Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Begini Rasanya Berobat Gratis

1 September 2015   15:26 Diperbarui: 1 September 2015   15:26 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa hari yang lalu, saya terpaksa berkunjung ke Dokter. Bukan dokter yang membuka praktek pribadi. Bukan dokter di rumah sakit besar. Dokter di sebuah poliklinik milik pemerintah. Tepatnya sih sebuah rumah sakit ibu dan anak. Ada masalah dengan pencernaan saya, sebenarnya saya lebih suka uji diri, mengukur kemampuan tubuh saya untuk bertahan dan memulai proses penyembuhan sendiri, namun karena suami memaksa, jadilah saya ngikut saja.

Terpilihlah poliklinik, yang letaknya tak terlalu jauh dari rumah. Sampai di poliklinik masih terlalu pagi, baru sekitar jam 7.20. Loket untuk pendaftaran sudah buka. Tertulis di loket, bahwa dokter akan mulai melayani pada pukul 08.00.

Saya pun mengambil formulir antrian, mengisikan nama dan alamat saya, lalu meletakkan pada kotak yang telah disediakan. Hal ini saya lakukan karena saya baru pertama berobat ke sini, jadi belum memiliki kartu berobat. Jika sudah pernah berobat, maka tinggal meletakkan kartu berobat di kotak yang telah disediakan. Selanjutnya saya duduk diantara pasien yang sudah datang terlebih dahulu.

Tak lama saya duduk, petugas loket memanggil nama pasien sesuai urutan berdasarkan formulir antrian/kartu berobat. Wah, cepat sekali, padahal belum jam 8. Sampailah giliran saya di panggil, saya ditanya mana kartunya? Saya jawab kalau baru pertama kesini. Lanjut pertanyaan kedua, apa keperluan saya. Saya bilang kalau sakit perut. Saya dibuatkan kartu berobat dan harus membayar 3000 rupiah sebagai biaya registrasi. Saya lalu disuruh duduk lagi. Menunggu.

Selanjutnya ada 2 petugas masuk ke ruang periksa. Membawa lembaran-lembaran yang saya perkirakan adalah data rekam medik para pasien. Satu persatu, dipanggil ke ruang periksa.

Tibalah giliran saya. Saya di panggil ke ruang periksa. Setelah duduk ditanya apa keluhan saya. Jawaban saya dicatat di lembaran kertas. Semacam data rekam medik lah menurut saya. Setelah itu tensi saya di ukur. Petugas itu lalu menyerahkan kartu berobat dan lembaran hasil catatannya tadi pada saya. Saya di persilakan keluar, menunggu dokter datang katanya.

Saya pun keluar lagi. Menunggu lagi.

Seorang ibu di samping saya bertanya, berapa biaya kalau berobat ke sini. Saya jawab kalau saya tidak tahu, karena baru pertama ke sini. Tapi perkiraan saya, nggak bakal sampai 50 ribu lah biaya dokternya.

Akhirnya bu dokter datang, masuk ke ruang periksa. Dan mulailah para pasien bergantian masuk. Sampailah giliran saya.

Saya serahkan data rekam medik, bu dokter membaca. Sesekali mempertegas dengan menanyakan kembali. Sambil mulai menulis resep. Setelah itu, saya dipersilakan menuju apotik dengan membawa resepnya. Gitu doang! Nggak di pegang sama sekali.

Nggak puas dong kalau ke dokter tapi nggak di pegang sama sekali. Masa kita bayar cuma buat ditanya-tanya aja. Saya tanya ke bu dokter, apa nggak perlu di periksa dulu perut saya ini. Kata bu dokter, nggak usah. Obatnya itu nanti sudah cukup untuk mengatasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun