Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Di Antara Dua Pilihan

5 November 2020   20:32 Diperbarui: 14 November 2020   07:42 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak mengatakan secara terus terang, bahwa Faris pun menaruh hati kepadaku. Semula, aku hanya memanfaatkannya saja, sebagai teman mengerjakan tugas-tugas perkuliahan. 

Walaupun demikian, tak dapat kuingkari bahwa kebersamaan dengannya menghadirkan rasa nyaman. Kenyamanan akibat kesepian berjauhan dengannya ataukah kenyamanan khas Faris? Benar-benar aku tak dapat menyimpulkannya.

"Aku memang suka kepadanya. Bahkan sudah berkembang menjadi cinta,"jawab Faris tegar.

Ia anak miliader dari luar Jawa yang memilih jurusan managemen demi melanjutkan usaha orangtuanya. Ia pun tampan. Akan tetapi, bukan itu yang membuatku lengket kepadanya. Ia sangat baik, selalu mentraktirku, selalu memberiku sontekan pula seperti Dani. Perbedaannya, Dani kini jauh dariku. Ia di Bandung. Aku di Malang. Hanya itu masalahnya.

"Ok. Aku juga masih cinta,"jawab Dani tak kalah tegar.

Kami duduk bertiga di ruang tamu kos-kosan. Seorang teman yang mengintip perilaku kami mengatakan sangat cemas keduanya akan berkelahi. Tapi, kecemasan mereka tidak terbukti. Dani dan Faris bisa bersikap dewasa menghadapi situasi ini dengan cara kami bertiga bertemu secara langsung dan akulah yang harus memutuskan.

"Benar-benar sang Dewi deh Kamu, diperebutkan dua lelaki bermasa depan cerah,"Mirna memelukku dengan mata berkaca-kaca.

Aku tak kalah gelisah. Bukan bangga, tapi sangat sedih karena ada kecemasan kehilangan keduanya. Akan tetapi, sebagai orang yang ingin jujur, aku memutuskan dengan tegar pula dihadapan keduanya, bahwa aku memilih Faris.  

Saat mengatakan hal itu, aku teringat hari-hari yang telah kami lalui bersama. Aku teringat betapa aku membutuhkan bantuannya dalam hal apapun, misalnya sekadar menemani berjalan-jalan atau  makan malam, apalagi ia yang memiliki uang saku berebihan selalu merogohnya untukku.

Dani dan Faris pun bersalaman. Ekspresi Dani tampak memaksa diri untuk lega kendati ada luka. Ia sudah mengambil jaketnya, siap-siap menuju terminal. 

Airmataku mendadak memburamkan kacamataku. Aku pun mengambilnya untuk membersihkannya. Faris mengusapnya dengan tisu yang diambilnya di meja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun