia yang menjalankan bisnis sampah secara berjenjang dan berjejaring? 

Sejauh ini belum ada. Semuanya masih berjalan secara parsial. Sehingga rantai pasok bisnis sampah masih lemah. Banyak bisnis sampah yang akhirnya berhenti, mati dan bangkrut.

Bisnis sampah yang terus bertahan adalah milik mereka yang memiliki kekuatan modal yang kokoh.

Kebesaran yang justru memanfaatkan lemahnya nilai tawar pemasok. Sehingga harga bisa dikendalikan sedemikian rupa. Setiap ada pemasok bankrut karena harga yang tidak bersaing, setiap itu juga ada pemasok baru sebagai pendatang baru.

Begitulah terus menerus kehidupan bisnis sampah. Pebisnis kecil di bawah yang secara parsial menjadi pemasok pebisnis-pebisnis sampah besar tidak pernah bertahan lama. Namun pebisnis besar sebagai "raja rimba" bisnis sampah semakin besar dan terus membesar dengan keuntungan semakin besar.

Konsep Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) seharusnya bisa menjawab tantangan bisnis sampah yang berjenjang dan berjejaring itu. Di mana oleh inisiatornya - Asrul Hoesein - PKPS diharapkan menjadi poros sirkular ekonomi yang selama ini jalan di tempat dan hanya berupa jargon atau semboyan belaka.

Selengkapnya tentang PKPS akan kita dapati pada bagian lain secara khusus dan lengkap.(nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun