Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Cinta Tuhan, Antara Kebutuhan dan Keinginan

4 April 2021   19:57 Diperbarui: 4 April 2021   20:12 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta dengan segala ragamnya sesuai dengan pendapat pakar yang ditulis Aditia (dalam Kinanthi, 2020) bahwa cinta ada tujuh ragam  yaitu:

1. Cinta erotis adalah cinta dengan menomorsatukan ketertarikan daya tarik seksual sebagai motif utama

2. Cinta platonis. Cinta yang lebih mengarah kepada persahabatan. Seolah ada sisi otak kita yang hilang jika tidak bersua, sehingga bukan daya tarik fisik yang dinomorasatukan

3. Cinta romantis terasakan sebagai cinta yang ingin selalu bisa membahagiakan pasangan

4. Cinta praktis, mencintai tanpa merasa ribet harus berkorban dan membahagiakan dengan memilih yang dirasakan paling memberikan kenyamanan

5. Cinta filosofis, mencintai dengan melibatkan diri sesuai dengan keyakinan dan prinsip-prinsip hidup yang dicintai, mungkin seperti cinta Isabella Marie Bella Swan, dalam novel Twilight karya Stephenie Meyer, karena cintanya kepada Edward Cullen, kelak ia pun berubah menjadi vampir seperti suaminya

6. Cinta intelektual. Cinta dengan berusaha memahami pasangan, misalnya memahami jalan pikirannya, agar terjadi saling mengerti satu sama lain

7. Cinta abadi. Tatkala terasakan ada kecocokan, kenyamanan, dan saling percaya.

Mengapa pembahasan cinta selalu menarik? Jika kita ditinjau dari lawan kata atau antonim, isi di jagat raya ini bukankah hanya frase berlawanan? Misalnya siang malam, surga neraka, hidup mati, lelaki perempuan, kaya miskin, cinta benci? Oleh karena pembentukan frase berlawanan itulah, sewajarnya apabila kata cinta menjadi pembahasan yang tak akan pernah usang dari masa ke masa kendati cinta memiliki aneka ragam makna pula.

Cintakah Tuhan kepada manusia dan seluruh makhluk ciptaan-Nya? Jika cinta, mengapa kita sering merasa kecewa? Begitulah pertanyaan yang melintas-lintas. Pertanyaan yang berlaku tanpa mengenal batas usia. Tuhanlah yang mencipta kita dan seisi alam semesta ini dengan niat tidak sia-sia pula. Cinta-Nya tentu tidak diragukan lagi, bukan? Jika cinta, mengapa kita sering kecewa? Mengapa kecewa? Karena banyak masalah yang membebani kita.

Jika kita melakukan penelitian tentu diminta menuliskan rumusan masalah, bukan? Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Jadi, dapat dikatakan bahwa kita akan merasa menemui masalah ketika kenyataan yang ada tidak sesuai dengan harapan kita.

Dalam hidup ini manusia memang memiliki keinginan di samping kebutuhan. Jika kebutuhan harus dipenuhi untuk menyambung hidup, misalnya karbohidrat untuk mengembalikan dan menambah energi, selain protein serta vitamin dan lain-lain sebagai penguat tubuh dan antibodi, bagaimanakah dengan keinginan?

Jika dikaji lebih jauh (mengutip baris dalam lirik lagu mas Ebiet nih) keinginan ternyata lebih mengarah kepada kebutuhan ruhani, bukan? Berlawanan dengan kebutuhan yang mengarah kepada kebutuhan jasmani demi mempertahankan hidup di alam luas nan ganas ini.

Keinginan dalam KBBI berasal dari kata benda "ingin" mendapat imbuhan ke-an, menjadi "keinginan", masih berwujud kata benda, bukan? Makna kata ingin adalah hasrat, kehendak, harapan. Akan halnya harapan, tentu harapan masing-masing manusia di muka bumi ini berbeda-beda sesuai dengan tradisi, budaya, suku, ras, dan sebagainya yang menyertai manusia tersebut.

Berkenaan dengan kata "keinginan" ada beberapa quotes yang saya kutip dari jagokata.com tentang pendapat orang-orang terkenal, misalnya, "Jika kita memiliki keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu-membahu untuk mewujudkannya." (Ir. Soekarno, Presiden pertama RI)

"Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat dan keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta." (Kahlil Gibran, penyair)

"Harusnya kesabaran itu seperti keinginan, tak ada batasnya. Yang bertapal batas cuma kebutuhan (Sujiwo Tejo, seniman), "Perilaku manusia mengalir dari tiga sumber utama, keinginan, cinta, dan pengetahuan (Plato, filsuf).

Dari definisi di atas, memang ada perbedaan mendasar tentang makna "keinginan" dengan "kebutuhan". Kebutuhan dalam KBBI bermakna yang dibutuhkan. 

Dalam wikipedia pun disampaikan bahwa kebutuhan adalah sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya secara alamiah. 

Kendati demikian, kebutuhan manusia untuk melangsungkan kehidupan pun memiliki tingkatan sesuai dengan kepentingan, waktu, sifat, dan subjeknya. Pemenuhan kebutuhan pun masih dibedakan menjadi kebutuhan atas barang dan jasa serta sesuatu yang tampak dan yang tidak tampak. Oleh karena itu, setiap manusia memang memiliki kebutuhan berbeda-beda sesuai dengan kondisi alam, suku, agama, adat, serta peradabannya

Berpijak pada keberagaman kebutuhan dan keinginan manusia, tidak dapat diingkari bahwa manusia pun sering mengalami kekecewaan dan mendapatkan masalah sehubungan dengan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Jika sudah demikian, manusia pun akan mempertanyakan cinta Tuhan. Sebetulnya, cintakah Tuhan kepada makhluk-Nya? Mengapa Tuhan sering memberi masalah jika benar cinta?

Kebutuhan kendati hal itu merupakan kebutuhan mendasar sebagai sarana penyambung hidup, namun masing-masing manusia memiliki tingkat dan kadar kebutuhan yang berbeda-beda. Ada yang merasa kenyang jika sudah makan nasi, karena nasilah sumber karbohidrat yang telah dikenalnya sejak menyadari telah menjadi bagian dari isi bumi ini. Ada yang menganggap tempe adalah makanan rakyat jelata kendati menyadari protein nabati tersebut lebih murah dan gurih.

Jika kebutuhan untuk menyambung hidup sudah sedemikian berbeda sesuai dengan lingkungan, usia, dan peradaban, bagaimanakah  dengan keinginan? Tentu lebih beragam lagi yang membuat manusia merasa dan merasa kecewa manakala harapan dan kenyataan tidak sesuai, bukan? 

Jika sudah demikian, keluhan demi keluhan mengapa Tuhan tidak mencintai makhluk ciptaan-Nya, untuk apa aku diciptakan jika dipaksa menyandang beban derita, mengapa Tuhan hanya sayang pada orang lain padahal aku selalu menyembah-Nya, dan sebagainya tentu berhamburan menggoyahkan cinta kita kepada Tuhan. Yang lebih fatal jika keraguan atas cinta Tuhan tersebut ditindaklanjuti dengan keinginan untuk melenyapkan diri dari bumi ini.

Manusia terlahir memiliki akal dan nafsu, sedangkan hewan hanya menggunakan insting, demikianlah penjelasan yang kita terima tentang perbedaan kita dengan dunia binatang yang berada di sekitar kita. Dengan adanya nafsu tersebut, kebutuhan dan keinginan manusia menjadi berbeda dengan makhluk yang hanya menggunakan insting dalam menjalani hidup, bukan?

Dalam agama Islam nafsu memiliki tingkatan dan nama. Ada nafsu amarah yang mengajak manusia untuk selalu melakukan perbuatan terlarang secara universal, misalnya mencuri, maupun perbuatan terlarang lainnya, baik yang dilarang agama maupun tradisi sekitarnya. Filter yang terasakan sebagai perasaan tidak nyaman di hati atau dosa, seolah tidak lagi berfungsi sehingga nafsu tersebut diikuti tanpa merasa bersalah. Kesenangan demi kesenangan yang dilakukannya cepat atau lambat pada umumnya akan menimbulkan bencana baginya.

Nafsu mutmainah adalah nafsu yang selalu mengajak manusia menuju kebaikan. Kebaikan secara universal, sesuai dengan agama maupun tradisi sekitar.

Di antara keduanya terdapat nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sanggup menyadari kesalahannya kemudian menyesalinya. Dengan demikian, sesungguhnya ada nafsu-nafsu yang mengiringi langkah manusia dalam merasakan cinta Tuhan. Cinta yang kadangkala tak terasakan sama sekali, bahkan merasa dibenci, karena tertutupi oleh aneka kebutuhan dan keinginan yang terpengaruh tradisi maupun gaya hidup sekitar.

Kesadaran yang hilang timbul, karena memang tidak mudah menepis kebutuhan dan keinginan yang telah disesuaikan dengan tuntutan tradisi sekitar, misalnya sudah merasa cocok dengan mobil tuanya yang tidak mudah rewel, namun teman-temannya satu per satu berganti mobil, sehingga mau tak mau ia pun menirunya kendati dengan menjual kedua motornya. Manakala merasakan kesulitan transportasi karena tidak ada motor, kemudian mengeluh mengapa Tuhan tidak mencintainya?

Agar kebutuhan dan keinginan tidak sering mengganggu yang membuat sulit tidur, tidak enak makan, tidak dapat berkonsentrasi mengerjakan beban yang dinamai tugas, susah menganggap bekerja serasa berwisata malah menganggap berwisata juga bekerja, memang harus menyelaraskan kebutuhan dan keinginan dengan kemauan Tuhan. Sesuatu yang mudah diucapkan namun sulit untuk dilaksanakan, bukan? Berbagai teori sudah dibaca, berbagai strategi sudah dicoba, namun perasaan kecewa masih seringkali datang menggoda tatkala menjumpai masalah akibat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Sesuatu yang sulit diraih memang belum tentu tidak dapat dilakukan. Demikian pula yang mudah dilaksanakan pun belum tentu menyenangkan. Oleh karena itu, dalam menghadapi kepedihan, kekecewaan, bahkan kemarahan akibat memiliki masalah adalah dengan cara mengenang cinta Tuhan, mengenang kembali mengapa kita diciptakan? Untuk dikecewakan akibat tergoda sedemikian banyak kebutuhan dan keinginan yang menyakiti diri sendiri maupun orang lainkah? Betapa teganya.

Tuhan tentu tidak setega itu membuat kita terombang-ambing oleh godaan kebutuhan dan keinginan kendati keduanya muncul akibat adanya nafsu, sedangkan nafsu itu sendiri merupakan pemberian Tuhan. Segala kebutuhan dan keinginan adalah manusiawi , hal yang tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena di dalam diri terdapat nafsu tersebut. Apakah kebutuhan dan keinginan harus dilenyapkan dari program kehidupan? Tidak juga. Bukankah dalam quotes yang disampaikan Ir. Soekarno di atas, manakala kita memiliki keinginan, alam seisinya akan mendukung?

Masalahnya, untuk apakah keinginan itu? Keinginan demi kepentingan diri sendiri atau untuk kepentingan bersama? Keinginan untuk kepentingan diri sendiri tersebut sangat mendasarkah atau sekadar untuk dipamerkan? Keinginan-keinginan yang semakin jauh dari cinta Tuhan (dengan bukti mencintai makhluk-Nya), tentu akan banyak menampilkan masalah, menyeret derita, luka, kecewa, bahkan putus asa bagi diri sendiri juga sesama.

Akhirnya, mengutip pendapat La Rose, dalam sebuah bukunya Pribadi Mempesona, disampaikan bahwa "Tiga puluh tahun yang silam saya tidak akan berani menulis seperti ini. waktu itu usia saya masih terlalu muda. Tulisan ini mampu saya kerjakan setelah usia saya melampaui setengah abad...

Kendati kata "cinta" seolah sudah terdengar sangat umum sehingga kadangkala disalahartikan, misalnya "...mereka tertangkap basah sedang bercinta di tempat terlarang...",Betulkah yang mereka lakukan sampai tertangkap basah di tempat terlarang tersebut didasari cinta? Cinta atau nafsu? Kecewa demi kecewa, luka demi luka, dan aneka kepedihan yang pernah mendera, seringkali  bersumber dari kebutuhan dan keinginan yang tidak berlandaskan cinta Tuhan.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun