Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pilihan Terakhir

2 April 2021   16:49 Diperbarui: 2 April 2021   16:57 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Makam suaminya masih terlihat basah dan di atasnya masih terdapat bunga-bunga ketika hatinya pun mendadak berbunga-bunga. Betapa tidak? Satu di antara teman-teman sekolahnya yang datang pada hari kelima kematian suaminya itu, tampaklah seraut wajah yang dulu menghiasi mimpi dan tidurnya, padahal saat itu mereka masih SMP. Kini, mengapa daya tariknya tidak kunjung berubah? Tubuhnya tetap atletis dan wajahnya kian tampak semakin tampan terbalut kejantanan kedewasaan.

Lelaki itu bukan tidak memahami isi hatinya. Ia paham bahwa saat SMP dirinya memang diidolakan banyak teman perempuan, satu di antaranya wanita yang tengah berduka cita itu. Ia selalu menjadi pilihan terakhir ketika putus dengan pacarnya dan anehnya, ia pun selalu menerima. Sebagai pilihan terakhir memang nasibnya sial, karena begitu si lelaki menemukan laki tambatan hati yang lebih menarik, ia pun ditinggal pergi. Begitu selalu yang dialaminya dan ia seolah tidak bosan-bosannya dan tidak puas-puasnya membiarkan hatinya tersakiti dalam kondisi putus nyambung sampai mereka lulus SMA.

Begitu lulus kuliah dan bekerja sebagai tenaga honorer, ada seseorang yang mengajaknya menikah. Begitu saja datang lamaran itu tanpa ia sanggup menolaknya karena secara umum memang tidak selayaknya ditolak. Ia pun menikah, memiliki anak-anak dan menjalani kehidupan berkeluarga seperti orang-orang pada umumnya.

 Sekali dua kali ia bertemu dengan mantan pacarnya yang masih saja meneruskan hobinya sebagai kolektor perempuan. Ia pun tidak mau tahu dan tidak peduli. Ia merasa telah berbahagia dengan finansial yang diberikan suaminya beserta dua anak yang lucu-lucu. kelimpahan rezeki yang membuatnya  bersyukur dan menyimpan gairah dalam-dalam bagi cinta lamanya. Cinta yang masih menyulut desiran di hati manakala mengenangnya, namun harus dilupakan demi kepemilikan dan amanat yang diembannya.

Ketika suaminya meninggal, di sela air matanya yang masih membasahi pipi, ia berjanji kepada kedua anaknya bahwa ia tidak akan menikah lagi. Mendiang suaminya telah melimpahinya materi lebih dari cukup. Ada dua mobil, dua rumah yang satu ditempati sedangkan satunya lagi dibeli di kota tempat kuliah anaknya agar tidak kos atau pun mengontrak rumah. Belum lagi tiga petak sawah yang juga ditinggalkan suaminya cukuplah sudah bekal yang akan membuatnya merasa nyaman di hari tua tanpa harus merepotkan anak cucunya.

"Mama ingin hidup sendiri tanpa suami. Biarlah foto ayahmu yang menemani. Ayahmu yang seumur hidupnya selalu mencintaiku. Yang selalu menomorsatukan aku. Sikap yang membuatku merasa diperlakukan seperti ratu,"ujarnya sambil mendekap foto suaminya di depan kedua anaknya pada hari ketiga kematian suaminya.

Akan tetapi, setelah pertemuan dengan mantan pacarnya, lelaki yang dijatuhi cinta pertama kali sejak mereka masih SMP, yang berlanjut sampai mereka SMA, meskipun ia selalu terpilih sebagai persinggahan terakhir ketika lelaki yang dicintainya itu tengah tidak memiliki pacar, mulai mengubah pilihan hidupnya.

Hatinya kembali berdesir, kembali berbunga-bunga seperti ketika masih remaja. Ia merasa bunga-bunga di hatinya yang semula layu kembali bermekaran ditimpa harapan yang melambungkan angannya.

"Ia selalu melukai hatimu. Ia selalu menjadikanmu pilihan terakhir semacam cadangan. Seperti ban serep. Mengapa Kauhiraukan?"

"Entahlah. Mengapa aku jatuh cinta lagi kepada orang yang sama?"

"Dulu ia sering mendekatimu jika ada maunya. Minta traktir ini itu. lagipula, ia terlalu tampan untuk Kamu. Cobalah mengerti. Mungkin yang Kamu rasakan itu hanyalah ilusi. Sadarlah...

"Ia menghubungiku. Ia gencar merayuku lagi seperti dulu."

"Seperti saat ia membutuhkanmu untuk diajak memanasi wanita incarannya? Jika yang diincar takluk, Kamu pun dicampakkan? Ia yang selalu menghubungimu ketika ingin diajak nonton film dan ingin ditraktir makan dengan gengnya?"

Ia tidak menjawab. Gawainya berbunyi lagi. Lelaki itu seperti beberapa hari yang lalu ketika mendengar kabar suaminya meninggal dunia, mulai rajin menghubunginya setiap hari. Sehari tiga kali seperti minum obat saja.

"Hati-hati. bukankah Tuhan telah mempertemukanmu dengan lelaki yang tulus mencintaimu? Ketulusan cinta dan kelimpahan materi meskipun Kausikapi dengan baik sebagai isteri, hatimu hampa karena tak kunjung mencintainya kan? Padahal anak-anak pun hadir. Heran. Sedemikian kuat pesona lelaki penggombal itu mencengkeram otakmu."

"Saat menikah aku bisa melupakan dirinya karena ada anak-anak."

"Tapi hatimu masih mengenangnya. Suamimu tahu itu. Ia pernah mengeluh kepadaku katanya Kamu masih menyimpan foto berdua dengan si penggombal itu."

Ia lagi-lagi terdiam tanpa sanggahan. Ia memang tidak pernah bisa mencintai suaminya dan tidak pernah berusaha mencintai meskipun materi dan anak-anak telah diberikan. Meskipun harapan untuk bersama kembali dengan mantan pacarnya yang sering menyakiti hatinya itu pun tak ada, tapi ia tak pernah sanggup mencintai suaminya.                

Cinta itu baru tumbuh ketika suaminya diambil kembali oleh pemilik-Nya. Cinta yang hadir karena perenungan dalam betapa selama ini suaminya memperlakukannya bak ratu. Mengapa begitu cepat Tuhan memanggilnya? Ia pun menangis pilu. Dalam tangisnya ia berjanji akan memberikan perhatian kepada kedua anaknya yang mulai bertumbuh menjadi remaja.

Akan tetapi, cinta itu pun segera hancur berkeping ketika pada hari kelima, seseorang dari masa lalunya itu datang lagi, memberikan sapaan kehangatan lagi. Sikap yang membuatnya tak berdaya sejak dulu, kendati hatinya terdalam dapat merasakan bahwa semua itu rayuan palsu. Rayuan yang membuatnya merenungi, itukah kelemahan wanita? Telinga yang mudah terbuai? Sedangkan mata adalah indra terlemah pria karena rela kehilangan banyak uang demi kecantikan wanita? Renungan yang membuatnya selalu bisa memaafkan lelaki pujaannya ketika meninggalkannya demi wanita cantik lainnya yang lebih cantik daripada dirinya?

Ia tidak selalu dapat menjawabnya dengan pasti. Yang pasti, lelaki pujaannya itu baginya sangat romantis, meskipun sikap tersebut ditebarkan untuk wanita-wanita lainnya, ia seakan tidak peduli. Romantisme yang selalu membuainya, bahkan suaminya pun baginya hanya sanggup memberinya finansial lebih dari cukup dan anak-anak, namun tidak sanggup menebar romantisme seperti lelaki itu, selain ciri fisiknya yang membuatnya selalu ingin berdekatan dengannya.

Mereka pun menikah sedemikian cepat, setelah dua bulan kematian suaminya. Dengan rayuan maut yang sudah dipahaminya, ia pun mulai mendikte agar sawah dijual untuk membuat rumah baru. Rumah lama dibongkar total, dibangun lagi rumah baru karena suami barunya tidak ingin ketakutan tiap teringat almarhum suami lamanya. Selain itu, mobil pun harus diganti pula dengan yang baru. Dengan kepolosan entah karena sawah itu toh peninggalan suaminya, bukan dari uang hasil kerjanya, atau ia memang sangat mencintai lelaki itu, yang pasti permintaan suami keduanya itu pun dituruti.

"Kemarin kulihat ada perempuan lain bersamamu di mobilku,"protesnya kepada suaminya di rumah mereka yang masih baru karena bangunan lama sudah dihancurkan.

"Kata siapa itu mobilmu? Bukankah mobil itu dibeli setelah pernikahan kita? Aku ikut memiliki dong,"kilah suaminya dengan nada lembut seperti biasanya.

Kemarahannya kembali memuncak ketika lelaki itu setelah turun dari mobil, memasuki rumahnya dengan menggandeng wanita lain.

"Ini rumahku,"katanya menghadang mereka berdua di depan pintu. Suaminya menepis bahunya sambil menjawab,

"Rumah lama telah dibongkar. Rumah ini aku juga ikut memiliki karena dibangun setelah pernikahan kita."

Saat itu ia mulai marah, lalu menjawab dengan nada marah,

"Tidak bisa. Tanah ini tetap atas nama suamiku yang pertama. Pergilah Kalian,"keras suaranya disertai air mata yang berderai. Sambil menghela napas panjang, ia menatap kepergian lelaki itu membawa mobilnya bersama perempuan yang hampir saja diajak memasuki rumahnya.

"Aku benci Kamu,"teriaknya sambil menangis.

Ia baru merasakan cintanya menguap dengan cepat setelah luka yang digoreskan lelaki itu menggurat tajam. Luka yang bukan saja membuatnya malu namun  dua petak sawah warisan suaminya yang digunakan tambahan pembelian mobil dan renovasi rumah pun hilang.

Di makam suaminya yang telah memberinya kebahagiaan, air matanya berlinangan kembali setelah semalam menangis. Bahwa suaminya telah memberikan haknya sebagai isteri, ia pun mengakui, sedangkan romantisme yang tak kunjung diperoleh seharusnya disadarinya sebagai bagian dari ketidaksempurnaan lelaki pekerja keras dan setia itu. Mengapa romantisme yang 20% harus ditukar dengan pemberian hak yang telah mencapai 80%? Ia baru menyadari betapa tidak bersyukur dirinya.

Ia masih berjongkok menangis di makam suaminya ketika tetangga menjemputnya. Suami baru yang pergi dengan wanitanya mengalami kecelakaan. Mobil hancur masuk jurang dan wanita yang menemaninya meninggal. Akan tetapi, suaminya kini di rumah sakit, masih hidup meskipun mengalami kelumpuhan.

"Ia selalu menjadikanmu sebagai pilihan terakhir, termasuk akhir hidupnya yang kini memerlukan perawatanmu akibat kelumpuhannya. Bersabarlah agar Kamu kuat menjalani hidup meskipun kedua sawahmu terjual demi memanjakannya. Kamu harus kuat dan sabar demi anak-anakmu,"kata kakak lelakinya sambil memapahnya meninggalkan pemakaman  ketika magrib menjelang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun