Mohon tunggu...
Naomi Nur
Naomi Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang yang menyukai fantasi dan berkarya dalam tulisan, berbagai jenis tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Ibu: Saat Cinta Terlupakan Menjadi Luka yang Tak Terobati

22 Desember 2024   11:31 Diperbarui: 22 Desember 2024   11:31 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pinterest.com

"Terdiam dengan tatapan kosong, memikirkan bagaimana harus menahan tangis saat melihat anak-anak lain merayakan Hari Ibu bersama ibunya." Itulah definisi hampa yang sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Hampa itu muncul saat tangan ingin menyentuh sosok yang sudah tiada, tetapi hanya udara yang bisa diraih. Ia terasa seperti berdiri di tepi jurang kenangan, mengingat pelukan terakhir, senyuman hangat, atau sekadar suara yang memanggil nama kita. Namun, kini semua itu tinggal gema yang tak pernah benar-benar kembali.

Hari Ibu yang seharusnya menjadi momen penuh cinta berubah menjadi pengingat akan sebuah kekosongan. Perayaan orang lain menjadi cermin yang memperlihatkan apa yang hilang, dan luka itu kembali menganga. Ada rasa iri, tetapi juga rasa bersalah karena tidak ingin merusak kebahagiaan mereka.

Lebih pedih lagi adalah bagi mereka yang memiliki ibu, tetapi tak pernah benar-benar merasakan perannya. Kehadiran seorang ibu yang terasa jauh secara emosional menciptakan kekosongan lain sebuah kehampaan yang berbeda tetapi sama menyakitkannya. Ketika ibu ada secara fisik namun tak pernah menyentuh jiwa, anak sering kali bertanya-tanya dalam keheningan, "Mengapa aku tak cukup penting?" atau "Mengapa kasih itu terasa begitu asing?"

sumber: pinterest.com
sumber: pinterest.com

Di sisi lain, bagi anak-anak broken home yang ibunya telah meninggal, lalu ayahnya menikah lagi, Hari Ibu menjadi penuh dilema. Kehadiran ibu tiri membawa tantangan emosional yang tak selalu mudah untuk diterima. Ada yang berusaha membangun hubungan baru, ada pula yang memilih menjaga jarak karena takut mengkhianati kenangan akan ibu kandung.

Di tengah rasa hampa itu, mungkin muncul pertanyaan:Apa aku salah jika merasa kehilangan seperti ini? Tidak, kehilangan adalah bagian dari cinta yang pernah ada. Justru, air mata itu adalah bukti bahwa hubungan tersebut begitu berharga, bahkan ketika kini hanya tinggal bayangan.

Hari Ibu untuk mereka yang merasakan hampa adalah momen untuk berani menghadapi rasa sakit, untuk mengenang tanpa harus melupakan, dan untuk menemukan kekuatan di tengah kehilangan. Sebab, meski ibu telah tiada, kasihnya tidak pernah benar-benar hilang. Ia hidup dalam senyuman kita, dalam doa yang terbisik, dan dalam keberanian kita untuk terus melangkah meski dunia terasa sunyi.

Bagi anak-anak yang kehilangan ibu, baik secara fisik maupun emosional, Hari Ibu adalah undangan untuk memahami rasa sakit itu, untuk menerima bahwa kehampaan adalah bagian dari perjalanan cinta. Hampa itu nyata, tetapi dari hampa itulah cinta menemukan cara lain untuk tetap hidup. Bukan dalam kehadiran fisik, tetapi dalam jejak tak terlihat yang selalu menemani.

Pada akhirnya, Hari Ibu bukan hanya tentang perayaan kebersamaan, tetapi juga tentang keberanian untuk merawat luka, mengingat yang telah pergi, dan mencari makna di tengah kekosongan. Karena cinta seorang ibu, meskipun tak selalu sempurna, tetap memiliki kekuatan untuk bertahan, bahkan dalam bentuk yang paling sunyi sekalipun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun