Mohon tunggu...
Cerpen

Cerpen | Bandel namun Asyik

17 Maret 2018   20:31 Diperbarui: 17 Maret 2018   20:42 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: lpacirebon.blogspot.com

Deru angin kencang menghantam jendela kelas. Penyanggah dari kayu terpelanting jatuh. Braakk, suara pecah menggema isi ruangan kelas. Sebagian ada yang terkejut, termasuk juga bocah tengil yang gemarnya tidur di dalam kelas. Pian pun tersungkar kaget karena suara jendela yang menghantam dinding. Seolah tubuhnya terkena arus listrik lemah, namun tetap saja membuat tubuhnya terjatuh dari meja yang terbuat dari kayu jati.

"hahaha" Aryo yang melihat tubuh Pian tersungkar, ia hanya bisa ketawa terbahak-bahak. Namun tidak disangka, seluruh sorot mata di ruang kelas memandangi Aryo. Adapun Adnan yang duduk di depan meja Pian dan Aryo hanya bisa menahan tawa. Begitupun Deri. Mereka hanya memandangi Pian dengan menutup mulut dan menahan perut yang sudah terjebak malu, ditambah muka kusam yang diakibatkan belum mandi.

"Pian, cepat bangun. Segera ambil air dan basahi wajahmu." Pian pun langsung berdiri dan beranjak pergi ke kamar mandi atas suruhan Pak Mumin, guru yang sedang mengajar pelajaran Matematika.

"Yo, gila lu, si Pian dibiarin jatuh kayak gitu. Bukannya dibantuin bangun, malah yang ada diketawain, gede lagi suara lu" Adnan menegur perbuatan Aryo yang telah mempermalukan si Pian.

"hahaha, biarinlah, lagian juga si tukang tidur itu nyenyak banget tidurnya" Aryo yang sedang menyalin tulisan di papan tulis menjawab tuduhan Adnan.

***

"kemarin malam gua bareng si Deri ngerjain si tukang sate yang sering mangkal di depan masjid, gua lempar tuh petasan yang tadi siang lu kasih" Pian dengan gaya khasnya yang santai memberikan petasan yang masih sisa ke Aryo.

"emang gila si Pian, baru kelar dari rumahnya pak somad, malah gua diajak ke masjid, katanya mau eksperimen kecil-kecilan" sontak suara riuh mendesir di atap dua meja belakang kelas. Keempat anak tersebut ketawa nyaring. Siapa yang tidak kaget dengan kelakuan Pian. 

Bocah yang sering suka bikin gaduh, dan pastinya selalu bikin kesal orang. Hal demikian sudah barang kebiasaan untuknya. Setiap ada hal yang menarik untuk dijaili, mesti Pianlah yang akan pertama kali melakukannya. Seperti kejadian malam kemarin yang menimpa tukang sate, ia memiliki kesempatan, di saku bajunya ada petasan yang tadi siang dari si Aryo.

Aryo, Deri, Adnan adalah teman baik Pian. Namun, mereka tahu bahwa teman satunya itu memiliki tingkah konyol yang bikin suasana kumpul makin hangat. Kadanf Deri, teman satu perumahan yang selalu menyadarkan Pian agar selalu ngaji ke pak Somad. Adapun Adnan dan Aryo, teman pada saat sekolah. Mereka berteman dengan sangat baik. 

Matahari sudah tiba di bagian atas kepala. Waktu Shalat Dzuhur sudah masuk. Bel istirah kedua berbunyi, tanda waktu untuk menunaikan shalat. Sekolah Dasar Negeri 1 Kalibata menerapkan sistem istirahat pada waktu shalat dzuhur tiba, sekaligus istirahat dan makan.

Gerombolan Pian masih asyik di dalam kelas. Mereka selalu mendahulukan makan daripada shalat berjamaah. Mereka pergi ke belakang sekolah. Membeli soto ayam. Bangunan ukuran 3 x 3 melindungi kami dari sinar panas siang hari. Kantin yang sederhana, saking sederhananya selokan di pinggir kantin dibuat untuk mengambil air untuk membersihkan piring-piring yang kotor. Hal yang sudah biasa dipertontonkan di sekolah yang biasa-biasa saja.

"Der, gua pinjem uang dulu ya, nanti pas pulang mamah gua yang gantiin deh?" Pian menampakkan wajah genit ke arah Deri. Bagi Deri hal tersebut adalah sesuatu yang biasa bagi mereka berdua. Mereka sudah seperti saudara.

Mamang tukang soto memberikan pesanan ke mereka. "Mamang soto yang super duper baik, terima kasih banyak atas sajian  soto yang lezat dan murah meriah ini." tangan Pian menari-nari, seolah penari balet yang sedang beraksi. Wajah yang sangat sumringah dipertontonkan Pian.

Mamang soto hanya biasa melihat tingkah Pian yang kadang sok baik. "yang penting jangan lupa sama utang yang kemarin. Makan dua piring tapi bayarnya sepiring" timpal Mamang soto kepada Pian. Pian hanya membalasnya dengan nada genit. "Siap atuh Mang, besok juga bakal tak bayar kok. Kan pelanggan setia" mereka bertiga yang dari tadi melihat kocak Pian akhirnya ikut tertawa.

Dua puluh menit berlalu. Mereka berempat beranjak ke masjid sekolah. Dengan perut kenyang, wajah mereka berempat seperti langit yang sedang terang benderang. Mereka mengambil wudhu dan masuk ke dalam masjid. Seperti biasanya masjid pada jam makan sudah hampir lengang. Hanya menyisakan guru yang sedang berdzikir di pojok kanan mimbar. Mereka tidak langsung melaksanakan shalat, karena Pian masih asyik bermain dengan sarung yang ia pakai. Piang yang selalu risih dengan kelakuannya. Tidak hanya dilakukan di dalam kelas, atau di kantin. Di masjid pun ia selalu bertingkah menyebalkan.

Kali ini di dalam masjid hanya menyisakan kita berempat. Kesempatan yang pas untuk Pian beraksi. Jam dinding masih sama menempel di atas dinding. Sound yang sudah dimatikan oleh pak guru kembali dinyalakan oleh Pian. Pak guru yang tadi berdzikir sudah di luar masjid, sedang memakai sepatu. Pian mulai ancang-ancang beraksi. Aksi yang selalu dilakukannga pada jam istirahat. Selalu membuat pak guru menjadi kesal dengan tindakannya.

"Yan, yang bener aja lu. Udah sering kali elu ngelakuin kaya gini" Deri memberitahu Pian. Adnan dan Aryo hanya bisa menahan tawa dengan tindakan Pian. Hal yang selalu dikerjakannya pada saat jam istirahat kedua. Pada saat di dalam masjid. "santai aja Der, lagian Pian udah ahli dalam hal kaya gini" Aryo menimpal omongan Deri. "kalian siap-siap posisi." Pian memberi aba-aba. Dipegangnya mic yang sudah menyala dengan sound. Ia hentakkan tangannya di bibir mic. Suara keras terdengar sampai di luar. Pak guru yang di luar sontak kaget dan mencoba masuk kembali ke dalam masjid. Belum juga tahu siapa yang melakukannya, pak guru hanya melongo melihat keempat bocah yang sedang shalat. Pak guru terheran-heran, siapa yang tadi memainkan mic. Lalu pak guru keluar. Adnan dan Aryo hanya ketawa, Deri memasang muka kesal. Kali ini Pian tidak menggebu-gebukan mic, namun menggesek-gesekkan mic yang mengeluarkan bunyi yang sangat bising

Ini siapa sih yang mainan mic di dalam masjid. Tanya pak guru dalam hatinya. Lalu pak guru kembali masuk ke dalam masjid, mendapatinya keempat bocah masih dalam keadaan sujud. Pak guru hanya kesal dan menggeleng-geleng, siapa yang melakukannya. Pak guru akhirnya menyerah dan balik keluar dari dalam masjid. Bocah di dalam masjid hanya ketawa seru, kecuali Deri yang kesal dan tidak berani mengatakan kepada pak guru karena teman-temannya yang gila jail. Akhirnya mereka menyudahi perbuataannya tersebut dan melakukan shalat beneran. Dipimpin oleh Deri.

Yogyakarta, 17 Maret 2018.

Hanya sebatas guyonan belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun