Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Lupakan Bank Sampah, Jadilah Pelapak-Perosok-Pengepul Sejati

1 Desember 2021   08:53 Diperbarui: 10 Desember 2021   17:00 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelapak, perosok, dan pengepul sampah adalah pemasok utama industri daur ulang. (Dok. Nara)

Pertumbuhan lembaga/komunitas olah sampah di Indonesia tidak lepas dari program pemerintah Bank Sampah. 

Program itu ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce Reuse dan Recycle Melalui Bank Sampah. Ribuan bank sampah kemudian lahir, meski juga banyak yang mati.

Sebelum ada program bank sampah, sudah ada usaha-usaha mandiri pengolah sampah seperti pelapak, perosok, dan pengepul sampah. Usaha mandiri inilah yang bergerak dalam pengolahan sampah secara dengan ujung tombak para pemulung.

Pemerintah tahu betapa bermanfaatnya pelapak, perosok, dan pengepul itu dalam pengurangan sampah. 

Namun, alih-alih meningkatkan kinerja pengolahan sampah pada usaha-usaha itu, pemerintah memilih untuk membuat program sendiri.

Di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) keluar program bank sampah, sementara di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) muncul program TPS 3R.

Untuk program TPS 3R-nya PUPR kita bahas lain waktu, di tulisan yang lain. Sekarang kita bahas bank sampah-nya KLHK sampah dulu.

Berdasarkan semua batang tubuh Permen LHK Nomor 13 Tahun 2012 maka tumbuhlah minat masyarakat untuk mendirikan bank sampah. Sayangnya, bank sampah yang berdiri pada umumnya kemudian sama kinerjanya dengan pelapak, perosok, dan pengepul. 

Hanya, di dalam bank sampah ada harapan dapat dibantu dan difasilitasi pemerintah. Karena demikianlah bunyi regulasinya, bahwa pemerintah harus membantu dan memfasilitasi bank sampah.

Menurut referensi, bank sampah sebenarnya ditujukan menjadi pengelola sampah yang kategorinya di atas pelapak, perosok, dan pengepul. Supaya bank sampah dapat mengisi ruang yang tidak diisi pelapak, perosok, dan pengepul. Apa itu? Edukasi dan sosialisasi.

Tujuannya agar semakin banyak masyarakat mau menangani dan mengolah sampahnya dengan baik dan benar. Untuk yang ini, sampah yang ditangani bukan hanya sampah anorganik atau layak jual tapi juga sampah anorganik.

Setelah masyarakat sadar, mestinya mereka bebas akan menyerahkan/menjual sampah hasil penanganannya pada pelapak, perosok, dan pengepul untuk kemudian mendapatkan uang. Uang dari hasil "menjual" sampah itulah yang kemudian ditabung di bank sampah.

Bank Sampah Tidak Isi Ruang Kosong

Tapi kenyataannya, bank sampah yang banyak berdiri tetap tidak dapat mengisi ruang kosong edukasi dan sosialisasi peningkatan penanganan sampah di masyarakat. Bank sampah justru berkembang menjadi sangat mirip pelapak, perosok, dan pengepul.

Bank sampah sesekali tampak menjadi pesaing pelapak, perosok, dan pengepul. Namun, sesekali juga tampah menjadi "anak buah" pelapak, perosok, dan pengepul. 

Akibatnya, sampah yang ditangani masyarakat hanya sampah yang akan diolah bank sampah atau pelapak, perosok, dan pengepul saja. Yaitu, sampah yang bernilai ekonomis. Sementara yang tidak bernilai ekonomis tetap dibuang, diangkut menuju TPA.

Fungsi yang hilang dari bank sampah sebagai edukator dan sosialitator  terus berangsur lenyap. Namun, bank sampah terus mengharap bantuan dan fasilitas dari pemerintah, meski secara syarat sudah tidak mungkin lagi dibantu dan difasilitasi sesuai regulasi. Sebab, bank sampah tidak menyelesaikan persoalan sampah.

Jadi Pengusaha Sampah Sejati

Memunculkan penasaran, mengapa mereka masih saja mengenakan nama bank sampah pada kegiatan usaha pengolahan sampahnya. Mestinya, tidak usah lagi melabeli diri dan mengaku sebagai bank sampah. Apalagi pemerintah sudah tidak memberikan perhatian.

Daripada berjalan gamang, ada baiknya bank sampah-bank sampah itu berubah menjadi pelapak, perosok, atau pengepul sejati. Yaitu, dengan melengkapi semua syarat sebagai pelaku usaha atau bisnis pengolahan sampah. 

Supaya mendapatkan perhatian dari pemerintah melalui bidang lainnya. Bisa dari bidang perindustrian, perdagangan, atau dari bidang usaha kecil menengah (UKM).

Menjadi pelapak, perosok, dan pengepul pasti berkembang. Karena sudah banyak buktinya. Telah banyak pelapak, perosok, dan pengepul yang sukses menjadi pengusaha olah sampah. 

Andai banyak yang gagal, tidak mungkin ada pelapak, perosok, dan pengepul pendatang baru di dunia persampahan. (nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun