Mohon tunggu...
Naomi Natasia
Naomi Natasia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blessed

Ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bahagia Itu Sederhana

22 Mei 2019   16:54 Diperbarui: 22 Mei 2019   17:21 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

~Setiap hari membawa hadiahnya sendiri, bukalah pitanya.~

-Naomi Natasia Sibarani-

            Sekolah Luar Biasa atau sering disingkat SLB, menjadi salah satu tujuan kunjungan dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) saya dalam program berbagi kasih. Tempat dimana saya belum pernah mengetahui isi dalamnya seperti apa. Karena merupakan program sekolah, akhirnya saya pun memasuki tempat tersebut. Lokasinya cukup rapi dan tertata. Disambut ramah dan hangat oleh para pengajar disana. Sampai detik itu, saya masih belum terpikirkan hal apa saja yang akan saya temui. Hingga akhirnya kami dibagi kelompok dan di mobilisasikan kedalam kelas-kelas yang ada. Sebelumnya kami sudah dibekali dengan ilmu prakarya untuk nantinya diajarkan kepada mereka yang bersekolah disana.

            Sepanjang perjalanan menuju kelas saya berpikir akan bertemu dengan anak-anak kecil yang nantinya akan saya ajarkan bermain dan belajar prakarya. Tiba di kelas, yang saya temui ialah orang-orang yang berusia produktif, namun mereka masih harus duduk ruang kelas mendapatkan bimbingan pembelajaran. Kala itu usia saya masih terlalu dini untuk mengerti hal-hal yang dalam. Saya menjalankan tugas yang diberikan untuk berbagi ilmu prakarya dengan mereka. Saya hanya ingat kelas itu berisikan sekelompok disabilitas dan membutuhkan bimbingan khusus untuk dapat menghasilkan karya di usia mereka yang seharusnya produktif.

            Tidak banyak murid yang ada didalam kelas tersebut. Pendekataan kepada setiap individu pun berbeda, ada yang mudah diajak bicara, ada sedikit susah berbicara, ada pula yang hanya diam saja ketika diajak berbicara. Pemikiran saya yang masih sangat belia pun tidak membawa saya terlalu jauh kedalam perasaan. Bermain sambil menciptakan suatu karya bersama mereka cukup menyenangkan. Menggunakan koran bekas, lidi bekas, hingga menghasilkan karya yaitu sebuah tempat untuk menaruh beberapa barang, menjadi kenangan tersendiri bagi saya. Mungkin, saat itulah pertama kali saya merasa bahwa berbagi dengan sesama itu membahagiakan dan sangat sederhana. Semua orang bisa dan layak untuk melakukannya.

            Acara terus berjalan hingga selesai. Beberapa cerita, kami dapatkan dari guru yang mengajar disana. Banyak jenis perhatian khusus yang harus diberikan kepada setiap kelas. Butuh hati yang sangat besar untuk dapat melakukan tugas mulia mengajar di sekolah tersebut. Acara selesai dan kembali ke sekolah. Hanya bersyukur saja yang bisa saya ungkapkan setelah kembali dari SLB. Entah apa saja yang saya dapat walaupun belum semua saya pahami namun satu hal yang saya tahu yaitu belajar bersyukur.

            Seiring berjalannya waktu, semakin bertambah usia, menemui berbagai macam orang yang berbeda lebih banyak, barulah saya mulai mengerti. Masih banyak diluar sana yang membutuhkan bantuan. Mereka bukan berbeda, mereka sama dengan kita, hanya tidak seberuntung kita, mereka membutuhkan kita, tapi seringkali sikap cuek dan hanya mementingkan diri sendiri yang kita tunjukkan. Walaupun mereka memiliki banyak kekurangan baik secara fisik maupun psikis, namun semangatnya untuk tetap berkarya tidak kurang dari kita yang diberikan kesempatan untuk menikmati tubuh yang lengkap dan psikis yang baik.

            Bahagianya mereka sangatlah sederhana. Mereka mampu tersenyum setiap hari untuk mengundang kebahagiaan itu datang dalam hidup mereka. Sedangkan kita seringkali menunggu dan mencari alasan apapun untuk bahagia, seperti harus tinggal dirumah mewah, makan di resto yang mahal, pakai barang mahal, hingga gaya hidup yang serba mewah baru dikategorikan hidup bahagia. Manusia seringkali lupa bahwa hidup yang selama kita keluhkan, mungkin adalah hidup yang orang lain inginkan.

= Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua ^.^ =

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun