Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Oleh-oleh Kompasiana Nangkring Surabaya

30 Maret 2015   08:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:48 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acara kompasiana nangkring Surabaya yang membahas mengenai gerakan non tunai, diselenggarakan di gedung Bank Indonesia, Jalan pahlawan Surabaya. Acaranya sendiri berlangsung sabtu kemarin, 28 Maret 2015 dari jam 10 pagi sampai sekitar jam 2 siang.

Ada dua pembicara utama dalam acara ini yaitu Mas Dian dari Bank Indonesia dan Bu Herlina dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI).

Mas Dian menjelaskan tentang sistem pembayaran. Beliau memberikan ilustrasi bahwa konsumsi rumah tangga di Indonesia itu sangat tinggi. Namun sangat disayangkan, bahwa masyarakat masih memilih menggunakan transaksi tunai. Kan masyarakat kita masih PD kalau buka dompet isinya uang berlembar-lembar dibandingkan jika dompetnya hanya berisi satu kartu. Padahal ada beberapa kelemahan kalau menggunakan transaksi tunai. Kelemahan itu antara lain, berbiaya besar, kurang praktis dan transaksi tidak tercatat. Sementara kalau transaksi non tunai itu praktis, akses luas, aman, efisien dan transaksi tercatat.

Untuk di Indonesia, populasi pengguna transaksi non tunai terbanyak ada di propinsi Banten, disusul DKI, lalu Jabar dan DIY. Makanya BI sejak Agustus 2014 gencar melaksanakan sosialisasi penggunaan transaksi non tunai. Salah satunya ya di acara kali ini. Kompasioner itu kan suka nulis, jadi harapannya kompasioner bisa membantu BI dalam menyebarkan informasi mengenai transaksi non tunai ini.

Media uang elektronik ada dua, yaitu chip based dan server based. Untuk chip based maksimal dana yang bisa tersimpan adalah 1 juta, sementara untuk yang server based maksimal bisa mencapai 5 juta. Kok, cuma satu juta sih? Buat belanja bulanan mana cukup?

Ada beberapa pertimbangan kenapa nilai maksimal dari kartu uang elektronik chip based hanya satu juta. Pertama, kartu ini tak berpengaman. Jadi kalau hilang, penemunya bisa langsung menggunakan kartu ini untuk bertransaksi. Jadi kalau uang elektronik ini kita masukkan dalam dompet, terus dompet kita hilang, ya wassalam. Uang kita yang ada dalam kartu juga hilang. Jadi hampir sama lah dengan uang yang biasa kita gunakan untuk bertransaksi sehari-hari, bedanya hanya wujud fisiknya saja. Alasan kedua adalah, berdasarkan hasil survey, belanja konsumsi  masyarakat indonesia rata-rata adalah lima ratus ribuan. Jadi kalau di kartu ada dana 1 juta, bisalah buat belanja dua kali.

Ada nilai maksimal, ada minimalnya juga dong? Kata mas Dian sih nggak ada batasan nilai minimalnya. Kartu uang elektronik juga nggak dikenai pajak, nggak berbunga. Jadi walau sekarang kita isi 100 ribu terus kita diamkan saja, maka dua tahun lagi, kita cek isinya juga tetap 100 ribu.

Terus bentuknya uang elektronik itu kayak apa sih? Sebelum saya ikut acara ini saya juga nggak tahu bentuknya kayak apa. Tapi Mas dian memberikan contoh, dan kebetulan contohnya ini sudah sering saya dengar juga. Kalau nasabah BRI ada kartu BRIZZI, kalau pelanggan telkomsel ada T-Cash. Kalau kompasioner, kayak gambar dibawah ini

14276775881383949085
14276775881383949085
Ibu Herlina menjelaskan bahwa instrumen non tunai itu ada tiga, yaitu paper based, card based dan electronic based. Paper based misalnya cek, card based misalnya kartu kredit, electronic based misalnya kartu uang elektronik yang bentuknya seperti gambar diatas. Ke depan mungkin saja dalam tubuh manusia bakal ditanam chip yang berfungsi sebagai uang elektronik. Jadi naik bis, ya tinggal naik aja, perangkat pembaca di pintu masuk bis sudah memindai chip dalam tubuh kita. Nggak perlu repot keluarkan dompet, nggak perlu repot cari uang kecil, nggak perlu repot menggesek kartu.

Asyiknya lagi, kartu uang elektronik ini bisa dimiliki oleh siapa saja lho. Nggak perlu banyak persyaratan administrasi. Nggak perlu lah melampirkan daftar gaji, nggak perlu di survey dulu. Tinggal datang ke bank atau merchant dan bilang pengen punya kartu uang elektronik. Terus sediain uang dengan nominal tertentu untuk memperoleh kartunya. Kalau pengen punya KCC, diacara kemarin sih harganya 50 ribu.

Ibu Herlina juga sempat mendemokan bagaimana cara ngecek jumlah uang kita yang ada dalam kartu, ngecek transaksi yang sudah pernah kita lakukan dengan kartu itu.

14276784561955002502
14276784561955002502
Alatnya bernama Electronic Data Capture (EDC). EDC ini nggak dijual ya... Kalau kita ingin memiliki, tinggal datang aja ke bank, bilang kita pengen jadi merchant terus isi form aplikasinya. Tentunya tidak setiap orang bisa ya, biasanya pemilik EDC ini adalah para pelaku usaha. Pemilik toko, apotik, rumah makan dan pengennya sih nantinya warteg pun bisa memilikinya. Dan.... ini bisa jadi peluang bisnis lho. Kalau punya EDC kan kita bisa melayani pengguna uang elektronik yang ingin melakukan top up (transaksi isi ulang). Jadi saya berangan-angan jika penggunaan uang elektronik ini sudah memasyarakat, maka akan muncul lah gerai-gerai isi ulang uang elektronik, ya semacam gerai isi pulsa handphone yang dengan mudah kita temukan dimana-mana.

Kayaknya enak dan asyik banget kan ya bertransaki pakai uang elektronik ini. Tapi sesuatu yang baru itu memang harus melewati ujian dulu sebelum bisa diterima masyarakat luas. Untuk uang elektronik sendiri juga memiliki beberapa tantangan lho, antara lain preferensi konsumen, kepercayaan masyarakat, coverage yang masih terbatas dan juga dukungan pemerintah daerah.

Semoga saja ke depan makin banyak masyarakat yang mengetahui manfaat transaksi non tunai ini, makin banyak yang menggunakan. jadi pelaku usaha nggak perlu repot lagi cari uang kecil buat kembalian, nggak perlu lagi sediakan permen kalau pas nggak ada kembalian. Nggak apa-apa dompetnya tipis, biar nggak diincar pencopet.

Jadi, mari mulai sekarang kita biasakan bertansaksi non tunai. Mari kita sukseskan gerakan nasionan non tunai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun