Jakarta - Dalam sebuah pernyataan mengejutkan, Staf Ahli Bidang Regulasi dan Hubungan Antar Lembaga Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Biyanto, mengungkapkan transformasi besar dalam sistem penerimaan siswa di tahun ajaran 2025/2026. Perubahan itu mencakup, di antaranya, penggantian nama dari Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), yang lebih mudah diterima masyarakat.
"PPDB diubah menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru. Jadi kata peserta didik diganti lebih gampang lebih bersahabat," ungkap Biyanto dalam acara Kongres Pendidikan Nahdlatul Ulama di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu (22/1/2025). "Ya lebih familiar, lebih kerasa kekeluargaannya ada. Ya lebih enak, enak didengar. Istilah murid itu kan istilah yang sudah kita kenal sejak lama, kira-kira begitu," tambahnya.
Transformasi atau Pencitraan?
Namun, di balik niat baik untuk memperbaiki sistem penerimaan, muncul sejumlah pertanyaan kritis. Apakah perubahan nama ini benar-benar membawa dampak positif terhadap kualitas pendidikan dan pemerataan akses? Atau hanya sekadar pencitraan semata tanpa substansi yang jelas? Perubahan yang terkesan simbolis ini bisa jadi hanya menjadi kosmetik belaka, mengingat inti permasalahan dalam dunia pendidikan tidak pernah semudah mengganti kata.
Sebagai penyempurnaan dari PPDB, Biyanto berharap SPMB dapat menjadi solusi dari berbagai masalah yang muncul dalam penerimaan peserta didik di masa lalu. Salah satu perubahan yang dijanjikan adalah peningkatan persentase murid yang diterima melalui jalur afirmasi. Peningkatan kuota bagi anak-anak dari guru dan kelompok yang membutuhkan dukungan khusus menjadi bagian dari langkah untuk memperbaiki akses pendidikan.
"Selama ini mungkin persentasenya kurang tinggi gitu ya. Seperti tadi, anak-anak dari guru di sekolah itu misalnya. Selama ini kan masuk jalur afirmasi ya. Nah itu nanti akan diperbanyak jumlahnya, kira-kira begitu," ujar Biyanto.
Zonasi Ditinggalkan, Afirmasi Ditingkatkan
Yang paling mencolok dari perubahan ini adalah penghapusan sistem PPDB Zonasi, yang sebelumnya diterapkan di dua periode pemerintahan Joko Widodo. Sistem Zonasi ini membatasi calon siswa untuk mendaftar hanya di sekolah yang berada dalam radius tertentu, bertujuan untuk mendekatkan pendidikan kepada masyarakat dan mengurangi ketimpangan antar wilayah. Meski begitu, kebijakan ini menuai kritik karena dianggap mempersulit akses bagi siswa dari wilayah tertentu yang belum memiliki kualitas pendidikan memadai. Sebelumnya, Mu'ti mengatakan metode baru PPDB di tahun ajaran mendatang akan ditetapkan dalam rapat kabinet yang akan digelar Rabu (22/1).
"Insyaallah besok (hari ini) ada rapat kabinet yang mudah-mudahan agendanya adalah penetapan mengenai sistem itu," kata Mendikdasmen saat ditemui di Jakarta, Selasa (21/1).
Mu'ti menyatakan seluruh konsep dan bahasan terkait sistem PPDB yang akan diterapkan telah selesai, dan telah diserahkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui Sekretaris Kabinet dalam rapat terbatas beberapa waktu yang lalu.
"Mudah-mudahan rapat kabinet besok sore itu dapat diputuskan. Nanti soal isinya bagaimana, ya kita diajari oleh agama untuk jadi orang yang sabar," lanjutnya.
Opini: Seharusnya yang Diperbaiki Bukan Hanya Nama
Menurut saya, pergantian nama PPDB menjadi SPMB ini hanya setengah langkah. Yang lebih penting adalah bagaimana cara pemerintah memastikan akses pendidikan yang adil bagi seluruh anak bangsa. Kita tentu ingin melihat lebih banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu atau guru dapat merasakan manfaat nyata dari kebijakan ini. Tetapi, kebijakan afirmasi yang lebih besar harus dipastikan tidak mengorbankan kualitas pendidikan di sekolah-sekolah tersebut. Pemerintah harus lebih berani dalam melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas sistem pendidikan, bukan hanya merombak tampilan luar dari proses penerimaan murid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H