Mohon tunggu...
Nara
Nara Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pendiam dan lebih suka berkomunikasi lewat tulisan. Instruktur di PPPPTK bidang otomotif dan elektronika Malang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar Menjadi Orangtuanya Manusia

20 November 2012   07:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:01 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya selesai juga membaca buku Orangtuanya Manusia karangan Munif Chatib yang diterbitkan oleh Kaifa. Bukunya sendiri sih udah dibeli dari akhir Oktober kemarin waktu ada pameran buku. Klo harga normalnya Rp 65.000. Berhubung lagi di pameran dapat diskon deh, jadinya Rp 55.000. Mahal? Bagi sebagian orang, terutama yang nggak suka baca buku, pasti bilang mahal dan rasanya sayang mengeluarkan uang sebanyak itu. Bisa jadi juga harga segitu adalah murah kalau melihat ada banyak pengetahuan yang dapat diambil setelah membaca buku itu. Membaca buku ini, saya harus sering berhenti di beberapa bagian. Penyebabnya pertama karena ‘diganggu’ anak-anak yang ngajak main. Kedua, saya sengaja berhenti sambil mengevaluasi lagi bagaimana perlakuan saya pada anak-anak. Memang, banyak orang bilang tak mudah menjadi orang tua, tak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Namun dengan membaca buku ini, sedikit banyak saya mendapat wawasan baru bagaimana menjadi orang tua yang baik untuk anak-anak saya. Ada banyak hal yang dibahas dalam buku ini, antara lain :

  • bagaimana memberikan stimulus yang tepat untuk melejitkan kecerdasan anak. Bukan hanya kecerdasan yang diwakili dengan angka-angka, atau yang lebih kita kenal dengan istilah IQ, tapi juga kecerdasan sosial dan spiritualnya
  • bagaimana membangkitkan rasa percaya diri anak. Anak harus diberikan stimulus dan paradigma positif tentang dirinya. Karena stimulus positif ini akan ikut menentukan sikap dan sifat anak pada akhirnya. Misal, anak yang sering mendapatkan kata “bodoh” karena nilai ulangannya jelek, maka lama-lama dia akan punya anggapan bahwa dirinya memang bodoh.
  • bagaimana mengidentifikasi bakat dan minat anak. Amatilah kegiatan yang anak merasa nyaman melakukannya, jangan paksa anak melakukan kegiatan yang tidak disukainya, walau menurut kita kegiatan itu baik. Seorang anak yang tidak suka musik, jangan dipaksa untuk ikut les main gitar misalnya.
  • Bagaimana memilih sekolah yang tepat untuk anak. Sudah banyak kasus, orang tua mengeluh karena seharian mereka bekerja di kantor, malam hari saat ingin bercanda dengan anak, eh si anak memilih mengurung diri di kamar dengan alasan ada banyak PR yang harus dikumpulkan besok.
  • bagaimana membantu anak belajar dirumah. Membantu dengan mengarahkan dan membimbing atau membantu dengan cara orang tua yang mengerjakan PR si anak?
  • mengatasi pengaruh media dan pornografi. Nah, yang ini sangat aktual. Gempuran media tv maupun internet yang sehari-hari jadi ‘santapan’ anak, pastinya menimbulkan dua pengaruh, positif dan negatif. Bagaimana meminimalisir dan jika mungkin menghilangkan pengaruh negatif ini, dijelaskan juga dalam buku ini.

Secara garis besarnya seperti itu. Ada satu bahasan yang sampai sekarang masih teringat oleh saya, yaitu anak adalah raja, anak adalah pembantu dan anak adalah menteri.

  • Masa 7 tahun pertama, perlakukan anak sebagai RAJA. Tujuh tahun pertama adalah masa keemasan dalam pertumbuhan seorang anak, perhatikan keinginan dan kebutuhannya. Jika dia ingin bermain, selelah apapun kita, temanilah dia bermain. Jika dia bertanya ini itu usahakanlah kita untuk dapat menjawab pertanyaannya, memberikan pejelasan dengan bahasa yang sederhana dan dapat diterima olehnya
  • Masa 7 tahun kedua adalah masa anak menjadi PEMBANTU. Tujuh tahun kedua adalah masa menaati bagi anak. Dalam masa ini kenalkan anak mana yang baik dan mana yang buruk, hukumlah anak jika melakukan hal-hal yang buruk, berilah penghargaan pada anak jika melakukan hal-hal yang baik. Hukuman jangan berupa pukulan ataupun kata-kata kasar, dapat saja menunda waktu dia dapat bermain dengan mainan kesukaannya sebelum dia melakukan apa yang kita perintahkan. Penghargaan tidak harus berupa barang atau mainan, kata-kata pujian cukup membuat anak gembira
  • Masa 7 tahun ketiga adalah masa si anak menjadi MENTERI. Tujuh tahun ketiga merupakan masa kerja bagi anak, ia adalah pelaku kehidupan yang mulai menjadi menteri, bertanggung jawab terhadap tugas dan perannya. Dalam masa ini, libatkan anak dalam urusan rumah tangga dengan cara mengajaknya berdiskusi, berikan anak alternatif-alternatif dan biarkan mereka memilih

Keberhasilan mendidik anak tidak diperoleh tanpa upaya atau perjuangan. Jika kita ingin berhasil dalam 7 tahun ketiga, maka memaksimalkan upaya di tahun kedua adalah harus, dan mengoptimalkan 7 tahun pertama anak adalah syarat mutlak. Keberhasilan di 7 tahun pertama dan kedua merupakan modal dasar keberhasilan di 7 tahun ketiga. Jika 7 tahun pertama dilalui orangtua dengan cara yang salah, maka di 7 tahun kedua, orang tua akan mengalami banyak hambatan dalam berkomunikasi dengan anaknya, dan di 7 tahun ketiga, anak tumbuh menjadi pribadi yang kehilangan esensi dan inti energi kehidupan, yaitu hati, kepercayaan dan moral.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun