Pembelajaran Bahasa Indonesia memiliki tantangan sekaligus peluang untuk menyukseskan literasi, mengingat selama ini minat dan kemampuan literasi siswa sangat rendah. Baik membaca buku-buku paket, fiksi, maupun buku-buku nonfiksi. Meskipun dalam setiap kegiatan pembelajaran sudah mengintegrasikan literasi, namun pada kenyataannya hasil yang diperoleh masih jauh panggang dari api. Selain itu, latar  belakang anak juga beragam, sehingga pembelajaran berdiferensiasi perlu diimplementasikan dalam pembelajaran. Hal itu dikuatkan dengan hasil asesmen diagnostik nonkognitif di awal semester gasal serta hasil dari rapor Pendidikan di SMAN 1 Blora tahun 2022.
TANTANGANÂ
 Pembelajaran di era kurikulum merdeka mengamanatkan kepada guru untuk menempatkan kepentingan siswa sebagai prioritas utama. Menjadi hal yang sangat menantang bagi guru untuk memiliki pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan, kondisi, dan gaya belajar siswa, karena hal tersebut merupakan  kunci keberhasilan dalam menerapkan pembelajaran yang efektif dan berdiferensiasi. Mendesain pembelajaran yang berdiferensiasi menjadi tantangan yang perlu dihadapi dan dicari jalan keluarnya. Jika dirinci lebih detail, tantangan dalam pembelajaran berdiaferensiasi adalah sebagai berikut :
- Waktu dan Persiapan
Mendesain dan menyusun kegiatan pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup untuk merencanakan berbagai aktivitas, materi, dan penilaian yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap siswa. Terutama dalam mencari dan menyiapkan berbagai sumber daya yang relevan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran yang beragam.
- Manajemen Kelas
Jumlah siswa yang banyak (seperti yang penulis alami mengajar  288 siswa) membuat guru kesulitan dalam  memberikan perhatian yang cukup kepada setiap siswa, terutama jika jumlah siswa dalam kelas cukup banyak.
- Evaluasi dan Penilaian
Produk hasil belajar siswa yang beragam tentu saja membutuhkan berbagai instrumen penilaian untuk mengukur pemahaman siswa yang beragam serta membutuhkan waktu yang cukup untuk menilai hasil belajar setiap siswa secara individual.
Tantangan kedua yaitu meningkatkan kemampuan literasi siswa yang rendah. Banyak siswa lebih tertarik pada gawai dan media sosial daripada membaca buku. Siswa juga sering menganggap membaca hanya sebagai tugas yang harus diselesaikan, bukan sebagai aktivitas yang menyenangkan. Jika sejak kecil siswa tidak dibiasakan untuk membaca buku, maka akan sulit bagi mereka untuk mengembangkan minat baca saat mereka tumbuh dewasa. Namun kurangnya minat membaca, bisa jadi disebabkan oleh metode pengajaran yang monoton dan kurang menarik sehingga membuat siswa kehilangan minat untuk membaca.
Tantangan ketiga, yakni ketersediaan buku bacaan yang rendah. Keterbatasan fasilitas sekolah, seperti perpustakaan yang kurang lengkap atau ruang kelas yang tidak nyaman, menjadi kendala dalam meningkatkan literasi.
Tantangan keempat adalah kurangnya apresiasi dan penghargaan terhadap produk hasil belajar siswa. Produk tersebut tersebut hanya sebatas menjadi saksi bisu perjuangan pemiliknya dalam mendapatkan nilai. Dan setelah menjelma menjadi deretan angka di daftar nilai bapak/ibu guru, produk hasil belajar siswa tersebut justru kehilangan nilainya.
AKSIÂ
 Segala tantangan yang ada dalam proses pembelajaran harus diselesaikan dengan strategi yang tepat dan adaptif agar dapat mewujudkan situasi dan kondisi yang ideal untuk mencapai keberhasilan pembelajaran.